Globalisasi Pangan


Pendahuluan

Dunia yang akan datang akan berkembang menjadi tanpa batas, borderless area. Perpindahan manusia dan barang nantinya akan menjadi sedemikian bebas, tanpa peraturan berbelit, setiap orang dapat menginjakkan kakinya dimana saja. Begitu pula komoditas kebutuhan manusia yang semakin hari semakin kompleks, menuntut perpindahan barang menjadi semakin mudah, murah dan cepat. 

Coba tengok barang kebutuhan kita sehari-hari, berasal dari mana dan diproduksi oleh siapakah itu?. Boleh jadi lebih banyak produksi bukan dalam negeri. Dalam dunia pangan, globalisasi memiliki efek yang cukup berbahaya jika tidak di diantisipasi secara baik. Globalisasi dapat meruntuhkan sistem ketahanan pangan sebuah bangsa. Kenapa begitu? Karena dengan adanya globalisasi maka dengan mudah, setiap barang produksi dari luar dapat masuk dan bersaing secara langsung dari hasil produksi dalam negeri. Bisa saja harga yang ditawarkan lebih murah, karena mereka memiliki efesiensi dan teknologi tinggi sehingga dapat menekan cost produksi mereka. 

Globalisasi pangan bukan lagi fenomena baru karena telah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu seiring dengan perpindahan tumbuhan dan hewan sumber pangan sebagai buah pergerakan manusia menembus batas-batas wilayah. Saat ini tidak satupun negara di dunia yang bisa mengklaim telah menghidupi penduduknya dengan pangan seratus persen asli setempat. Pergerakan benih tanaman dan bibit ternak telah terus terjadi sepanjang rentang waktu sejarah peradaban manusia. Sebagai akibatnya, proses introduksi sumber dan bahan pangan baru terus berlangsung di seluruh penjuru dunia. 

Dalam konteks sistem pangan, jejak globalisasi secara kasat mata dapat dibaca dari perubahan yang berlangsung disepanjang rantai pangan (food chain)-sejak tahap produksi dan pengolahan hingga ke pemasaran dan penjualan produk. Meskipun laju dan derajat perubahan itu bervariasi antarwilayah dan negara, namun sangat jelas bahwa semua negara bergerak ke arah yang sama. 

Pangan, merupakan kebutuhan primer manusia yang tidak dapat ditawar-tawar lagi pemenuhannya. Pengabaian atas kewajiban pemenuhan pangan merupakan pelanggaran hak asasi manusia, yang akan menimbulkan dampak serius baik dalam skala individu maupun pada tatanan stabilitas sebuah negara. Pada tahun 2004, Indonesia telah berhasil mencapai target swasembada pangan beras. Dari 100 persen kebutuhan dalam negeri, pemerintah sudah dapat memenuhi produksi beras mencapai 99 persen. Pemerintah dalam hal ini Presiden juga menjanjikan akan terus melakukan langkah-langkah kebijakan agar komoditi yang lain juga bisa kita swasembadaka dengan target 2014 Indonesia swasembada pangan. 

Kelaparan di negeri ini tidak hanya terjadi karena kesalahan kebijakan lokal, tetapi lebih besar karena peran dunia internasional dalam permainan globalisasi pertanian, dimana kita terjebak di dalamnya. Indonesia merupakan anggota dari berbagai organisasi multilateral, termasuk WTO (World Trade Organization). Negeri ini dijuluki sebagai good boy, karena sikap patuhnya menjalani kebijakan-kebijakan yang didesain WTO, termasuk kebijakan di bidang pertanian yang disebut Agreement of Agriculture (AoA). 

Dalam perkembangannya dewasa ini, globalisasi pangan telah menjelma menjadi sesuatu proses yang berbeda karena telah meninggalkan sifat-sifat lamanya. Introduksi dan penetrasi produk ke pasar global dilakukan secara sistematis melalui jaringan marketing dan distribusi yang serba efisien. Globalisasi mengandalkan dua mantra sakti yakni liberalisasi dan harmonisasi. Sebagai salah satu subsistemnya, globalisasi pangan juga takluk pada dua mantra tersebut. Liberalisasi mewujud dalam keterbukaan pasar, semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus direduksi atau bahakan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk-produk impor. 

Setiap elemen dari bangsa ini memiliki tanggung jawab terhadap permasalahan di atas. Dimulai dari sisi akademisi, kemudian pemerintah, dan pihak swasta. Dari sisi akademisi, para akademisi bertugas untuk mentransfer teknologi, mencari teknologi yang tepat, mencari inovasi , menganalisis serta memberikan saran kepada pengambil kebijakan. Selain itu memberikan penyuluhan dan mensurvei serta menganalisis menanamkan pemahaman lewat kurikulum dan system pendidikan. permasalahan yang ada ddegnan disiplin keilmuan masing-masing. Selain itu, pemerintah harusnya memiliki kebijakan jangka panjang yang dipegang secara teguh meskipun telah berganti orang. Dengan adanya sinergi ini maka diharapkan setiap peran mampu berperan maksimal pada bidangnya masing-masing. Karena sistem tidak hanya bertumpu pada aturan main, tetapi menyamngkut pemainnya juga. Pemain harus mendapat perhatian khusus juga sebab yang menjalankan ialah orang yang berada di belakang aturan main itu.sehingga, perlu diperhitungkan mengenai siapa-siapa saja pelaku yang ikut serta dalam kegiatan tersebut. 

Negeri ini besar. Potensi plasma nutfah kedua terbesar di dunia yang dimiliki Indonesia menjadikan negeri ini mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa harus didikte oleh pihak lain. Optimalisasi potensi ini tentu dapat dilakukan sehingga Indonesia dapat memproduksi kebutuhan pokok pangan secara mandiri, tidak bergantung pada makanan ataupun pertanian impor. 

Oleh karena itu, kemandirian dalam menentukan kebijakan pertanian, baik dari sisi produksi untuk menjamin ketersediaan pangan, maupun dari sisi distribusi untuk menjamin aksesibilitas masyarakat terhadap pangan merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki negeri ini. Negara harus mandiri dalam menentukan kebijakan negerinya sendiri, bukan di bawah bayang-bayang badan perdagangan internasional ataupun korporasi kapitalisme global. Karena Bangsa ini besar, dan mampu mandiri!.

Permasalahan

Berjalannya sistem yang sekarang ada mungkin belum mengalami masalah. Akan tetapi jika kita tidak menyiapkan hari saat kita mengalami krisis, maka kekacauan pasti terjadi di berbagai sektor, karena krisis di sektor seperti pertanian merupakan sektor yang vital untuk dibenahi.

Dalam perkembangannya, muncul berbagai permasalahan yang timbul berkenaan dengan adanya Globalisasi pangan ini khususnya yang terjadi di Indonesia seperti :
  1. Menuntut setiap produsen untuk menjadi lebih efesien, memiliki kualitas produk prima dan terjangkau di masyarakat. Hal ini disebabkan persaingan akan semakin ketat dan yang menjadi pemenang ialah produsen dengan kualifikasi terbaik. 
  2. Sisi produksi yang sudah efisien akan jadi tidak berarti jika proses distribusi bermasalah. Maka efesiensi di sisi distribusi juga sangat penting. Semakin panjang jalur distribusi maka akan semakin menaikkan harga. Disamping itu semakin sulit daerah dijangkau juga menjadi masalah.
  3. Skenario globalisasi menghancurkan pasar pertanian Indonesia, dan menggeser basis produksi pangan, dari produksi mandiri menjadi lebih pada impor.
  4. Salah satu dampak terpenting globalisasi pangan adalah semakin rumitnya penjaminan kecukupan pangan karena semakin terbukanya pasar. Impor manjadi salah satu strategi utama bagi negara manapun dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya
  5. Terancamnya ketahanan pangan karena tergantungnya pada impor bahan pangan merupakan biaya yang harus dipikul oleh negara berkembang. Tidak dapat dipungkiri bahwa masuknya pangan impor memberi lebih banyak alternatif pilihan pada konsumen
Tujuan dan Kegunaan

Dalam makalah mengenai globalisasi pangan ini memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah :
  • Memberikan gambaran mengenai pengertian globalisasi pangan yang sedang terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
  • Mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam efek globalosasi pangan ini yang tentunya akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia.
  • Dapat memberikan solusi ataupun saran dalam mengantisipasi serta mewaspadai keberlanjutan globalisasi pangan ini di tengah masyarakat luas khususnya petani Indonesia.
Sementara kegunaan makalah Globalisasi pangan ini adalah dapat membantu dalam pengembangan penulisan mengenai globalisasi pangan lainnya di beberapa negara maju serta dampak-dampak yang ditimbulkan dari kegiatan globalisasi pangan tersebut.

Pembahasan

Globalisasi pangan bukan lagi fenomena baru karena telah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu seiring dengan perpindahan tumbuhan dan hewan sumber pangan sebagai buah pergerakan manusia menembus batas-batas wilayah. Saat ini tidak satupun negara di dunia yang bisa mengklaim telah menghidupi penduduknya dengan pangan seratus persen asli setempat. Pergerakan benih tanaman dan bibit ternak telah terus terjadi sepanjang rentang waktu sejarah peradaban manusia. Bahkan di Indonesia sendiri, kehadiran sejumlah buah dan sayuran segar dan ratusan item produk pangan olahan impor yang berada di hypermarket hingga pasar becek, merupakan fenomena nyata kehadiran Globalisasi Pangan.

Globalisasi mengandalkan dua mantra sakti yakni liberalisasi dan harmonisasi. Sebagai salah satu subsistemnya, globalisasi pangan juga takluk pada dua mantra tersebut. Liberalisasi mewujud dalam keterbukaan pasar, semua hambatan dalam bentuk tarif dan regulasi dagang harus direduksi atau bahakan dieliminasi demi terbukanya pasar bagi produk-produk impor.

Sementara itu, prinsip harmonisasi mewujud dalam penyeragaman standar mutu dan keamanan produk pangan. Saat ini, penyeragaman proses, produk dan aturan pertanian sedang berlangsung dengan intens. Meskipun kesepakatan tentang keamanan pangan ini pasti mengatasnamanka konsumen seluruh dunia tetapi, tetap mencrminkan kemenangan lobi negara maju. Menyikapi kemenangan tersubut, negara maju melakukan penyesuaian regulasi keamanan pangan mereka yang bertitik berat pada pengendalian proses dan pencegahan risiko dalam keseluruhan daur produksi. Sehingga, produsen di negara berkembang harus mencurahkan segala daya upaya untuk melindungi konsumen negara maju. Prinsip harmonisasi menjadi penghambat ekspor produk pangan negara berkembang sementara, produk pangan negara maju dengan mudah melenggang masuk ke pasar negara berkembang.

Saat ini, kompetisi untuk meraih pangsa pasar produk pangan cenderung semakin intensif terutama dengan masuknya pemain baru yang kuat seperti jaringan restoran siap saji dan supermarket multinasional. Secara langsung, perubahan yang terjadi pada sistem pangan mempengaruhi ketersediaan dan akses terhadap pangan melalui modifikasi produksi, sistem pembelanjaan bahan, distribusi dan lingkungan perdagangan pangan. Supermarket memang secara signifikan menghadirkan produk dengan standar mutu dan keamanan pangan yang lebih baik, harga yang kompetitif dan kenyamanan berbelanja yang memberikan alternatif bagi masyarakat tentunya dengan harga yang relatif terjangkau dan murah namun berkualitas.

Salah satu industri pangan yang dewasa ini juga tengah bergerak menjadi suatu industri global adalah bisnis buah dan sayur segar. Distribusi buah dan sayur segar bersifat padat modal dan padat energi membutuhkan armada pengankut berupa truk, pesawat udara dan kapal yang semuanya harus dilengkapi dengan kemampuan pendingin. Sistem distribusi juga dihadapkan dengan tantangan transportasi antar benua yang berjarak puluhan ribu kilometer. Dengan tantangan yang demikian berat, maka tidak mengherankan bahwa di dunia hanya sedikit pemain yang dapat berperan dalam distribusi buah dan sayur.

Salah satu dampak terpenting globalisasi pangan adalah semakin rumitnya penjaminan kecukupan pangan karena semakin terbukanya pasar. Impor manjadi salah satu strategi utama bagi negara manapun dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. Terancamnya ketahanan pangan karena tergantungnya pada impor bahan pangan merupakan biaya yang harus dipikul oleh negara berkembang. Tidak dapat dipungkiri bahwa masuknya pangan impor memberi lebih banyak alternatif pilihan pada konsumen. Pengamatan langsung di pasar tradisional maupun di supermarket juga menunjukkan betapa sistem pangan kita sudah sangat tergantung pada produk buah impor. Rak di kios dan counter buah supermarket semakin di dominasi oleh buah impor seperti jeruk, apel dan pir. Produk buah lokal cendrung menempati posisi marjinal. Akibatnya, secara bertahap selera konsumenakan terpola hanya menyukai segelintir jenis buah saja.

Globalisasi Pangan Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu Negara agraris yang memiliki potensi memajukan pertaniannya menuju keadaaan yang lebih baik. Berdasarkan data Departemen Pertanian, luas lahan sawah Indonesia mencapai 7,6 juta ha. Potensi ini juga didukung oleh kekayaan komoditas dan kesuburan lahan yang sangat baik. Di tahun 2004, gaung ini pun semakin membesar dengan pernyataan pemerintah bahwa Indonesia sudah mencapai swasembada beras. Selain itu pemerintah juga menargetkan swasembada pangan 2014 yang jika mengacu pada FAO(Food and Agriculture Organization) diistilahkan sebagai ketahanan pangan(food security).

Kenyataanya akar permasalahan pangan bukan terletak pada produktivitas jumlah hasil pertanian. JIka kita melihat kepada 3 bagian yang ada pada sektor pertanian, yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi. Maka kita akan dihadapkan kepada masalah yang lebih sederhana yaitu kesesuaian harga pangan. Maka, dibutuhkan ketahanan pangan yang kokoh yang dikelola oleh lembaga negara yang mumpuni dalam hal tersebut.

Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata, dan terjangkau.(Pasal 1 PP No.68 tahun 2002). Ketahanan pangan berarti adanya kemampuan mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang sehat. Lebih jauh lagi, dalam konteks sebuah Negara, kedaulatan pangan berarti terpenuhinya hak masyarakat untuk memiliki kemampuan guna memproduksi kebutuhan pokok pangan secara mandiri. Dari pengertian diatas dapat terlihat bahwa kemampuan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan merupakan hal yang amat penting disamping ketersediaan pangan itu sendiri.

Ketahanan pangan suatu negeri tidaklah ditentukan dari melimpahnya ketersediaan pangan di negeri tersebut, melainkan dari kemampuan masyarakatnya untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka, baik kualitas maupun kuantitasnya (aksesibilitas yang tinggi terhadap pangan).

Secara umum, gambaran ketersediaan dan potensi negeri ini dalam hal pangan adalah luar biasa besar. Letak astronomis Indonesia yang berada tepat pada khatulistiwa, memberi rahmat bagi negeri tropis ini. Matahari yang bersinar sepanjang tahun dengan curah hujan yang tinggi menjadikan Indonesia negeri subur makmur dengan keanekaragaman hayati yang mampu memberi makan penduduknya. Untuk beras saja, jika dilihat dari data-data BPS, tidak ada masalah. Pada tahun 2007 produksi beras Indonesia mencapai 33 juta ton. Jumlah ini adalah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat yang mencapai 30 juta ton, dengan standar konsumsi beras 133 kg/kapita/tahun.

Sampai hari ini terjadi perbedaan harga yang cukup tinggi antara harga produksi pertanian dengan harga jual di masyarakat(konsumsi) khususnya pada komoditas beras. Harga beli beras dari petani saat ini antara Rp2300-Rp2400/kg (ekuivalen dengan biaya produksi Rp.1850/kg) sedangkan harga jual di masyarakat berkisar antara Rp4800-Rp5500/kg. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa bagian distribusi yang dikuasai oleh BULOG dan para tengkulak meraup keuntungan hampir sama dengan biaya produksi(cost production) per kg beras.

Dua akibat dari ketidaksesuaian harga ini antara lain kesejahteraan petani yang sulit meningkat dan rakyat yang sulit mendapatkan beras. Ironisnya, Turunan dari kedua permasalahan itulah yang justru kini menjadi fokus pemerintah.

Oleh karena itu, perlu ada keberanian dari pemerintah dalam hal ini BULOG untuk mengurangi keuntungan mereka. Selain itu harus ada upaya pemerintah dalam melindungi petani dari jeratan tengkulak. Pemerintah harus menyediakan uang jaminan kepada para petani untuk menjamin petani jika mengalami kerugian.

Kesulitan terbesar untuk melakukan solusi ini adalah intervensi asing. Pada tahun 1996 IMF melalui LOI (Letter of Intent) mengintervensi pemerintah agar membuat undang-undang yang memberikan hak kepada mekanisme pasar semua harga pangan di Indonesia. Mekanisme pasar yang pada kenyataanya hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan.Jadi, upaya terbesar sebenarnya terletak pada pemerintah saat ini. Apakah Indonesia dapat menjadi Negara yang mandiri dalam hal pangan atau tidak. Semua tergantung political will dari pemerintah. Tentunya, kita pun harus membangun masyarakat yang inovatif dan kreatif. Sehingga, masyarakat menjadi basis yang sesungguhnya, menjadi insan-insan perbaikan yang memiliki kesadaran bahwa merekalah pemain sebenarnya.

Kesimpulan

Dari beberapa pemaparan di atas yang berkaitan dengan Globalisasi Pangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :
  • Globalisasi pangan bukan lagi fenomena baru karena telah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu seiring dengan perpindahan tumbuhan dan hewan sumber pangan sebagai buah pergerakan manusia menembus batas-batas wilayah
  • Globalisasi menuntut setiap produsen untuk menjadi lebih efesien, memiliki kualitas produk prima dan terjangkau di masyarakat.
  • Globalisasi dapat meruntuhkan sistem ketahanan pangan sebuah bangsa, karena dengan adanya globalisasi maka dengan mudah, setiap barang produksi dari luar dapat masuk dan bersaing secara langsung dari hasil produksi dalam negeri.
  • Globalisasi mengandalkan dua mantra sakti yakni liberalisasi dan harmonisasi.
  • Salah satu dampak terpenting globalisasi pangan adalah semakin rumitnya penjaminan kecukupan pangan karena semakin terbukanya pasar.
Saran

Berdasarkan fenomena munculnya globalisasi pangan ini menuntut rakyat Indonesia harus bersaing dengan warga asing yang datang dan mwnawarkan barang dan jasanya sehingga oleh pemerintah harus mengawasi pergerakan globalisasi pangan ini dengan memberikan kebijakan yang pro rakyat. Salah satunya dengan menetapkan harga sesuai jenis barangnya sehingga kesejahteraan petani/rakyat bisa terjaga meski harus bersaing dengan produk dari luar.

Daftar Pustaka

Anonim, 2008, Dampak Globalisasi bagi Krisis Pangan. http://www.dw-world.de/dw.0.6.01., diakses pada tanggal 2 Oktober 2009

Anonim, 2009, Globalisasi Ancam Berbagai Macam Pangan Suku Pribumi, http://www.aplausthelifestyle.com/,. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2009.

Galih;Nugroho, 2009, Efek Globalisasi dalam Ketahanan Pangan, http://nugrohogalih.wordpress.com., diakses pada tanggal 2 Oktober 2009.


Widianarko, B. 2005, Revitalisasi Pangan dan Dialog Peradaban, PT. Grasindo. Jakarta.


Widiarnako,B. 2002b. Food Safety:A paradox of Globalization, 2002 EWC/EWCA International Confrence, Kuala Lumpur, Malaysia.

Komentar

thophick@agriculture_uh mengatakan…
hi, slam knal ya..
tolong dikrimi file mngenai globalisasi pngannya dong.

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux