Pengujian Kesehatan Benih Jagung dan Padi dengan Metode Blotter Test dan Ekstraksi Benih
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan peningkatan dalam usaha tani sangant dipengaruhi oleh input berbagai faktor produksi yang salah satunya adalah penggunaa benih bermutu. Kesadaran petani untuk menggunakan benih unggul dalam usaha taninya sudah cukup tinggi. Namun dalam pelaksanaanya perlu disertai dengan kesadaran penggunaa benih unggul yang bermutu tinggi dan benar. Dengan menggunakan benih bermutu diharapkan akan meningkatkan produktivitas per satuan luas, dapat mengurangi serangan hama penyakit dll. Peningkatan produksi akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani apabila ada jaminan pasar dengann harga yang memadai.
Bermutu berarti benih tersebut harus asli, berkualitas yang memiliki standar mutu baik secara fisik, fisiologis, dan genetis yang berlaku secara internasional yang ditetapkan oleh Internasional Seed Testing Association (ISTA) dan mencerminkan karakteristik varietas yang diwakilinya sesuai deskripsi, hidup dapat tumbuh apabila ditanam, sehat, agar tidak menyebarkan penyakit terbawa benih atau Seed Bourne Deseases dan bersih terutama dari biji gulma, benih tidak menjadi sumber investasi gulma. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian mutu benih seperti pengujian daya berkecambah, kemurnian benih, kadar air hingga pengujian kesehatan benih.
Pengujian kesehatan benih merupakan suatu tindakan untuk memastikan ada tidaknya mikroorganisme patogenik yang terbawa oleh benih dan mengetahui tingkat kesehatan suatu benih. Pentingnya uji kesehatan benih dilakukan karena penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih sehingga merugikan kualitas dan kuantitas hasil. Benih dapat menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana hama dan penyakit itu tidak ada sebelumnya. Sehingga baik cendawan, bakteri, virus dan serangga (hama lapang dan gudang) yang semula dari infeksi yang terbawa oleh benih dapat merusak tanaman, dengan dilakukan uji kesehatan benih fatogen akan terdekteksi dan dapat mengurangi penyakit pada benih tersebut dan merupakan informasi tentang adanya suatu resiko.
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam pengujian kesehatan benih. Pengujian dapat dilakukan dengan pengamatan visual langsung pada benih atau menggunakan metode Blotter test (pengujian dengan menggunakan kertas hisap) dimana benihnya disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin. Selain itu, dapat juga dilakukan pengujian dengan metode pencucian dan ekstraksi dan metode growing on test.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan praktikum mengenai pengujian kesehatan benih dengan menggunakan beberapa metode untuk mengidentifikasi cendawan/patogen yang terbawa oleh benih sehingga dapat diketahui tingkat kesehatan benih yang dapat berpengaruh pada mutu benih.
Tujuan
Mengamati visual benih yang telah disimpan dan mendeteksi cendawan/patogen terbawa benih dengan metode Blotter tes dan Metode Penghalusan.
Hipotesis
Terdapat cendawan/patogen yang terbawa oleh benih yang dapat mempengaruhi viabilitas benih.
TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan Benih
Pengujian kesehatan benih adalah melihat kesehatan benih secara seksama, apakah benih tersebut mengandung patogen yang menyebabkan benih terjadi penyimpangan atau perubahan dari keadaan normal yang menyebabkan benih tersebut tidak bisa melakukan fungsinya secara normal sebagai bahan perbanyakan tanaman. Benih bermutu dengan kualitas yang tinggi selalu diharapkan oleh petani. Oleh karena itu, benih harus selalu dijaga kualitasnya sejak diproduksi oleh produsen benih, dipasarkan hingga sampai di tangan petani untuk proses penanaman. Untuk menjaga kualitas benih tersebut, maka peranan pengujian benih menjadi sangat penting dan harus dilakukan terhadap benih baik ditingkat produsen benih, pedagang benih maupun pada tingkat petani.
Menurut Sutopo (2002) pentingnya uji kesehatan benih dilakukan adalah karena penyakit pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil, benih dapat menjadi pengantar baik hama maupun penyakit ke daerah lain dimana hama dan penyakit itu tidak ada sebelumnya. Sehingga baik cendawan, bakteri, virus dan serangga (hama lapang dan gudang) yang semula dari infeksi yang terbawa oleh benih dapat merusak tanaman, dengan dilakukan uji kesehatan benih patogen akan terdeteksi dan dapat mengurangi penyakit pada benih tersebut.
Patogen pada benih dapat mengganggu perkecambahan dan pertumbuhan benih dengan demikian merugikan kualitas dan kuantitas hasil. Kulit benih dan struktur disekitarnya dapat mempengaruhi kemampuan perkecambahan benih melalui penghambatan terhadap penyerapan air, pertukaran gas, difusi inhibitor endogenous atau penghambatan pertumbuhan embrio. Sementara jika penghambatan perkecambahan terjadi pada benih yang tidak mempunyai kulit keras atau tidak memerlukan skarifikasi untuk penyerapan air, maka kemungkinan penyebabnya adalah penghambat bagian lain dari benih misalnya endosperma (Watkins dan Cantliffe, 1983). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tingkat hambatan endosperma dalam benih dipengaruhi oleh lama imbibisi, suhu perkecambahan, ketersediaan oksigen dan perlakuan pada benih.
Benih dikatakan sehat jika benih tersebut bebas dari patogen, baik berupa bakteri, cendawan, virus maupun nematoda. Patogen adalah suatu kesatuan hidup yang dapat menyebabkan penyakit. Sedangkan patogenisitas adalah kemampuan relatif dari suatu patogen untuk menyebabkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkannya kemungkinan dapat terjadi pada kecambah, tanaman muda ataupun tanaman yang telah dewasa. Semua golongan patogen seperti cendawan, bakteri, virus, dan nematoda dapat terbawa oleh benih. Hal ini dapat terjadi karena benihnya telah terinfeksi atau kerena kontaminasi pada permukaan benih. Kebanyakan patogen yang terbawa benih menjadi aktif segera setelah benih disebar atau disemaikan. Sebagai akibatnya benih menjadi busuk atau terjadi damping off sebelum atau sesudah benih berkecambah.
Cendawan, bakteri, virus dan serangga yang bermula dari infeksi yang terbawa oleh benih. Dapat merusak setelah tanaman hidup dilapang. Uji kesehatan benih umumnya pemeriksaan ditekankan pada cendawan atau bakteri patogen baik yang berasal dari lapang maupun dari gudang penyimpanan yang bersifat xerophytic. Uji kesehatan benih hanya memberikan suatu informasi tentang kemungkinan adanya resiko.
Pengujian benih dalam kondisi lapang biasanya kurang memuaskan karena hasilnya tidak dapat diulang dengan konsisten. Karena itu, pengujian dilaboratorium dilaksanakan dengan mengendalikan faktor lingkungan agar mencapai perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi kebanyakan contoh benih. Kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya. Terdapat bermacam-macam metode uji perkecambahan benih, setiap metode memiliki kekhususan tersendiri sehubungan dengan jenis benih diuji, jenis alat perkecambahan yang digunakan, dan jenis parameter viabilitas benih dinilai. (Anonim, 2003). Berdasarkan substratnya, metode uji perkecambahan benih dapat digolongkan kedalam menggunakan kertas, pasir dan tanah.
Pengujian Cendawan
Cendawan terbawa benih dapat menimbulkan penyakit pada tanaman sebelum benih berkecambah, pada waktu tanaman masih muda atau menjelang berbunga atau berbuah. Selain dapat menyebabkan penyakit pada tanaman itu sendiri, cendawan dapat pula menjadi sumber infeksi untuk tanaman lain. Cendawan dapat mempertahankan diri di lapang misalnya pada sisa tanaman dan gulma. Pada keadaan ini cendawan akan menjadi sumber inokulum. Meskipun saat penanaman menggunakan benih yang sehat, tetap terserang penyakit. Cendawan terbawa benih dapat bertahan lama di lapang (Sugiharso at al. 1980). Informasi tentang asosiasi cendawan pada benih serta peran dari masing-masing cendawan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan bibit dan tanaman sehat di lapang.
Terdapat beberapa teknik dalam pengujian Cendawan :
a. Teknik Inkubasi Cendawan dengan metode blotter test (Metode kertas saring)
Benih disterilkan dengan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquadest steril sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan tissue steril. Kemudian benih disusun pada petridish yang telah dilapisi kertas saring steril. Petridish diletakkan di ruang inkubasi dibawah lampu NUV (Near Ultra Violet) dengan 12 jam gelap dan 12 jam terang selama 7 hari. Setelah 7 hari pertumbuhan cendawan diamati dengan menggunakan compound mikroskop.
b. Teknik Inkubasi Cendawan dengan Metode Agar Test
Benih disterilkan dengan natrium hipoklorit 1% selama 1 menit kemudian dibilas dengan aquadest steril sebanyak 3 kali dan dikeringkan dengan tissue steril. Untuk benih besar, benih dipotong terlebih dahulu sedangkan untuk benih kecil langsung ditanam pada media agar (PDA) yang telah disiapkan di petridish. Petridish diletakkan di ruang inkubasi dibawah lampu NUV (Near Ultra Violet) dengan 12 jam gelap dan 12 jam terang selama 7 hari. Setelah 7 hari pertumbuhan cendawan diamati dengan menggunakan compound mikroskop.
Gambar Koloni Rhizobium yang tumbuh dalam media cawan agar.
Pengujian Bakteri
Metode pengujian kesehatan benih yang digunakan pada dasarnya tergantung pada macam benih dan organisme pengganggu tanaman yang mungkin terdapat pada benih tersebut. Keberadaan suatu patogen seringkali baru dapat diketahui dengan pasti setelah melalui teknik pemeriksaan atau pengujian tertentu.
Pada pengujian bakteri patogen terbawa benih hal yang perlu diperhatikan adalah kesterilan media tumbuh dan ruang kerja. Penggunaan media yang tidak steril atau ruang kerja tidak steril kemungkinan besar akan terjadi kontaminasi sehingga akan menyulitkan dalam mengidentifikasi bakteri yang terdapat pada benih tersebut.
Pengujian Virus
Benih memegang peranan penting dalam budidaya tanaman. Kualitas benih yang baik merupakan syarat penting untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan menguntungkan. Salah satu karakter mutu adalah tidak terdapatnya patogen terbawa benih, yang salah satunya adalah virus. Kerugian secara ekonomis akibat serangan virus sering tidak dapat diketahui secara pasti, karena pada kondisi lapang infeksi virus atau patogen lainnya sering terjadi secara simultan (Balitsa, 2006).
Untuk mengetahui ada tidaknya gejala virus pada suatu tumbuhan dapat dilakukan melalui beberapa pengujian antara lain:
a. Pengujian Growing on Test
Menyiapkan media tanam pasir dan kompos (1:1), mengambil benih secara acak dari sampel benih dan menanam benih tersebut pada media yang telah disiapkan dan mengamati dan mencatat gejala-gejala yang timbul pada tanaman.
b. Pengujian Tanaman indikator
Menyiapkan tanaman indicator misalnya tembakau, menyiapkan ekstrak daun yang memiliki gejala terserang virus, menaburi daun tanaman indicator dengan carborundrum, mengolesi daun indicator tersebut dengan ekstrak daun dengan menggunakan cotton bud. Kemudian daun tersebut disemprot dengan aquades dan dibiarkan selama 3-4 hari atau setelah menunjukkan adanya gejala.
c. Pengujian Ellisa
Metode Ellisa disebut juga metode langsung (Direct Elisa/DAS Elisa) yang merupakan metode pengujian untuk mengetahui suatu sampel mengandung virus atau tidak.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Benih Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB, pada bulan Mei 2012.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih jagung (Nei dan MR14), benih padi (ciherang dan cigeulis), media Natrium agar, media YDCA, kertas merang, spirtus dan aquades.
Alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas kimia, gelas ukur, erlenmeyer, pinset, lampu spirtus, autoklaf, laminar airflow, pipet ukur,
Metode Praktikum
1. Metode Blotter Test
Kertas saring sebanyak 2 lembar diletakan di dalam cawan petri dan dilembabkan dengan air steril. Benih diletakakan diatas cawan petri sebanyak 10 butir (jagung) dan 15 butir (padi). Benih diinkubasi sesuai metoda :
a. Suhu kamar
Cawan petri diinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari, kemudian diamati.
b. Suhu dingin
Cawan petri diinkubasi selama 1 hari pada suhu ruang, kemudian dipindahkan ke pendingin selama 1 hari, selanjutnya dipindahkan kembali ke suhu ruang selama 5 hari.
Pengamatan dilakukan terhadap perkecambahan benih, jumlah benih yang ditumbuhi cendawan, dan jenis cendawan yang tumbuh pada benih.
2. Metode Ekstraksi/Penghalusan
Sebanyak 400 butir benih padi (±10 g) dimasukkan kedalam 90 ml air steril (aquades), air ditambahkan bertahap sambil benih digerus. Suspensi kemudian disimpan pada suhu dingin (±5 0C) selama 2 jam. Setelah itu, suspensi diambil dan diencerkan bertingkat hingga 10-6 . Suspensi diplanting pada media Natrium agar dan YDCA (media khusus Xoo). Suspensi yang telah diplanting pada media kemudian disimpan pada suhu ruang selama 1 minggu dan diamati jumlah koloni Xoo, keberadaan patogen lain, perubahan warna dan total infeksi patogennya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode Blotter Test
Pengujian kesehatan dengan metode Blotter test dilakukan pada benih jagung (Nei dan MR14) dan pada benih padi (Ciherang dan Cigeulis). Pengamatan keberadaan patogen/cendawan pada benih jagung dan padi setelah benih disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin dalam cawan petri selama 5-7 hari. Pengamatan koloni yang tumbuh berbentuk sirkular, cembung (convex), berwarna kuning, hijau, putih, hitam, permukaannya halus dan tumbuh menepi. Adapun hasil pengamatan kesehatan benih dengan metode Blotter test dapat ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kondisi benih yang terinfeksi patogen/cendawan dengan metode Blotter Tes.
Perl
|
Var
|
Putih
|
Hitam
|
Kuning
|
Hijau
|
coklat
|
Σ benih ditanam
|
Bersih
|
benih ternfeksi
|
% infeksi
|
Suhu Ruang
|
Nei
|
10
|
6
|
1
|
2
|
0
|
15
|
0
|
15
|
100.00
|
MR14
|
4
|
13
|
0
|
1
|
0
|
15
|
1
|
14
|
93.33
|
|
Ciherang
|
3
|
2
|
0
|
0
|
1
|
25
|
14
|
11
|
44.00
|
|
Cigeulis
|
2
|
1
|
0
|
0
|
1
|
25
|
16
|
9
|
36.00
|
|
AC
|
Nei
|
7
|
11
|
0
|
1
|
1
|
15
|
1
|
14
|
93.33
|
MR14
|
1
|
1
|
0
|
0
|
2
|
15
|
10
|
5
|
33.33
|
|
Ciherang
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
25
|
22
|
3
|
12.00
|
|
Cigeulis
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
25
|
24
|
1
|
4.00
|
Tabel 1 menunjukkan bahwa pada perlakuan suhu ruang, benih jagung var Nei memiliki persentase infeksi yang tinggi (100%) dibandingkan var MR14 (93.33%). Sementara pada suhu AC, var Nei lebih banyak terinfeksi (93.33%) dibandingkan var MR14 (33.33%). Sedangkan pada benih padi var Ciherang total infeksinya lebih tinggi (44.00%) dibandingkan Cigeulis (36.00%) pada suhu ruang. Pada suhu AC, var Ciherang juga memiliki total infeksi lebih tinggi (12.00%) daripada Cigeulis (4.00%).
Pada suhu ruang, benih jagung dan padi rata-rata jumlah benih yang terinfeksi lebih banyak Nei (15), MR14 (14), Ciherang (11) dan Cigeulis (9) dibandingkan dengan perlakuan suhu AC seperti Nei (14), MR14 (5), Ciherang (3) dan Cigeulis (1). Pada suhu ruang memiliki rata-rata infeksi patogen/cendawan lebih tinggi dibandingkan dengan ruang AC. Hal ini diperkirakan karena suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. Selain itu, Kelembaban yang tinggi dapat membantu pembentukan spora dan meningkatkan infeksi. Perlakuan suhu 20 0C, 25 0C, suhu ruang dan 35 0C meningkatkan jumlah koloni dan kelangsungan hidup cendawan, namun tidak meningkatkan patogenisitasnya (Sukarno, et al. 2008). Infeksi patogen dapat terjadi apabila tersedia air dengan kelembaban yang tinggi, sehingga membantu penyebaran spora (Sukamto et al., 1997).
Metode Ekstraksi/Penghalusan
Pengamatan pada metode ekstraksi/penghalusan benih padi memberikan hasil penumbuhan bakteri pada media YDCA dan NA menghasilkan koloni yang tumbuh berbentuk sirkular, cembung (convex), berwarna kuning, permukaannya halus dan tumbuh menepi. Adapun hasil pengamatan patogen dan cendawan pada media YDCA dan NA disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan patogen/cendawan yang
terinfeksi pada benih padi dengan metode penghalusan
Pengenceran
|
Perlakuan
|
Varietas
|
Kuning
|
Putih
|
Orange
|
Total Infeksi
|
10-4
|
YDCA
|
Ciherang
|
70
|
106
|
1
|
177
|
10-5
|
YDCA
|
Ciherang
|
34
|
93
|
0
|
127
|
10-6
|
YDCA
|
Ciherang
|
11
|
34
|
0
|
45
|
10-4
|
YDCA
|
Cigeulis
|
117
|
179
|
0
|
296
|
10-5
|
YDCA
|
Cigeulis
|
11
|
160
|
2
|
173
|
10-6
|
YDCA
|
Cigeulis
|
5
|
138
|
0
|
143
|
10-4
|
NA
|
Ciherang
|
3
|
37
|
26
|
66
|
10-5
|
NA
|
Ciherang
|
32
|
94
|
0
|
126
|
10-6
|
NA
|
Ciherang
|
0
|
56
|
0
|
56
|
10-4
|
NA
|
Cigeulis
|
121
|
132
|
0
|
253
|
10-5
|
NA
|
Cigeulis
|
22
|
3
|
9
|
34
|
10-6
|
NA
|
Cigeulis
|
2
|
0
|
1
|
3
|
Tabel 2 menunjukkan bahwa varietas Ciherang pada media YDCA memiliki total infeksi terendah pada pengenceran 10-6 (45) dan tertinggi pada pengenceran 10-4 (177). Hal sama juga terjadi pada varietas Cigeulis dengan media YDCA memiliki total infeksi terendah pada pengenceran 10-6 (143) dan tertinggi pada pengenceran 10-4 (296). Pada media NA dengan varietas Ciherang memiliki total infeksi terendah pada pengenceran 10-6 (56) dan tertinggi pada pengenceran 10-5 (126). Sedangkan pada varietas Ciguelis juga memiliki total infeksi terendah pada pengenceran 10-6 (3) dan total infeksi tertinggi pada pengenceran 10-4 (253).
Secara umum bakteri patogen pada media YDCA atau NA koloninya berwarna kuning, berbentuk bulat, penampakan basah dan permukaan halus. Pada media YDCA memiliki total infeksi terbanyak pada varietas Ciherang dan Cigeulis. Patogen (Xanthomonas campestris pv. oryzae) yang tumbuh dalam media selektif (YDCA) akan di peroleh membiak secara murni. Bakteri Xanthomonas pv. oryzae yang berwarwa kuning, mengkilat, permukaan licin dengan lender (Khoiriri dan Maesyaroh, 2010). Pengamatan dengan melihat warna koloni yang terbentuk yaitu warna putih atau kuning pada media YDCA. Apabila bakteri menunjukkan warna kuning maka reaksi tersebut adalah positif. Selain itu, menurut Suryadi et al., (2006) bahwa konsentrasi minimum Ag Xoo yang masih dapat terdeteksi adalah pada pengenceran 10-3 (konsentrasi kira-kira 104 sel/ml).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Suhu ruang memiliki rata-rata infeksi patogen/cendawan lebih tinggi dibandingkan dengan ruang AC.
- Media YDCA dengan pengenceran suspensi 10-4 memiliki total infeksi terbanyak pada padi varietas Ciherang dan Cigeulis.
- Cendawan/patogen terbawa benih akan mempengaruhi viabilitas dan mutu benih.
Saran
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah dengan melakukan pengujian kesehatan dengan metode lain tidak pada benih tanaman pangan saja tapi juga pada benih perkebunan/hortikultura.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Modul Melakukan Pengujian Benih, https://docs.google.com/view er?a=v&q=cache:gVOupsyWb94J:linkpendidikan.com/files/view.php%3Ffile%3Dmodul-materi/pertanian/tanaman/melakukan_pengujian_benih.pdf. diakses pada tanggal 15 Juni 2012.
Ernaningtyas Yeti. 2012. Pengujian Kesehatan Benih Tanaman Perkebunan. http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/index.php?option=com_content&view =article&id=128:pengujian-kesehatan-benih-tanaman-perkebunan, diakses pada tanggal 15 Juni 2012.
Khoiri
Syaiful dan Maesyaroh Siti Syarah. 2010. Penyakit
Penting Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus), http:// syaifulkhoiri08.student.ipb.ac.id/, diakses pada tanggal 19 Juni 2012.
Mahbub. 2010. Uji Kesehatan
Benih. http://bubub99.blogspot.com/2010/05/uji-kesehatan-benih.html?zx=761e72f60308bed8. diakses pada tanggal 15 Juni 2012.
Pedoman Laboratorium Pengujian Mutu Benih Tanaman
Pangan dan Hortikultura. 2006. Dirjen tanaman Pangan dan Holtikultura.
Departemen Pertanian.
Sukamto, S., H. Semangun, dan A. Harsoyo. 1997. Identifikasi beberapa isolat jamur
dan sifat antagonisnya terhadap Phytophthora
palmivora pada kakao. Pelita Perkebunan.
13(3):148-160.
Sukarno, Nampiah; Suharsono, Utut Widyastuti; Hadi, Upik Kesumawati. 2008. Proses Kolonisasi Dan Kelangsungan Hidup
Cendawan Transforman Aspergillus Sp.-Gfp Sebagai Agen Pengendali Hayati Vektor
Demam Berdarah. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/6836. diakses pada tanggal 19 Juni 2012.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Universitas Brawijaya. Raja Grafindo Persada Jakarta.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Universitas Brawijaya. Raja Grafindo Persada Jakarta.
Watkins, J.T. and D.J. Cantliffc` 1983. Mechanical
resistance of the seed coat and endosperm during germination of Capsicum annuum
at low temperature. Plant Physiol. 72: 146-150.
Y. Suryadi, T.S. Kadir, dan M. Machmud, 2006,
Deteksi Xanthomonas Oryzae pv. Oryzae, Penyebab Hawar Daun
Bakteri pada Tanaman Padi, Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan Vol. 25 No. 2 2006.
Lampiran Gambar
Gambar Pengujian kesehatan benih padi dengan metode Blotter test
Gambar Pengujian kesehatan benih jagung dengan metode Blotter test
Gambar Pengenceran Suspensi 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 , 10-6
Gambar Planting Suspensi pada media NA
Komentar