ANALISA PROLIN UNTUK EVALUASI VIGOR BENIH KEDELAI


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai  merupakan  komoditas  pertanian  yang  sangat  penting,  karena  memiliki manfaat yang multi guna. Kedelai dapat dikonsumsi langsung dan dapat juga digunakan sebagai bahan baku agroindustri dan untuk keperluan industri pakan ternak.
Kebutuhan kedelai nasional Indonesia meningkat tiap tahunnya dan telah mencapai 2,2 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan 35–40%, sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor (1,2 juta ton). Pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi kedelai melalui berbagai program, diantaranya berupa menghasilkan inovasi teknologi yang mendukung program meningkatan produksi kedelai (Setneg 2010).
Upaya peningkatan produksi pertanian di Indonesia khususnya tanaman kedelai oleh pemerintah terus dilakukan melalui program intensifikasi, ektensifikasi dan rehabilitasi dalam persfektif sistem usaha tani menuju peningkatan pendapatan. Salah satu kendala pengembangan kedelai adalah melalui perluasan areal tanam secara ekstensifikasi di lahan kering. Potensi sumberdaya lahan kering yang dapat dimanfaatkan bagi ekstensifikasi yang cukup luas dapat dilakukan di luar pulau Jawa seperti Pulau Sumatera dan Kalimantan (Arsyad, 2004). Untuk mendukung upaya pengembangan areal tersebut diperlukan ketersediaan varietas yang sesuai pada wilayah atau agroekosistem yang bersangkutan.
Pengujian vigor kekuatan tumbuh benih pada kondisi kekeringan dapat diamati pada gejala fisiologi dan biokimia. Gejala fisiologi yang dapat mengindikasikan vigor adalah kecepatan tumbuh (KCT) dan spontanitas tumbuh (KSP) sedangkan gejala biokimia yang dapat dikembangkan sebagai tolok ukur adalah akumulasi prolin bebas. Hubungan antara akumulasi prolin dan kekeringan telah banyak diteliti oleh para peneliti dan pakar fisiologi tanaman. Barrnet dan Naylor (1966) telah melaporkan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya akumulasi prolin bebas dan asparagin bebas pada sulur rumput Bermuda (Cynodon dactylon L.).
Prolin pada kondisi cekaman kekeringan berperan sebagai penetralisir racun amoniak bebas yang diproduksi berlebihan dalam daun dan berfungsi juga sebagai substrat selama respirasi serta sumber energi selama penyembuhan tanaman setelah cekaman. Prolin adalah asam amino yang proporsinya dapat bertambah lebih cepat daripada asam amino lainnya dalam jaringan tanaman pada kondisi kekeringan. Kadar prolin dalam jaringan tanaman dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat toleran galur, varietas atau somaklon terhadap kekeringan
          Liu et al., dalam Husni et al., (2006) mengatakan bahwa kemampuan mengakumulasi prolin bebas pada varietas yang toleran kering selama kondisi cekaman kekeringan sangat nyata dibandingkan dengan varietas peka. Dengan demikian dapat disimpulkan kandungan prolin yang tinggi dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi toleran terhadap kekeringan.
Pendekatan lainnya dapat dilakukan dengan metode simulasi dengan menggunakan PEG (polietilena glikol) yang diberikan pada media perkecambahan untuk mengetahui cekaman kekurangan air. Larutan PEG mampu menahan air sehingga air tidak tersedia bagi tanaman. Sifatnya yang larut dalam air, tidak bersifat toksit terhadap pertumbuhan tanaman, dan tidak mudah diserap, sehingga PEG dijadikan senyawa yang efektif untuk menimbulkan kondisi kekeringan. Dengan larutan PEG, cekaman dapat diterapkan secara homogen terhadap pertumbuhan tanaman yang diseleksi. 

Tujuan

          Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menganalisa kandungan prolin dalam mengevaluasi vigor benih kedelai.

Hipotesis

1. Terdapat varietas kedelai tertentu yang tahan terhadap cekaman PEG pada masing-masing tolok ukur.
2. Terdapat variasi kandungan prolin pada beberapa varietas benih kedelai yang diuji.
3. Kandungan prolin berkorelasi dengan ketahanan benih setelah perlakuan cekaman.

TINJAUAN PUSTAKA


Ukuran Varietas Benih Kedelai

Panjang benih kedelai kurang lebih 12 mm namun, secara umum ukuran benih kedelai dinyatakan dalam bobot 100 butir benih (Vaughan, 1985). Menurut Adie & Krisnawati (2007) biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis. Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat dan sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Pengelompokan  ukuran biji kedelai berbeda antarnegara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar (berat > 14g/100 biji), sedang (10–14g/100 biji) dan kecil (< 10 g/100 biji. Biji sebagian besar tersusun oleh kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji (lesta). Antara kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan endosperm.
Bentuk dan ukuran pori-pori kulit benih berbeda antara benih berukuran besar atau berukuran kecil. Pada benih berukuran besar jumlah pori-porinya lebih layak dan bentuknya lebih memanjang serta berdiameter lebih kecil, sedangkan pada benih berukuran kecil jumlah pori-porinya lebih sedikit dan bentuknya lebih pendek serta berdiameter lebih lebar (Calero et al. 1981).
Proses imbibisi pada benih dipengaruhi oleh sifat kimia dan fisik benih. salah satu sifat fisik benih yaitu ukuran benih. Hill et al. (1986) menyatakan bahwa setiap penurunan 1 mg bobot benih akan meningkatkan 0,8 kali permeabilitas benih. Jadi semakin kecil ukuran benih maka sifat impermeabilitasnya akan semakin tinggi. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Mugnisjah et al. (1978) dan Calero et al. (1981), bahwa selama proses imbibisi benih kedelai berukuran besar menyerap air lebih cepat daripada benih berukuran kecil. Ini disebabkan karena nisbah bobot kulit benih terhadap bobot benih pada benih berukuran besar lebih rendah daripada benih berukuran kecil.

Pengaruh Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman
Hambatan peningkatan produksi lahan kering adalah defisit air, langkanya varietas yang tahan kekeringan dan terbatasnya teknik budidaya. Defisit air mempengaruhi turgiditas sel, permeabilitas sel, transport bahan organik dan anorganik serta komponen molekular. Laju pertumbuhan sel-sel berada pada turgor maksimum. Apabila tekanan turgor lebih rendah dari nilai maksimumnya maka sel tanaman akan mengalami cekaman air (Badaruddin, 1995).
Cekaman air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu: kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun, dimana laju evapotranspirasi melebihi jauh absorpsi air oleh akar tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup jenuh. Dengan demikian jelaslah bahwa cekaman air pada tanaman dapat terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan air.
Bayer dan Barbara (1976) menyatakan bahwa defisit air mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini disebabkan oleh hilangnya turgiditas yang dapat menghentikan pembelahan sel, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa pengaruh yang paling penting dari kekeringan adalah pengurangan luas permukaan fotosintesis yang diakibatkan oleh penurunan luas permukaan daun dan terlalu awalnya terjadi proses penuaan (senesens) daun.
Cekaman air yang sedikit saja (-1 sampai -3 bar) cukup menyebabkan lambat atau terhentinya pembelahan sel dan pembesaran sel (antara lain perluasan daun). Bila suatu tanaman mengalami cekaman air yang semakin berat sebagai akibat kurangnya hujan atau irigasi, defisiensi organ-organ yang baru dan perluasan/pembesaran organ yang sudah ada yang terkena pengaruh pertama kali. Kemudian cekaman yang lebih lanjut baru menyebabkan berkurangnya laju fotosintesis (Rachmaniar, 2007).
Beberapa pendekatan dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan simulasi kekeringan dengan menggunakan larutan PEG (polietilena glikol) yang mampu menahan air sehingga tidak tersedia bagi perkecambahan kedelai.  Widoretno et al., (2002) mengemukakan bahwa pemberian larutan PEG pada media perkecambahan berpengaruh negatif terhadap proses perkecambahan benih kedelai. PEG dapat menghambat proses perkecambahan kedelai dengan menurunnya potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, bobot kering kecambah, panjang akar, dan panjang hipokotil. Konsentrasi 20 % PEG efektif membedakan indeks PTM (Potensi Tumbuh Maksimum), PEG 15% untuk DB (Daya Berkecambah), PEG 10% untuk PH (Panjang Hipokotil) dan PEG 5 % untuk peubah bobot kering kecambah dan panjang akar.
Hasil penelitian Hamama (2010) mengemukakan penggunaan PEG 6000 untuk mengetahui cekaman yang terjadi pada dua varietas jagung (Arjuna dan Bisma) terjadi pada saat penggunaan PEG sebesar -0.6 Mpa. Pada konsentrasi tersebut daya berkecambah kedua varietas tersebut menurun dari 100 % (kontrol) menjadi 50% setelah di berikan cekaman. Lindasari (2011) mengemukakan bahwa penggunaan PEG dengan tekanan -0.2 Mpa menyebabkan penurunan viabilitas dan vigor benih secara nyata pada benih padi gogo varietas Towuti dan Situ Patenggang.

Akumulasi Prolin Bebas pada Kondisi Kekeringan
Prolin merupakan satu-satunya asam amino dasar yang memiliki dua gugus samping yang terikat satu-sama lain (gugus amino melepaskan satu atom H untuk berikatan dengan gugus sisa). Fungsi terpenting prolin adalah sebagai komponen protein. Pada sel tumbuh-tumbuhan tertentu yang terpapar pada kondisi lingkungan yang kurang cocok seperti kekeringan akan menghasilkan prolin untuk menjaga keseimbangan osmotik sel.
Menurut Bates et al. (1973) kandungan prolin pada tanaman meningkat secara proporsional lebih cepat dibandingkan dengan asam amino lain pada kondisi cekaman kekeringan. Kriteria ini dapat dimanfaatkan sebagai suatu tolok ukur untuk mengevaluasi varietas-varietas yang tahan terhadap-kondisi kekeringan. Hubungan antara akumulasi prolin bebas dan cekaman kekeringan ini, telah benyak diteliti oleh para peneliti dan pakar fisiologi tanaman. Barnett and Naylor (1966) yang melakukan  penelitian pada sulur rumput Bermuda (Cynodon dactylon.L), melaporkan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan akumulasi prolin bebas sebesar 10-100 kali dan asparagin bebas sebanyak 2-6 kali; keduanya merupakan karakter respon tanaman terhadap cekaman kekeringan.
Prolin disintesis dan diakumulasi dari asam glutamat serta diduga selama cekaman kekeringan air pro lin berfungsi sebagai cadangan makanan. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Handa et al., (1986) yang melakukan penelitian mengenai kultur sel tomat (LycopersicOl(.e~culentum cv VENT-Cherry) bahwa peningkatan tekanan osmotik (dengan memberikan perlakuan beberapa taraf konsentrasi PEG) telah meningkatkan akumulasi prolin bebas.
Maggio et al., (2002) mengemukakan bahwa akumulasi prolin merupakan konsekuensi dari peningkatan asam amino bebas dan tidak semata-mata karena pengaruh induksi dan ekspresi gen secara langsung. Ia menambahkan bahwa ketika tanaman berada pada lingkungan stress, seperti kekeringan, salinitas tinggi, dan temperatur yang rendah, tanaman aktif memproduksi berbagai macam metabolit dan sistem pertahanan untuk tetap bertahan hidup. Contohnya, osmoprotektans, seperti prolin (pro), glycine betaine, mannitol, dan gula untuk toleransi terhadap cekaman.
Claussen (2004) mengemukakan bahwa semakin stres cekaman yang di alami tanaman (tomat) maka semakin tinggi kadar prolinnya. Hasil tersebut tercermin dari konsentrasi prolin yang lebih tinggi pada daun tanaman yang ditanam selama musim panas dibandingkan dengan yang ditanam selama akhir musim. Perbedaan waktu tanam menyebabkan perbedaan kandungan air pada tanah. Disimpulkan bahwa prolin merupakan indikator yang dapat diandalkan dari tekanan lingkungan yang dikenakan pada tanaman, sehingga memungkinkan untuk membangun ambang stres bagi hasil buah dan produk kualitas tomat hidroponik yang tumbuh.
Husni et al., (2006) mengemukakan bahwa pada kedelai varietas Sindoro menunjukkan bahwa cekaman yang dilakukan pada kedelai dengan menggunakan PEG konsentrasi 20% dapat digunakan sebagai metode seleksi untuk toleransi kekeringan pada kedelai dan berkorelasi positif pada kandungan prolinnya.
Mapegau (2006) pada hasil penelitiannya melaporkan bahwa berdasarkan pengamatannya, kandungan prolin pada tanaman kedelai kultivar Willis dan Tidar meningkat dengan meningkatnya tingkat cekaman air (kadar air tanah tersedia rendah). Meningkatnya kandungan prolin bebas pada tingkat cekaman air tinggi disebabkan oleh meningkatnya akumulasi prolin bebas pada daun sebagai sumber energi pada proses oksidasi tanaman jika karbohidratnya rendah. Diakhir penelitiannya Mapegau mengemukakan bahwa tanaman kedelai varietas Tidar lebih toleran terhadap cekaman air dibandingkan dengan kedelai varietas Willis. 

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, dan Laboratorium RGCI, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret 2012.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah kedelai kuning varietas Kaba, Wilis, Grobogan dan Argomulyo, larutan PEG, aquades, kertas merang, asam asetat glasial, asam sulfosalisik, asam ninhydrin, plastik, dan label.
Alat yang digunakan antara lain: spektrofotometer 520 nm, mortar, tabung reaksi, germinator IPB 72-1, kuas, sentrifuse, toples, dan kawat.

Metode Penelitian
         Pelaksanaan praktikum bertujuan untuk memberikan perlakuan cekaman secara kimia dengan konsentrasi PEG yang paling efektif kemudian dilanjutkan dengan pengamatan Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), Kecepatan Tumbuh (KCT), Panjang Akar (PA), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Panjang Hipokotil (PH) serta mengukur kandungan prolin menggunakan spektrofometer visibel.
Percobaan praktikum menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor yaitu faktor pertama adalah  varietas benih kedelai (4 taraf) dan faktor kedua adalah  konsentrasi PEG (kontrol dan 5%) yakni 2 taraf. Percobaan diulang tiga kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Model rancangan yang digunakan adalah model aditif linier.
Model umum rancangan percobaan ini adalah:
Yijk = μ + άi  + βj + (άβ) ij + εijk
keterangan:     
Yijk      : nilai pengamatan
μ          : rataan umum
άi         : pengaruh perlakuan faktor A
βj            :  pengaruh perlakuan faktor B
(άβ) ij    : interaksi faktor A dan faktor B
εijk          : galat percobaan
Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel-variabel yang diamati yaitu: Daya Berkecambah (DB), Indeks Vigor (IV), Kecepatan Tumbuh (KCT), Panjang Akar (PA), Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN), Panjang Hipokotil (PH)  dan kandungan prolin. Apabila dalam analisis ragam terdapat perbedaan nyata pada taraf α = 5% maka dilakukan uji nilai tengah dengan  prosedur Duncan.
Berdasarkan pengamatan akan dilakukan korelasi antara hasil pengujian kandungan prolin dengan ketahanan benih yang dilihat berdasarkan variabel yang diamati setelah diberi cekaman PEG.
Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara kandungan prolin dengan data-data penunjang pada beberapa varietas benih kedelai yang diuji.
Prosedur Percobaan
Perlakuan Cekaman
        Metode perlakuan cekaman yang diberikan adalah dengan menggunakan PEG (polyetilena glikol) dengan konsentrasi 5% untuk mencapai defisit air sebesar -0,03 Mpa. PEG yang telah di hitung konsentrasinya (lampiran 2) kemudian diberikan ke kertas merang sebagai media pertumbuhan dengan cara di kuas di seluruh bagiannya. Kemudian benih ditanam sebanyak 25 butir setiap gulungan dengan metodi uji antar kertas UKD-dp pada germinator tipe IPB-72-1 dan diamati viabilitasnya (tolok ukur DB, IV, KCT, PA, BKKN, dan PH).
      Penentuan Konsentrasi PEG 6000 yang digunakan menggunakan rumus Michael dan Kaufmann (1973).
Ψs = - (1,18 x 10-2) C- (1.18x10-4) C2 +(2.67 x 10-4) CT + (8.39x10-7) C2T
Keterangan:
Ψs                     = tekanan osmotik larutan (Bar).
C                      = konsentrasi PEG -6000 dalam g PEG/kg H20
T                       = suhu ruangan dalam o C
1 bar                 = 0,98692 atm = 1 x 105 Pa = 0.1 Mpa
1 atm                = 1.013 x 105 Pa
1 Pa                  = 1 x 10-6 MPa
Proses Pengujian Kandungan Prolin
     Analisis prolin dilakukan dengan metode modifikasi Bates (1973) dengan menggunakan spektrofotometer dengan prolin murni sebagai standar. Diawali dengan menyiapkan asam ninhydrin sebagai pereaksi dengan melarutkan 1 gram ninhydrin dalam 30 ml asam asetat glasial dan 20 ml 6 mol asam asetat. Larutan tersebut didinginkan dan disimpan selama 24 jam hingga pereaksi siap digunakan. Sementara itu benih yang telah dikecambahkan selama 5 hari dalam germinator dikeluarkan dan kecambah tersebut di gerus (ekstraksi) dengan mortar dengan tambahan 10 ml asam sulfosalisik 3% dan di sentrifuse dengan kecepatan 6.000 rpm selama 5 menit dan diambil supernatannya.
        Hasil supernatannya ditera sebanyak 10 ml, 2 ml cairan sampel diambil dan direaksikan dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asam asetat glasial. Selanjutnya tabung di panaskan selama 1 jam pada suhu 100oC, kemudian dinginkan. Cairan tersebuut selanjutnya diekstraksi kembali dengan 4 ml toulen kemudian di kocok selama 15-20 detik dengan test tube strirer kemudian larutan dipisahkan dari endapan yang terebntuk dan ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm dengan blanko larutan toulen.  
Pengamatan
Pengamatan Viabilitas
1.Daya Berkecambah (%) diukur berdasarkan persentase kecambah normal. 

% DB =  (Jumlah kecambah normal yang dihasilkan/Jumlah benih yang diuji) x 100%
DB akan dihitung pada dua kali pengamatan, yakni pada hari ketiga dan kelima setelah tanam.
2. Indeks Vigor (%), diukur berdasarkan persentase kecambah normal.
% IV =   (Jumlah kecambah normal yang dihasilkan/ Jumlah benih yang diuji)  x 100%
 IV akan dihitung pada pengamatan pertama (3 HST) yang dibagi dengan seluruh jumlah benih yang diuji. 
3. Kecepatan Tumbuh (%/etmal), pengamatan dilakukan setiap hari dan dihitung dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum.
   KCT = ∑ d (t=0).
Keterangan:
KCT : kecepatan tumbuh benih
t       : kurun waktu perkecambahan (etmal)
d      : tambahan persentase kecambah normal setiap etmal (1 etmal =24 jam).
4. Panjang Akar
    Panjang akar diukur dari pangkal hipokotil sampai dengan ujung akar terpanjang.
5. Bobot Kering Kecambah Normal
    Bobot kering kecambah normal ditentukan dengan menghitung bobot kecambah yang telah di buang kotiledonnya dan dikeringkan dalam oven bersuhu 600C selama 3 x 24 jam dengan terlebih dahulu membuang kotiledonnya.
Pengamatan Kandungan Prolin
Absorbansi prolin, menghitung total kandungan prolin pada λ = 520 nm 
=  ((µ gram prolin/ml x ml toluen) / 115.5 µ gram/µmol)) / (g sampel/5)
=  µ mol prolin/gram bobot basah

HASIL DAN PEMBAHASAN


Varietas Benih Kedelai
Tabel 1. Pengaruh Varietas Benih Kedelai terhadap Tolok Ukur DB, IV, KCT,   BKKN, PA dan Kandungan Prolin.
Varietas
Tolak Ukur

DB
(%)
IV
 (%)
KCT
(%/etmal)
BKKN (g)
PA (cm)
Prolin 
(µmol/g)
Wilis
92.67  a
74.00a
29.32a
0.64  a
12.35a
  4.48  a
Kaba
84.00ab
52.67b
25.15b
0.49ab
11.27a
  2.00  b
Argomulyo
80.00  b
43.33b
23.41b
0.66  a
12.38a
  3.94ab
Grobogan
62.67  c
22.67c
17.15c
0.37  b
12.17a
  2.94ab
Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.01.

Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas Wilis memiliki hasil terbaik hampir pada semua tolok ukur kecuali pada BKKN. Persentase DB varietas Wilis mencapai 92.67% dan tidak berbeda nyata denga varietas Kaba 84.00%. Untuk tolok ukur IV dan KCT, Wilis memiliki hasil terbaik berturut-turut yaitu 74.00% dan 29.32%/etmal serta berbeda nyata dengan varietas lainnya. Wilis juga memiliki panjang akar terbaik yakni 12.35 cm dan tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Sedangkan kandungan prolin Wilis juga memberikan hasil terbanyak yakni 4.48 µmol/g dan tidak berbeda nyata dengan varietas Agromulyo (3.94 µmol/g) dan Grobogan (2.94 µmol/g).  Pada tolok ukur BKKN, varietas Agromulyo memberikan hasil terbaik yakni 0.66 g tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Wilis (0.64 g) dan Kaba (0.49 g).
 Varietas Wilis merupakan varietas hasil silangan dari varietas Agromulyo memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada lahan yang bermasalah dengan cekaman lingkungan (abiotik) dengan memperlihatkan kandungan prolin yang tinggi dibandingkan varietas lainnya. Menurut Gunanto dan Aris Andrianto (2010), kedelai Wilis dikenal memiliki daya adaptasi yang tinggi dan sebaran yang luas. Namun kedelai jenis ini juga mempunyai kelemahan. Selain bulirnya kecil, masa tanam kedelai Wilis tergolong lama, yakni 90 hari. Kekurangan kedelai Wilis ditutupi oleh silangannya, kedelai Argomulyo. Kedelai jenis ini mempunyai kelebihan bulir besar dan masa tanam yang lebih pendek, hanya 82 hari. Argomulyo yang kurang daya adaptasinya ditutup dengan kelebihan Wilis. Hal ini juga didukung oleh pendapat Hanum, C. et al., (2007) bahwa genotipe Wilis, Sinyonya dan Lumut mampu beradaptasi pada cekaman kekeringan dan hanya genotipe Wilis yang mampu beradaptasi dengan cekaman aluminium dan cekaman ganda aluminium dan kekeringan.

Konsentrasi PEG
Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi PEG terhadap Tolok Ukur DB, IV, KCT, BKKN, PA dan Kandungan Prolin.
Konsentrasi PEG (%)

Tolak Ukur
DB (%)
IV
(%)
KCT (%/etmal)
BKKN (gr)
PA
 (cm)
Prolin 
(umol/g)
0
86.33a
68.33a
27.19a
0.65a
12.37a
   3.40a
5
73.33b
28.00b
20.33b
0.43b
11.71a
   3.28a
Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.01.

         Konsentrasi PEG 0% (kontrol) pada tebel 2 menunjukkan hasil terbaik pada semua tolok ukur yang digunakan. Pada tolok ukur DB, IV, KCT dan BKKN, konsentrasi PEG 0% memberikan hasil terbaik berturut-turut yakni 86.33%, 68.33%, 27.19%/etmal dan 0.65 g serta berbeda nyata dengan konsentrasi PEG 5% pada tolok ukur tersebut. Sedangkan pada tolok ukur PA dan prolin, hasil terbaik juga ditunjukkan oleh perlakuan kontrol yaitu 12.37cm (PA) dan 3.40µmol/g (prolin) serta tidak berbeda nyata dengan konsentrasi PEG 5% pada tolok ukur PA dan kandungan prolin.
       Rendahnya hasil konsentrasi PEG 5% pada beberapa tolok ukur disebabkan oleh PEG memiliki senyawa kimia yang bersifat mampu menghambat imbibisi dan hidrasi benih sehingga dapat menurunkan potensial air dalam benih. Ini sesuai dengan pendapat Lawyer dalam Jadid M  (2007) bahwa Polietilena glikol juga merupakan salah satu jenis osmotikum yang biasa digunakan untuk mensimulasi kondisi kekeringan, karena sifatnya yang apat menghambat penyerapan air oleh sel atau jaringan tanaman dan didukung oleh Michel & Kaufman dalam Efendi R (2009) bahwa PEG menyebabkan penurunan potensial air secara homogen sehingga dapat digunakan untuk meniru besarnya potensial air tanah.
           
Kombinasi Varietas Benih Kedelai dan Konsentrasi PEG

            Hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh berbagai varietas kedelai dan konsentrasi PEG pada proses cekaman kekeringan ditunjukkan pada Tabel 4 (Lampiran). Sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara varietas kedelai dan konsentrasi PEG tidak berpengaruh nyata pada semua tolok ukur baik pada daya berkecambah (DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), bobot kering kecambah normal (BKKN), panjang akar (PA) dan kandungan prolin. Hasil rekapitulasi koefisien korelasi tolok ukur disajikan pada Tabel 5 (Lampiran) dimana menunujukkan bahwa tolok ukur indeks IV berpengaruh nyata terhadap perlakuan varietas dan konsentrasi PEG. Pembuatan kurva standar prolin disajikan pada Gambar 1 (Lampiran) dimana R2 mencapai 0.9988. pengaruh kombinasi varietas kedelai dan konsentrasi PEG disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Kombinasi Varietas Benih Kedelai dan Konsentrasi PEG terhadap Tolok Ukur  DB, IV, KCT, BKKN, PA dan Kandungan Prolin.
Konsentrasi PEG (%)
Varietas
Wilis
Kaba
Argomulyo
Grobogan
-----------------------DB (%)------------------------
0
96.00  a
89.33ab
85.33abc
74.67c
5
89.33ab
78.67bc
74.67     c
50.67d
------------------------ IV (%)-------------------------
0
94.67a
76.00b
68.00bc
34.67d
5
53.33c
29.33d
18.67de
10.67e
--------------------- KCT(%/etmal)---------------------------
0
31.87a
28.53a
26.93b
21.42c
5
26.77b
21.77c
19.89  c
12.89d
---------------------- BKKN (gr)--------------------
0
0.72  a
0.56ab
0.74  a
0.57ab
5
0.56ab
0.43  b
0.57ab
0.18   c
-----------------------PA (cm)-----------------------
0
13.06a
12.04a
12.32a
12.08a
5
11.64a
10.51a
12.43a
12.26a
-------------------- Prolin(umol/g)------------------
0
5.06a
1.96a
2.89a
3.69a
5
3.89a
2.04a
5.00a
2.20a
Keterangan : Angka-angka yang masih diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT α 0.05.

Tabel 3 menunjukkan bahwa kombinasi antara varietas Wilis dengan  perlakuan konsentrasi PEG 0% (kontrol) memiliki hasil terbaik hampir disemua tolok ukur kecuali pada BKKN. Persentase DB varietas Wilis dan perlakuan kontrol mencapai 96.00% dan tidak berbeda nyata dengan varietas Kaba (89.33%), Argomulyo (85.33%) dan varietas Wilis dengan perlakuan konsentasi PEG 5% (89.33%). Untuk tolok ukur IV, varietas Wilis dengan perlakuan kontrol mencapai 94.67% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tolok ukur KCT, Wilis dengan perlakuan kontrol menunjukkan hasil terbaik yakni 31.87.00%/etmal dan tidak berbeda nyata dengan varietas Kaba (28.53%/etmal). Wilis dengan perlakuan kontrol juga memiliki panjang akar terbaik yakni 13.06cm dan kandungan prolin terbanyak yakni 5.06µmol/g serta tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan pada tolok ukur BKKN, varietas Agromulyo dengan perlakuan kontrol memberikan hasil terbaik yakni 0.74g dan berbeda nyata dengan varietas kaba (0.43g) dan Grobogan (0.18g) pada perlakuan konsentrasi PEG 5% namun, tidak berbeda nyata dengan perlakan lainnya.
            Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa perbedaan antar varietas pada konsentrasi PEG yang diberikan sebagian tidak berbeda nyata terhadap beberapa tolok ukur seperti kandungan prolin. Hal ini diperkirakan jumlah konsentrasi PEG yang diberikan masih terlalu rendah untuk mengkondisikan cekaman kekeringan pada tanaman kedelai sehingga jumlah prolin yang diperoleh masing-masing varietas jumlahnya masih kecil. Menurut Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa Konsentrasi PEG 10, 20 dan 30% merupakan konsentrasi yang biasa digunakan untuk simulasi cekaman kekeringan dilapang. Selain itu, Liu et al. (1987) mengatakan bahwa kemampuan mengakumulasi prolin bebas pada varietas yang toleran kering selama kondisi cekaman kekeringan sangat nyata dibandingkan dengan varietas peka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kandungan prolin yang tinggi dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi toleransi terhadap kekeringan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
2.  Kandungan prolin yang tinggi dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi toleransi terhadap kekeringan.

Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yakni perlu peningkatan jumlah konsentrasi PEG yang diberikan menjadi 10-20% dan pengujiannya dapat dilaksanakan ke lapang untuk mengetahui tingkat toleransinya terhadap cekaman salinitas secara langsung.


DAFTAR PUSTAKA


Addie MM and Krisnawati A. 2007. Biologi Tanaman Kedelai. Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Arsyad, D. M. 2004. Potensi Sumberdaya dan Inovasi Teknologi Mendukung Pengembangan Kedelai di Lahan Kering. Makalah dalam Seminar Puslitbangtan, Bogor. 16 hal.
Badaruddin, 1995. Penyaringan Ketahanan Kacang Hijau Terhadap Salinitas Dengan Menggunakan NaCl. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Barrnet, N.M and A W. Naylor 1966. Amino acid and protein metabolism in bermuda grass during water stress. Plant Physio!. 41: 1222-1229.
Bates, L.S., R.P. Waldren, I.D. Teare. 1973. Rapid Determination of Free Proline Water Stress Studies. Plant Soil 39:205-207.
Bayer and Barbara L. B., 1976. Inhibitrasion of Oxigen Education in Chloroplast Isolated for leaves with Low mater Potensial. Plant Physiolgi 45: 612-618.
Calero E., S.H. West and K. Hinson. 1981. Water absorbtion of soybean seed and associated causal factors. Crop. Sci. 21:926-933.
Claussen, W. 2005. Proline as a measure of stress in tomato plants. Plant Science. 168 (241-248).
Efendi  R,. 2009. Tanggap Genotipe Jagung Toleran dan Peka terhadap Cekaman Kekeringan pada Fase Perkecambahan. Prosiding Seminar Nasional Serealia, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Gunanto E.S dan Aris Andrianto. 2010. Kedelai Jempolan dari Kota Mendoan. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/03/08/ILT/mbm.20100308.ILT132900.id.html. diakses pada tanggal 24 April 2012.
Hamama, H., dan E. Murniati. 2010. The effect of asorbic acid treatment on viability and vigor Maize (Zea mays L.) seedling under drought stress. Hayati 17 (3): 105-109.
Hanum C,. Mugnisjah W.Q,. Yahya S,. Soepandi D,. Idris K,. dan Sahar A,. 2007. Pertumbuhan akar Kedelai pada Cekaman Aluminium, Kekeringan, Cekaman Ganda Aluminium dan  Kekeringan. Fak.  Pertanian Univ. Udayana. Bali. Agritop 26(1):13-18 (2007).
Hill SH West and K. Hinson. 1986. Soybean seed influences of the impemeable seed coat trait Crop. Sci. 26:634-636.
Husni. A, S. Hutami,M. Kosmiatin,I. Marissa. 2006. Peningkatan toleransi kedelai sindoroterhadap kekeringan melalui seleksi in-vitro. Buletin Agronomi 34(1): 25-31.
Jadid M. N,. 2007. Uji toleransi aksesi kapas (gossypium hirsutum l.) Terhadap Cekaman Kekeringan dengan Menggunakan Polietilena Glikol (peg) 6000. Jurusan Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.
Maggio, A., 2002. Does proline accumulation play an active role in stress – induced growth reduction. Plant J., 31: 699–712.
Mapegau. 2006. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L. Merr). Jurnal Ilmiah Pertanian 41(1).
Mohammadkhani, N and R. Heidari. 2008. Drought-induced Accumulation of Soluble Sugars and Proline in Two Maize Varieties. Sciences Journal 3(3): 448-453.
Mugnisjah WQ. I. Shimano and S. Matsumoto. 1978. Studies on the vigour of soybean seeds 11. Varietal differences in seed coat quality and swelling component of seed during moisture imbibition. J. Fac. Agr., Ryushu Univ. 31 (7):227-234.
Rachmaniar, A.M., 2007. Variasi Somaklon Tebu Tahan Kering dengan Polyetylen Glycol (PEG) secara In vitro. Thesis Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar, Tidak Dipublikasikan.
Salisbury, F. B., C.W. Ross. 1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing Company. California. 562p.
SETNEG. 2010. Sekertaris Negara Republik Indonesia. Upaya Peningkatan Produksi Kedelai. Jakarta 2010. www.setneg.go.id. (diakses pada tanggal 10 Mei 2012).
Vaughan, J.G. 1970. The Structure and Utilization of Oil Seeds. Chapmant and Hall LTD, London. 279p
Widoretno W,  E. Guhardja, S.Ilyas, Sudarsono. Efektivitas Polietilena Glikol untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan. Hayati 9(2): 33-36.

LAMPIRAN

Tabel 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Berbagai Varietas Kedelai dan Konsentrasi PEG pada Proses Cekaman Kekeringan.

Tolak Ukur
Perlakuan

V
K
VxK
KK (%)
DB (%)
**
**
tn
9.42
IV (%)
**
**
tn
19.03
KCT (%)
**
**
tn
9.68
BKKN (gr)
**
**
tn
24.73
PA (cm)
tn
tn
tn
17.32
Prolin  (umol/g)
tn
tn
tn
52.03
                       Keterangan:  **   : berpengaruh nyata pada taraf 1%
                                              V   : varietas benih kedelai
                                              K   : konsentrasi PEG yang diberikan
                                             KK : Koefisien Keragaman

Tabel 5. Koefisien Koerelasi Tolok Ukur Pengamatan.
Peubah
Koefisien Korelasi
DB (%)
r=0.3tn
IV (%)
r=0.70*
KCT(%)
r=0.39tn
BKKN (gr)
r=0.09tn
PA (cm)
r=0.45tn



Deskripsi Varietas Kedelai
1.      Varietas Kaba
Varietas Kaba telah dilepas sejak tahun 2001
Nomor asal : MSC 9524-IV-C-7
Asal : SIlang-ganda 16 tetua
Warna hipokotil : Ungu
Warna ipojotil : Hijau
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum biji : Coklat
Warna polong masak : Coklat
Warna bulu : Coklat
Tipe tumbuh : Determinit
Tinggi tanaman : 64 cm
Umur berbunga : 35 hari
Umur polong masak : 85 hari
Bentuk biji : Lonjong
Bobot 100 biji : 10.37 gram
Ukuran biji : Sedang
Kandungan protein : 44%
Kandungan lemak : 14%
Sifat : Agak tahan penyakit karat daun, tahan rebah, polong tidak mudahbpecah, adaptasi luas, sesuai untuk lahan sawah.
2.      Varietas Wilis
Wilis merupakan hasil seleksi keturunan persilangan orba dengan no 1682
Warna hipokotil : ungu
Warna epikotil : ungu
Warna daun : hijau
Warna biji : kuning
Bentuk biji : oval, agak pipih
Warna bulu : coklat tua
Warna kulit polong masak : coklat tua
Tipe tumbuh : semi determinate
Tinggi tanaman : 60cm
Umur berbunga : 39 hari          
Umur polong masak : 88 hari
Kandungan protein : 37%
Bobot 100 biji : 10 gram
Kandungan lemak : 18%
Produktivitas : 1.6 ton/ha
3.      Varietas Grobogan
Rataan Hasil : 3.40 ton/ha
Potensi Hasil : 2.77 ton/ha
Tipe pertumbuhan : DeterminateWarna
Hipokotil : UnguWarna
Epikotil : UnguWarna
Daun : Hijau agak tua          
Warna bulu batang : Cokelat
Warna bunga : Ungu
Warna kulit biji : Kuning muda
Warna polong tua : Cokelat
Warna hilum biji : Cokelat
Bentuk daun : Lanceolate
Umur bunga : 30-32 hari
Umur polong masak : ± 76 hari
Tingi tanaman : 50-60 cm
Bobot biji : ± 18 g/100 biji
Kandungan protein : 43.9%
Kandungan lemak : 18.4%
Karakter Khusus:polong masak tidak mudah pecah, dan pada saat panen daun luruh 95–100% saat panen >95% daunnya telah luruh
4.      Varietas:Argo Mulyo
Warna hipokotil : Ungu
Warna bunga : Ungu
Warna biji : Kuning
Warna hilum biji : Putih terang
Warna bulu : Coklat
Tipe tumbuh : Determinate
Tinggi tanaman : 40 cm
Percabangan : 3 - 4 cabang dari batang utama
Umur mulai berbunga : 35 hari
Umur saat panen : 80 - 82 hari
Kerebahan : Tahan rebah
Kandungan minyal biji : 20.8%
Kandungan protein biji : 39.4%
Daya hasil : 1.5 - 2 ton/ha
Ketahanan terhadap penyakit : Toleran terhadap penyakit karat
Perhitungan konsentrasi PEG 6000
Contoh perhitungan konsentrasi PEG 6000 berdasarkan rumus Michael dan Kaufmann (1973).
Ketika t=28o C untuk Ψs = -0,22 Mpa; ρair = 1g/cm3
Ψs = -(1,18 x 10-2) C -(1.18x10-4) C2 +(2.67 x 10-4) CT + (8.39x10-7) C2T
     = (2.67 x 10-4) CT = 7.4760 x 10-3 C
     = (8.39 x 10-7) C2T = 2.3492 x 10-5 C2

Ψs   = -(1,18 x 10-2) C- (1.18x10-4) C2 +(2.67 x 10-4) CT + (8.39x10-7) C2T
-0.3 = [-(1,18 x 10-2) C + 7.4760 x 10-3 C] + [- (1.18x10-4) C2 + 2.3492 x 10-5 C2]
-0.3 = [-(1,18 x 10-2) C + 0.74760 x 10-2 C] + [- (1.18x10-4) C2 + 0.2349 x 10-4 C2]
-0.3= (-0.4324 x 10-2) C + (0.9451 x 10-4) C2 ........ (dikali negatif)
 0.3. = 0.4324 x 10-2 C + 0.9451 x 10-4 C2 .... (dikali 105)
    0 = 9.4510 C2 + 432.4 C – 30000
Nilai konsentrasi C di cari dengan menggunakan rumus ABC:
Sehingga di dapat konsentrasi PEG 6000 pada tekanan osmotik -0.3 Bar sebesar 37.932 gram PEG/L.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux