USAHA PETANI MELINDUNGI TANAMAN KAPAS (Gossypium herbaceum L.) TERHADAP HAMA DAN PENYAKIT
PENDAHULUAN
Kapas (Gossypium hirsutum) merupakan tanaman budidaya yang
diambil seratnya sebagai bahan sandang dan bijinya sebagai bahan industri .
Setiap tahun industri tekstil membutuhkan sedikitnya 268.500 ton serat kapas, akan tetapi dari
seluruh kebutuhan nasional tersebut baru terpenuhi 2,3 % atau 6,250 ton serat kapas dari produksi dalam
negeri dan ini berarti 97 % bahan baku industri harus diimpor . Salah satu
penyebab menurunnya produktivitas kapas di Indonesia adalah karena adanya serangan hama dan penyakit.
Penyakit pada tanaman
kapas
dapatdisebabkan oleh berbagai patogen. Di Sulawesi Selatan saat ini, dilakukan
uji multi lokasi 3 varietas kapas
yaitu kanesia 7, Deltaphine 5609 dan Bollgard (mengandung Bt). Uji coba
penanaman varietas Bollgard didasarkan bahwa varietas tersebut dikatakan tahan
terhadap ulat buah (Helicoperva armigera). Namun, di lain pihak justru
akan merangsang perkembangan hama Sundapteryx bigitulla . Selain itu
belum diketahui ketahanan dari ketiga varietas kapas tersebut terhadap penyakit-penyakit
yang terdapat di lapangan. Berdasarkan hal tersebut di atas,maka perlu melihat
dan mengetahui perkembangan jenis-jenis penyakit yang terdapat pada tanaman kapas.
Pengembangan kapas transgenik dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan serat kapas
yang mencapai 464.400 ton per tahun, untuk industri tekstil di Indonesia.
Produksi kapas
Indonesia hanya dapat memenuhi 2% kebutuhan dalam negeri sehingga sisa
kebutuhan kapas
harus dipenuhi melalui impor. Rendahnya produktivitas kapas di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya iklim, teknologi budidaya, ketersediaan bibit unggul serta
gangguan hama dan penyakit. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman
terganggu sehingga potensi produksi tanaman kapas menjadi tidak optimal.
Kapas
transgenik Bollgard adalah salah satu produk rekayasa genetik yang dikembangkan
melalui teknik rekombinan ADN. Gen Bt yang ditransfer ke tanaman kapas memiliki efektivitas
pengendalian yang tinggi terhadap hama utama tanaman kapas H. armigera sehingga melalui pengembangan kapas transgenik diharapkan
produktivitas tanaman
kapas dapat
ditingkatkan.
Komitmen
pemerintah menyelamatkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional
tampaknya bukan sekadar wacana. Setelah
berjanji akan membantu pendanaan untuk peremajaan mesin-mesin tekstil milik
industri TPT dalam negeri, kini pemerintah melalui Departemen Pertanian tengah
berupaya menyusun kebijakan untuk mengembangkan industri kapas nasional. Tujuannya,
apalagi kalau bukan dalam rangka meningkatkan produksi kapas sebagai bahan baku industri TPT.
Itu
sebabnya, pemerintah merasa perlu berbuat sesuatu untuk mengantisipasi hal-hal
yang tidak diinginkan tersebut. Caranya dengan menggenjot performa industri kapas nasional. Pemerintah,
lewat Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian, bersama dengan petani dan mitra usahanya
(pengelola kapas)
akan melakukan perbaikan-perbaikan dalam pola penanaman kapas. Salah satu upaya itu dilakukan
dengan penyediaan benih unggul yang memiliki produktivitas tinggi.
Upaya
serius mengembangkan tanaman
kapas memang harus
kita tempuh. Itu, jika Indonesia tak mau kehilangan devisa negara dari ekspor
TPT nasional yang selama ini masih mengandalkan kapas impor sebagai bahan baku produknya.
Kini, sudah saatnya Indonesia mengembangkan industri kapasnya untuk menopang
kegiatan industri TPT. Apalagi, sektor TPT mampu menampung tenaga kerja dalam
jumlah besar, yakni mencapai di atas 2
juta pekerja. Itu, belum termasuk tenaga kerja tidak langsung yang terkait industri
TPT. Dari jasa distribusi, pengepakan, pemilik outlet, pelaku trading, sampai
ke pengusaha kontrakan, warung mi instan, pedagang nasi, dan salon kecantikan
yang terdapat di sekitar sentra produksi.
TANAMAN KAPAS
Kapas
(Gossypium herbaceum L.) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
penting Dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi
kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara. Di
Indonesia, kapas memiliki nama lokal diantaranya adalah Gossypium arboreum Linn, kapas merah
(umum), kapas beureum (Sunda), kapas jawa (Jawa), Gossypium barbadense Linn,
kapas rampit, kapas kayu, Gossypium hirsutum Cav, kapas mori (Jawa) dan kapas
kejerat (Sumatra).
Kapas juga merupakan semak atau
pohon kecil tahunan tinggi mencapai hinga 3 m, hampir di semua bagian terdapat
titik-titik kelenjar minyak berwarna hitam. Daun tersusun spiral, tepi rata,
tulangdaun menjari. Bunga soliter, biasanya dengan cabang simpodial; kelopak
bentuk cangkir, mahkota 5 tersusun seperti genting, kuning, putih, merah atau
ungu, biasannya dengan titik merah, tua atau ungu pada bagian tengah. Buah
kapsul, membulat hingga bulat telur. Biji bulat telur yang ditutupi oleh rambut
panjang seperti wol dan kadang juga oleh rambut yang pendek.
Gambar 1. Tanaman Kapas
Saat ini untuk habitatnya, kapas
ditemukan pada 47°N sampai 32°S. Temperatur optimum untuk perkecambahan adalah
9-30°C dan temperatur minimum sekitar 14-15°C, meski beberapa berkecambah pada
suhu hingga 12°C. Untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimum membutuhkan
temperatur 25-30°C. Cuaca dingin akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan
dan kadang gagal dalam pemasakan. Kapas sensitif terhadap salju. Sinar cahaya
yang cukup mendukung perbungaan, pembentukan biji dan hasil panen yang tinggi
diperoleh pada daerah kering dengan irigasi yang bagus, misalnya di Arizona,
Amerika Serikat. Tanaman ini tidak tahan naungan. Curah hujan selama masa
pertumbuhan adalah 500—1500 mm. Selama pemasakan membutuhkan cuaca kering
karena curah hujan setelah buah membuka akan mengurangi kualitas serat. Ketika
curah hujan selama masa pertumbuhan kurang dari 500 mm, irigasi sangat penting.
Karena sistem perakarannya yang dalam, kapas tahan kekeringan, tetapi musim
kering yang panjang selama pembungaan dan pembuahan menyebabkan pengurangan
hasil panen. Angin kencang akan merusak kecambah dan pembukaan buah.
Kapas primitif biasanya sensitif
pada cahaya, menjadi reproduktif pada cahaya pendek hingga medium, tetapi
budidaya modern secara umum tidak sensitif pada cahaya dan dapat tumbuh pada
kisaran laltitude yang luas dengan musim hujan sekitar 6 bulan. Kapas sangat
tergantung pada kualitas tanah, tetapi memerlukan tanah yang dalam (permeabel
terhadap air dan akar hingga kedalaman sedikitnya1.2 m), dengan drainase yang
cukup dan pH antara 5.5—8.5. Tanah yang sangat subur merangsang pertumbuhan
vegetatif dan menyebabkan periode vegetatif yang panjang. Kapas relatif toleran
terhadap garam dengan kandungan 0.5—0.6% secara normal tidak menyebabkan
kerusakan, tetapi untuk tanaman budidaya berbeda dengan keadaan ini.
Tanaman kapas terdiri atas 40—50
species yang terdistribusi di daerah temperate yang hangat hingga daerah
tropik. Asal mula genus ini tidak diketahui, tetapi 3 pusat diversitas utama
adalah di Australia, Afrika Timur laut hingga Arab dan di barat hingga selatan
Mexico. 4 spesies kemungkinan tumbuh di Asia Tenggara; Gossypium arboreum hanya
dibudidayakan. Asal usulnya tidak diketahui, kemungkinan berkembang dari
Gossypium herbaceum, melalui pendekatan molekuler mendukung hipotesis bahwa
Gossypium arboreum dan Gossypium herbaceum berasal dari nenek moyang yang sama.
. Tanaman ini telah dibudidayakan di Asia Tenggara dan China Selatan selama
berabad-abad. Tanaman ini masih ditemukan disana, tetapi telah digantikan oleh
Gossypium hirsutum. Gossypium barbadense kemungkinan berasal dari Peru sebagai
persilangan Gossypium herbaceum dan Gossypium raimondii Ulbrich atau Gossypium
gossypioides (Ulbrich) Standley. Tanaman ini tumbuh alami di pantai Peru dan
Ecuador juga kemungkinan kepulauan Galapagos.
Tanaman kapas didomestikasi di barat laut
Amerika Selatan dan dibudidayakan di Amerika Selatan dan Tengah dan telah
diintroduksikan ke Afrika, Asia dan Kepulauan Pasifik. Tanaman ini
diintroduksikan ke Amerika Serikat pada tahun 1785, yang dikenal sebagai
"sea islands cotton" sebagai kebalikan dari "upland cotton`,
nama untuk Gossypium hirsutum. Cv. group Braziliense telah lama dibudidayakan di
Asia Tenggara untuk industri rumah tangga, sementara itu cv. group Barbadense
diintroduksikan ke Asia Tenggara pada abad ke 20, tetapi biasanya dengan
keberhasilan yang kecil. Gossypium herbaceum kemungkinan berasal dari Afrika
Selatan dan mencapai Asia dan Amerika pada awal jaman prasejarah. Tanaman ini
dibudidayakan di Asia dan Afrika dan kadang ditanam di Dunia Baru. dan
kemungkinan tumbuh di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Kamboja. Gossypium
hirsutum kemungkinan merupakan persilangan antara Gossypium herbaceum dan
Gossypium raimondii atau Gossypium gossypioides di Meksiko Selatan dan
didomestikasi di Amerika Tengah dan utara Amerika Selatan. Tanaman ini menjadi
kapas komersial utama dan secara luas dibudidayakan di daerah beriklim hangat,
termasuk juga Asia Tenggara.
Perbanyakan kapas dilakukan dengan
biji. Pengelolaan biji dan distribusi sangat penting untuk menjamin kualitas
dan kemurnian biji. Biasanya biji diperlakukan dengan alat mesin dan kimia,
dengan alasan ekonomi dan lingkungan. Biji kehilangan kemampuan hidupnya secara
cepat jika kelembaban melebihi 10%, tetapi biji dengan kandungan kelembaban 7%
dapat disimpan di botol tertutup hingga 15 tahun. Perbanyakan kapas secara
vegetatif dapat dengan stek, sambung pucuk atau cangkok. Ketika tumbuh sebagai
tanaman tahunan, kapas dapat dipotong kembali, tetapi hal ini tidak disarankan.
Kecepatan perkembangan, kemampuan bereproduksi dan sistem ketergantungan dengan
perbanyakan kultur jaringan sangat sulit dilakukan. Sekarang telah dikembangkan
metode untuk menghasilkan embrio somatik dalam jumlah besar dari kalus yang
berasal dari eksplan hipokotil atau kotiledon Gossypium arboreum, Gossypium
barbadense, Gossypium herbaceum dan Gossypium hirsutum. Kerapatan tanaman
bervariasi tergantung pada kultivar, iklim dan karakteristik tanah, begitu juga
metode pemanenan. Jarak antar garis 50—120 cm dan 20—60 cm di dalam garis.
Diperlukan sekitar 10—20 kg/ha biji, jarak 80 x 30 cm (41 700 lubang/ha) dengan
2-4 biji per lubang. Biji tidak boleh ditaburkan dengan kedalaman tidak lebih 5
cm.
Persiapan tanah yang baik sebelum
biji ditaburkan sangat penting dilakukan, karena seedling tidak melakukan
penetrasi secara keras dan tidak bersaing bagus dengan gulma sampai mereka
berumur 3 minggu. Gulma musim kering dapat dimatikan dengan pencangkulan. Parit
diperlukan pada tanah yang kurang drainase. Kapas biasanya tumbuh bergantian
dengan tanaman lainnya untuk mengontrol hama dan penyakit yang timbul dari tanah.
Kapas merupakan tanaman serat yang
penting dan bermanfaat di dunia. Serat utama dari tanaman kapas adalah rambut
biji yang panjang, yang digunakan untuk membuat benang dan dipintal dalam
pabrik tekstil, baik digunakan sendiri atau dikombinasi dengan tanaman lain,
serat binatang atau serat sintetik. Serat kapas juga dibuat menjadi produk lain
seperti benang jahit, tali dan jaring ikan. Potongan tekstil kapas dan kain
digunakan dalam industri kertas untuk menghasilkan kertas tulis, buku dan
kertas gambar. Serat pendek diproses menjadi produk-produk seperti kertas, benang,
hiasan dinding, bahan peledak, plastik dan film fotografi. Bubur kertas serat
pendek dibuat menjadi berbagai tipe kertas, tergantung pada kualitasnya. Serat
pendek juga digunakan untuk memproduksi selulosa dan dan bahan pelekat.
JENIS – JENIS ORGANISME PENGGANGGU
Tanaman
kapas umumnya sangat peka terhadap serangan
serangga hama. Namun demikian, kapas bukan merupakan tanaman inang yang paling disukai oleh serangga
hama utama, H. armigera. Seperti halnya
tanaman lain, tanaman kapas juga memiliki mekanisme
pertahanan terhadap serangan hama, baik
secara morfologi maupun biokimia . Ketahanan secara morfologis berpengaruh
secara fisik terhadap serangga hama,
sedangkan ketahanan biokimia disebabkan adanya kandungan senyawa terpenoid aldehid
yang toksik terhadap hama.
Beberapa
karakter morfologi tanaman kapas yang
berhubungan erat dengan serangan hama antara lain
bentuk daun (normal atau menjari), bulu (berbulu dan tanpa bulu), bentuk
braktea (normal atau frego = berpilin = melingkar-lingkar), dan keberadaan
kelenjar nektar. Semua karakter morfologi tersebut dapat mengubah lingkungan
tanaman kapas menjadi kurang menarik, dan juga
menyebabkan serangga hama menjadi lebih terekspos dan
mudah dikendalikan oleh faktor mortalitas biotik (predator, parasitoid) dan
abiotik (temperatur dan curah hujan tinggi). Modifikasi bentuk braktea dari
normal menjadi frego (berpilin) berhubungan dengan mutasi gen resesif .
Tanaman kapas yang mengalami mutasi gen biasanya
memiliki braktea yang memanjang, sempit, dan berpilin sehingga posisinya
relatif jauh dari kuncup bunga atau buah dan banyak menyisakan celah sehingga
kuncup bunga atau buah mudah terlihat. Braktea berpilin (frego bract) pada
tanaman kapas diketahui ada kaitannya dengan ketahanan
terhadap serangga hama menyatakan bahwa braktea
berpilin dan sempit berpotensi mengurangi serangan hama
penggerek buah dibanding braktea yang berukuran besar dan lebar. Hal ini
disebabkan braktea berpilin dan sempit kurang memberi kenyamanan bagi hama penggerek buah, khususnya H. armigera,
pada saat makan maupun meletakkan telur baik pada braktea atau buah. Braktea
berpilin dan sempit biasanya menyisakan celah pada kuncup bunga atau buah kapas sehingga lebih mudah terekspos sinar
matahari. Dari aspek pengendalian, adanya celah pada kuncup bunga maupun buah kapas menyebabkan cairan semprot mudah
mengenai permukaan kuncup bunga atau buah, sehingga buah terhindar dari
serangan hama penggerek. Selain itu, buah dengan
braktea berpilin dan sempit juga memberi peluang bagi musuh alami (parasitoid
dan predator) untuk lebih mudah menemukan mangsa maupun inang serangganya, sehingga
perannya sebagai faktor mortalitas biotik berlangsung secara alami.
Tipe
braktea berpilin dan sempit erat hubungannya dengan efektivitas pengendalian
melalui penyemprotan (foliar application). Parrot et al. (1973) menyatakan bahwa
buah kapas dengan braktea berpilin dan sempit efektif
menurunkan tingkat kerusakan buah dibanding braktea berbentuk normal. Hal ini
disebabkan braktea normal, apalagi yang berukuran besar dan lebar cenderung menutupi
seluruh badan buah, sehingga cairan semprot atau musuh alami kesulitan
mencapainya. Berkaitan dengan hal tersebut, Ahuja et al. (1998) menyatakan
bahwa kultivar kapas yang brakteanya berbentuk
normal biasanya potensi produksinya tinggi tetapi kurang tahan terhadap
serangan hama penggerek. Sebaliknya, kultivar yang
bentuk brakteanya berpilin dan sempit selain potensi produksinya tinggi juga
cenderung tahan serangan hama penggerek. Li-feng et al.
(1997) membuktikan bahwa peletakan telur oleh H. armigera pada kapas dengan braktea berpilin mengalami
penurunan hingga 36,0%, serangan hama ulat berkurang
hingga 28,4%, dan kerusakan kuncup bunga dan buah menurun hingga 34,0%. Di sisi
lain, braktea normal memiliki variasi ukuran yang berbeda-beda dalam kapasitasnya
melindungi kuncup bunga atau buah.
Buah
kapas dapat tertutup braktea mulai 50% hingga
100% atau bahkan lebih. Oleh karena itu, penting
mengetahui eksistensi variasi genetik pada braktea berbagai aksesi kapas, terutama kaitannya dengan serangan hama penggerek buah, H. armigera. Berdasarkan
hasil-hasil penelitian tersebut, maka diduga banyak sedikitnya bagian buah tertutup
oleh braktea akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya serangan H. armigera.
Adapun
jenis organisme pengganggu pada tanaman kapas adalah hama perusak akar yaitu Meloidogyne sp. Hama
penggerek yaitu Earias sp., hama pemakan daun adalah ulat tanah Agrotis
sp., ulat grayak Spodoptera litura, Helicoverpa armigera, hama Penghisap
diantaranya wereng daun Empoasca sp., kutu kebul Bemisia tabaci,
kutu Aphis gossypii, tungau Tetranichus sp dan hama Perusak buah diantaranya
pula adalah ulat buah Helicoverpa armigera, Earias sp., kumbang Pectinophora
sp., kepik Dysdercus cingulatus.
Gambar 2. Kutu Kebul (Bemisia tabaci)
(Sumber : http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/mengenal-lebih-dekat-kutu-kebul-bemisia-tabaci-hama-pada-tanaman-kedelai)
Gambar 3. Ulat Anomis (Anomis flava)
Ada beberapa jenis organisme
pengganggu yang terdapat pada taman kapas diantaranya adalah :
1.
Kutu Kebul (Bemisia tabaci).
Hama ini sangat kecil, panjang dewasa hanya 1,5 mm. Nimfa dan dewasa memakan bagian bawah daun kapas. Kalau jumlah kutu besar, tanaman dapat tumbuh kerdil, hilang daun, dan buah rontok. Selain kapas, kutu kebul juga memakan daun ubikayu, ubijalar, tembakau, tomat, kacang-kacangan, kentang, kubis dan lada.
Siklus hidupnya dimulai dari telur yang berbentuk sangat kecil diletakkan pada bagian bawah daun. Menetas setelah 5–9 hari. Nimfa bergerak mencari tempat di daun untuk makan. Setelah mengganti kulit,menempel pada daun dan tidak dapat bergerak lagi. Hanya makan di tempat itu saja, dan menghasilkan cairan manis (seperti kutu daun). Serat kapas yang kena cairan ini nanti tertutup dengan jamur kehitaman, yang mengurangi mutunya. Dewasa terbang dan kawin. Ia juga memakan cairan tanaman. Betina dapat hidup selama 60 hari.
2.
Ulat anomis (Anomis
flava).
Ulat
anomis biasa dikenal di daerah Sulawesi Selatan dengan bahasa Makassar
yaitu Olo ciduk dan bahasa Bugis yaitu
Ule kudara. Ulat ini suka memakan daun kapas tua, dimulai dari bawah, ke
pucuk tanaman. ulat yang masih muda mengorek/mengikis daging daun, ataupun bisa
makan daun sampai hanya tertinggal tulang-tulang. Daun yang terserang oleh ulat
yang tua menjadi berlubang di antara tulang daun. Selain kapas, ulat ini juga memakan
daun tomat, kacang dll.Ada beberapa jenis parasitoid yang membantu mengendalikan
hama ini, termasuk tawon trichogramma yang menyerang telurnya, tawon bracon
yang menyerang ulat, dan tawon chalcid yang menyerang kepompongnya.
Siklus hidup dari ulat ini bermula dari telur bulat
berwarna hijau kebiruan diletakkan satu per satu pada daun. Telur bulat dengan
diameter 0,7 mm. Panjang ulat bisa
mencapai 36 mm.Sebelum membuat kepompong, ulat menggulung atau melipat daun tua
sehingga terbentuk suatu ruang untuk berkepompong. Warna kepompong coklat tua. Ngengat keluar dari kepompong dan terbang,
kemudian kawin. Betina bertelur sekitar 350 butir.
3. Tungau Merah (Tetranychus
sp.)
Tungau merah
dikenal di daerah Sulawesi Selatan dengan sebutan bahasa Makassarnya adalah
Lango dan bahasa Bugisnya adalah Tungo.Hama
kecil ini sering terlihat pada cuaca kering. Kelompok tungau dapat ditemukan
pada bagian bawah daun, dan juga kadangkala pada bagian atas. Daun yang
terserang menjadi kuning, lalu merah, kemudian mengering dan rontok. Tungau
membuat sarang yang digunakannya untuk berpindah dari satu bagian tanaman ke
bagian lain. Tungau berwarna kuning-kejinggaan, merah sampai ke ungu tua. Hama
ini menyerang banyak macam tanaman, termasuk kapas, terung, kacang-kacangan,
ubikayu dan ubijalar. Gulma juga terserang. Tungau merupakan hidangan lezat
bagi kumbang kubah, sayap jala, lalat apung, serta beberapa pemangsa lain.
Telur bulat kecil diletakkan secara tersendiri pada daun
merupakan siklus hidup tungau merah ini. Nimfa menetas setelah 1–2 hari dan mulai memakan daun. Masa nimfa
mungkin selama 4–5 hari. Betina dewasa meletakkan ratusan telur, sehingga hama
ini dapat berkembangbiak dengan sangat cepat bila kondisi sesuai. Nimfa berkaki
enam, tapi tungau dewasa berkaki
delapan, mirip dengan laba-laba yang sangat kecil.
Jenis Hama
Penting pada Tanaman Kapas
Ada beberapa
jenis hama penting yang dikenal antara lain adalah :
- Hama
wereng Empoasca sp. (Homoptera : Ciccadellidae).
- Hama
perusak daun : ulat tanah Agrotis epsilon (Lepidoptera :
Noctuidae), ulat grayak Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae)
.
- Hama perusak buah : Earias sp. dan Helicoverpa armigera (Lepidoptera : Noctuidae).
Salah satu penyebab menurunnya produktivitas kapas di Indonesia adalah karena adanya serangan hama dan penyakit. Penyakit pada tanaman kapas dapatdisebabkan oleh berbagai patogen. Selain itu, dikenal pula beberapa hama yang dapat menurunkan perkembangan dan pertumbuhan tanaman dintaranya adalah :
1. Ulat penggerek pucuk (Earias
vittela)
Gambar 4. Ulat Penggerek pucuk (Earias vittela)
Ulat penggerek pucuk memakan pucuk tanaman kapas, sehingga pucuk itu mati. Ulat ini dikenal dengan bahasa Makassar yaitu Olo aninting dan bahasa Bugisnya adalah Ulle colli. Kuncup bunga dan buah muda rontok. Buah besar juga dibolongkan, tapi tidak rontok. Selain kapas, ulat penggerek pucuk juga memakan tanaman roselle, gombo (okra), kembang sepatu, dan beberapa tanaman gulma.
Siklus hidup
Telur diletakkan pada pucuk, buah atau bunga kapas
secara tersendiri atau dalam kelompok yang terdiri dari 3–5 butir.Telur menetas
setelah 4 hari . Ulat memakan
daun, bunga dan buah kapas, mulai dari pucuk. Ulat berumur 14–18 hari, berganti
kulit 5 kali. Bila sudah besar, membuat kepompong
yang terletak pada tanaman atau di atas tanah. Masa kepompong selama
10–12 hari, kemudian keluar ngengat dewasa. Ngengat aktif malam hari. Seekor betina dapat meletakkan 200–400
telur dan hidup selama 8–12 hari.
2. Ulat buah (hama penggerek buah)/ Helicoverpa armigera
Gambar 5. Ulat buah (Helicoverpa armigera)
(Sumber : http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/index.php?option=com_content&view=article&id=337&Itemid=478)
Ulat buah adalah hama penting pada kapas. Hama ini memakan daun, bunga dan buah kapas. Ia dikenal dalam bahasa Makassar yakni Bekkang dan bahasa Bugis adalah Ule bekkang yang dapat merusak buah kapas dengan melobangi bagian bawah. Buah yang terserang sering menjadi busuk. Selain kapas, ulat buah juga memakan banyak tanaman lain, seperti kacang kacangan (polong yang dimakan), jagung (tongkol), tembakau (kuncup), tomat (buah), kentang. dan juga memakan beberapa jenis gulma.
Siklus hidup
Telur (ukuran sekitar 0,5 mm) diletakkan pada
permukaan daun muda dan pada buah kecil. Telur menetas dalam 2,5–5 hari. Ulat memakan kuncup, bunga dan buah kapas.
Sering terlihat sedang makan, dengan kepala berada dalam buah. Ulat berumur
16–19 hari, mengganti kulit 5 kali. Ulat jatuh ke tanah dan menjadi kepompong berwarna merah berkilat, panjangnya
14–18 mm. Ngengat dewasa keluar
dari kepompong pada malam hari. Naik ke atas tanaman untuk mengeringkan
sayapnya, baru terbang dan kawin. Mulai meletakkan telur dalam waktu 3 hari
setelah menjadi dewasa. Seekor betina dapat meletakkanlebih dari 1000 butir
telur.
3.
Penggerek buah warna jingga (Pectinophora
gossypiella).
Gambar 6. Ulat Penggerek buah (Pectinophora gossypiella)
(Sumber : http://www.viarural.com.ar/viarural.com.ar/agricultura/aa-insectos/pectinophora-gossypiella-01.htm)
Ulat ini menyerang bunga dan buah kapas. Bunga yang terserang diikat tutup dengan sutera, mengakibatkan bunga tidak mekar. Ulat memakan biji akan mengotori serat kapas.Ulat ini dikenal juga dengan bahasa Makassar yaitu Oloeja kapasa dan bahasa Bugisnya adalah Ule cella.
Siklus hidup
Telur putih kecil diletakkan dekat buah muda. Telur
menjadi jingga sebelum menetas 4–5 hari setelah diletakkan. Ulat baru putih, panjangnya sekitar 1 mm.
Langsung masuk ke dalam bunga atau buah muda. Membuat sarang sehingga bunga
tidak dapat membuka. Kalau sudah ada di dalam bunga atau buah, aman dari
musuhnya dan dari penyemprotan. Ulat buah menjadi jingga bila sudah ganti
kulitnya 3 kali. Umur larva 7–14 hari. Ulat keluar dari bagian atas buah dan menjadi
kepompong di bawah tanah. Masa
kepompong sekitar 9 hari.Ngengat dewasa
keluar dari kepompong, terbang dan kawin. Dewasa aktif malam hari; selama siang
hari bersembunyi di bawah daun kering dan di dalam tanah. Lain dengan ulat,
tidak makan tanaman, tetapi mengisap nektar dari bunga.Hidup selama 12 hari,
seekor betina dapat meletakkan 200–400 butir telur.
4.
Wereng kapas/Amrasca (Sundapteryx biguttula).
Bahasa Makassarnya adalah Burung-burung dan bahasa Bugisnya adalah Wari-wari merupakan nama yang dikenal sebagai wereng kapas. Nimfa dan dewasa wereng ini duaduanya memarut permukaan daun kapas dan mengisap cairan tanaman. Daun yang terserang menjadi kuning seolah olah terbakar dan selanjutnya rontok. Biasanya menyerang daun di bagian bawah. Tanaman yang terserang menjadi kerdil dan tidak menghasilkan buah.
Siklus hidup
Telur diletakkan pada tulang atau ranting daun dan
sulit diamati. Nimfa keluar dari
telur dan dapat hidup selama 9–17 hari sebelum menjadi dewasa. Dewasa hidup selama 13–36 hari. Seekor
betina dapat meletakkan sampai dengan 300 butir telur.
Gambar 7. Wereng Kapas
CARA PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKITNYA
Salah satu faktor pembatas dalam usaha menaikkan produksi tanaman adalah adanya serangan hama. Kerugian yang disebabkan oleh serangan hama di dunia diperkirakan 13% dan produksi total. Di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 10 ribu juta dolar digunakan untuk mengatasi persoalan hama. Di Indonesia, pada tahun 1976-1977 lebih dari 450.000 ha sawah yang ditanami padi diserang oleh hama wereng coklat dan kerugian yang disebabkan oleh hama tersebut mencapai 100 juta dolar . Hama yang menyerang suatu jenis tanaman adalah suatu kompleks hama. Misalnya tanaman padi sering didatangi oleh hama, tidak hanya wereng coklat tetapi hama Iain seperti penggerek batang, ulat pemakan daun, wereng punggung putih dan hijau, aphid, dan lain sebagainya. Tanaman kapas juga mempunyai kompleks hama yang berbeda dengan tanaman padi. Hama-hama kapas adalah penggerek daun, penggerek batang, penggerek buah, dan Iain sebagainya. Demikian pula dengan jagung, kedelai, dan tanaman lain yang juga mempunyai beberapa hama utama dan hama minornya.
Diantara beberapa hama dan penyakit
tanaman kapas, maka berikut merupakan cara pengendalian beberapa hama, yakni
pemanfaatan tanaman jagung,
gen Bacillus thuringiensis (transgenik), parasitoid telur (Trichogramma
sp.) sebagai pengendali ulat buah Helicoverpa armigera. Pemanfaatan
musuh alami kelompok parasitoid dan pemangsa Geocoris sp. untuk
mengendalikan ulat grayak dan Lalat Tachinid (parasitoid) untuk mengendalikan
ulat buah H. armigera.
Teknologi yang
sampai saat ini sering dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian
insektisida. Teknologi ini merupakan teknologi yang populer karena efeknya
dapat dilihat dalam waktu tidak lama setelah aplikasi dan mudah diperoleh bila
diperlukan. Namun teknologi ini relatif mahal terutama bagi petani di negara
yang sedang berkembang. Di samping itu, teknologi insektisida berbahaya bagi
manusia, hewan, dan spesies bukan sasaran serta lingkungan jika dilakukan tidak
sesuai dengan prosedur. Penggunaan pestisida secara tidak bijaksana dapat
menimbulkan persoalan (1) hama resisten, (2) petani keracunan pestisida, (3)
residu pestisida pada hasil pertanian, (4) pengrusakan pada agen pengendali hayati
dan serangga polinator, (5) polusi pada air tanah, dan (6) menurunkan
biodiversitas serta mempunyai pengaruh negatif pada hewan bukan target termasuk
mamalia, burung, dan ikan.
Teknologi lain
yang dapat dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian varietas tahan. Di
Indonesia, varietas tahan yang telah digunakan untuk pengendalian hama wereng
coklat adalah varietas unggul tahan wereng (VUTW). Namun demikian, tidak semua
hama mempunyai varietas tahan dan jika ada sumber plasma nutfah yang mengandung
gen tahan terhadap hama tertentu jumlahnya sangat terbatas. Misalnya pada
tanaman padi, hanya gen tahan wereng coklat dan wereng hijau yang telah
diidentifikasi dan dapat digunakan dalam proses perbaikan tanaman untuk tahan
hama, sedangkan hama lainnya seperti penggerek batang dan hama pemakan daun,
sampai saat ini belum ditemukan gen tahan yang dapat dipakai dalam proses
pemuliaan. Demikian juga dengan tanaman lain seperti jagung, kapas, dan
kedelai. Dengan berkembangnya teknologi rekombinan DNA telah membuka pintu untuk merakit
tanaman tahan hama dengan rekayasa genetika.
Teknologi ini
mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan teknologi konvensional,
yaitu (1) memperluas pengadaan sumber gen resistensi karena dengan teknologi
ini kita dapat menggunakan gen resisten dari berbagai sumber, tidak hanya dari
tanaman dalam satu spesies tetapi juga dari tanaman yang berbeda spesies, genus
atau famili, dari bakteri, fungi, dan mikroorganisme lain, (2) dapat
memindahkan gen spesifik ke lokasi yang spesifik pula di tanaman, (3) dapat
menelusuri stabilitas gen yang dipindahkan atau yang diintroduksi ke tanaman
dalam setiap generasi tanaman, (4) dapat mengintroduksi beberapa gen tertentu
dalam satu event transformasi sehingga dapat memperpendek waktu perakitan
tanaman multiple resistant, dan (5) perilaku dari gen yang diintroduksi di
dalam lingkungan tertentu dapat diikuti dan dipelajari, seperti kemampuan gen
tersebut di dalam tanaman tertentu untuk pindah ke tanaman lain yang berbeda
spesiesnya (outcrossing), dan dampak negatif dari gen tersebut di dalam
tanaman tertentu terhadap lingkungan dan organisme bukan target.
Selain itu, terdapat beberapa
tanaman yang memiliki khasiat seperti pestisida yang dapat mengendalikan
peredaran hama dan penyakit diantaranya adalah :
1. Srikaya (Annona squamosa L), memiliki kandungan bahan aktif berupa
lemak, annonain dan resin. Cara kerjanya adalah memiliki Repellen (zat penolak)
dan antifeedan. Tanaman ini efektif terhadap hama penghisap polong, Nezara
viridula, Riptortus sp, P. hybnery dan ulat grayak serta hama gudang (Callosobruchus sp). Adapun tekhnik pembuatannya adalah 15-25
biji srikaya ditumbuk sampai halus
serbuk direndam dalam 1lt air+1gr deterjen selama 24 jam Larutan
disaring dan siap untuk disemprotkan.
2. Tanaman Serai, memiliki kandungan bahan aktif yakni
senyawa sitral, sitronela, geraniol, mirsena, nerol,
farnesol, metil heptenon, dan dipentena. Mempunyai cara kerja sebagai racun kontak, penghambat peletakan telur.
Tanaman ini efektif terhadap Ulat daun, hama gudang serta teknik Pembuatan : Untuk pengendalian
hama gudang, tanaman dibakar dan abunya digunakan untuk mengendalikan hama
gudang.
Langkah pengendalian untuk hama jenis lalat yang paling mudah adalah dengan menjaga kebersihan sekitar
tanaman buah ataupun kebun dengan membuang dan membakar sampah daun dan buah
yang busuk, membungkus buah sejak dini yaitu saat telah menjadi buah kecil
(fruit set) dengan menggunakan kertas koran, plastik, dan lain-lain. Namun
langkah tersebut tidak mengurangi populasi lalat buah yang berkembang. Salah satu
jalan adalah dengan menggunakan perangkap lalat buah yaitu Metil Eugenol. Metil
eugenol merupakan feromon sintetis (buatan) atau hormon penarik (attractan)
lalat buah jantan yang dipunyai lalat betina untuk mengadakan perkawinan.
Selain itu pula, Pemerintah menganjurkan pengendalikan
dilakukan dengan pendekatan pengendalian hama terpadu. Yaitu menekankan pada
penggunaan bahan non kimiawi, melalui pemanfaatan agensia hayati. Memang, cara
ini tidak secepat dan setuntas bila dibandingkan denga racun pestisida. Hanya
saja harga pestisida jauh lebih mahal ketimbang menggunakan musuh alami dari
hama maupun penyakit yang menyerang kapas. Jadi, kalau masih menguntungkan,
penggunaan pestisida bisa dilakukan.
Pengendalian
dengan pestisida maupun varietas tahan (tradisional maupun transgenik)
mengalami permasalahan, yaitu resistensi serangga hama terhadap bahan aktif
baik di pestisida maupun dalam tanaman. Resistensi adalah suatu proses di rnana
populasi hama terseleksi dan setelah beradaptasi, dapat hidup dan berkembang
biak jika dihadapkan pada suatu jenis pestisida atau tanaman tahan di mana
terjadinya proses seleksi dan adaptasi tersebut. Untuk mengendalikan populasi
hama tanaman yang telah resisten terhadap pestisida maupun varietas tahan,
selain sulit, juga memerlukan biaya yang besar. Resistensi hama mempunyai basis
genetik, lingkungan, dan faktor ekologi yang mempengaruhi perkembangan
resistensi tersebut. Resistensi ini seyogyanya dapat dikendalikan dengan
manajemen resistensi yang sesuai.
Pada saat ini, lebih dari 40 tanaman transgenik telah dilepas secara komersial
di dunia. Jumlah ini akan
terus meningkat pada tahun-tahun rnendatang. Pengalaman membuktikan bahwa hama
serangga dapat beradaptasi dengan faktor resisten, sehingga perhatian akan
perkembangan serangga menjadi resisten dan cara untuk mengontrol resistensi
tersebut harus diperhatikan secara serius. Masalah yang disebabkan oleh daya
adaptasi serangga terhadap pestisida dan varietas tahan, baik yang dibuat
secara konvensional maupun dengan rekayasa genetika dapat menyebabkan biaya
yang tinggi. Biaya ini dapat berupa hilangnya kepercayaan masyarakat petani
pada pemerintah/perusahaan penghasil benih dan lembaga terkait lainnya dan
dapat menyebabkan masa pakai/jual yang pendek terhadap produk yang dihasilkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai jenis hama penting dan organisme pengganggu pada tanaman kapas, maka dapat di tarik beberapa kesimpulan di antaranya adalah :
Ø Kapas (Gossypium
sp.) merupakan tanaman
budidaya yang diambil seratnya sebagai bahan sandang dan bijinya sebagai bahan
industri dan merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
penting Dalam pembangunan sub sektor perkebunan antara lain untuk memenuhi
kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara.
Ø Adapun jenis organisme pengganggu
pada tanaman kapas adalah hama perusak akar yaitu Meloidogyne sp. Hama
penggerek yaitu Earias sp., hama pemakan daun adalah ulat tanah Agrotis
sp., ulat grayak Spodoptera litura, Helicoverpa armigera, hama
Penghisap diantaranya wereng daun Empoasca sp., kutu kebul Bemisia
tabaci, kutu Aphis gossypii, tungau Tetranichus sp dan hama
Perusak buah diantaranya pula adalah ulat buah Helicoverpa armigera, Earias
sp., kumbang Pectinophora sp., kepik Dysdercus cingulatus.
Ø Ada
beberapa jenis hama penting yang dikenal antara lain adalah :
- Hama
wereng Empoasca sp. (Homoptera : Ciccadellidae).
- Hama
perusak daun : ulat tanah Agrotis epsilon (Lepidoptera : Noctuidae),
ulat grayak Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) .
- Hama
perusak buah : Earias sp. dan Helicoverpa armigera (Lepidoptera
,Noctuidae).
Ø Cara pengendalian hama penting pada
tanaman kapas adalah Pengendalian dengan menggunakan pestisida atau insektisida maupun varietas tahan (tradisional
maupun transgenik)
yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pengaplikasiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S.L., S.K. Banerjee, S.
Jagmail , and J. Singh . 1998. Genotype
vs environment interaction of morphotypes in cotton (Gossypium hirsutum L.).
India J.Agric. Res. 32: 93-100.
Anonim, 2008, Pertemuan Ke II Hama Tanaman Tahunan , Downloaded from http://www.aditya2015.web.ugm.ac.id/DIHT/perkebunan.ppt. diakses pada tanggal 9 Juli 2008.
Bahagiawati, 2008, Manajemen Resistensi Serangga
Hama pada Pertanaman Tanaman Transgenik Bt, Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor, dikutip dari Jurnal Tinjauan Ilmiah Riset Biologi dan Bioteknologi Pertanian Volume 4 Nomor 1 Tahun 2001.
Baharuddin,
Nur Amin & Kurniati .,2004, Pengamatan
Penyakit Penting
Pada Beberapa Fase Perkembangan Tanaman Kapas
(Gossypium hirsutum L.)Transgenik
Bt Di lahan sawah dan Lahan kering ,Jurusan
Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Dikutip pada jurnal . Sains & Teknologi, Desember 2004, Vol. 4 No.3:
101-108.
H.
Simanjuntak, BSc, SH, Msi., 2000, Musuh alami dan hama pada kapas, Proyek
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat, Direktorat Proteksi Tanaman
Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
I G.A.A. Indrayani dan Deciyanto Soetopo, 2008, Potensi Patogen Serangga dalam Pengendalian
Hama Kapas secara Hayati dan Upaya Pengembangannya, Balai Penelitian
Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
I G.A.A. IndrayaniI, Siwi Sumartini ,
dan B. Heliyanto, 2007, Ketahanan
beberapa aksesi kapas terhadap hama Amrasca biguttula (ISHIDA), Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang – Jawa Timur yan dikutip pada Jurnal Littri
13(3), September 2007. Hlm 81 – 87.
IG.A.A. Indrayani dan Siwi Sumartini,
2007., Pengaruh Ukuran Baktrea Beberapa
aksesi kapas terhadap serangan hama penggerek buah Helicoverpa armigera
(HUBNER)., Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat., Malang. Dikutip pada Jurnal Littri
13(4), Desember 2007. Hlm. 125-129.
Li-feng, W.U., Cai-Quingnian , and
Zhang-Qingwen . 1997. The resistance of
cotton lines with different morphological characteristics and their F1 hybrids
to cotton bollworm. Acta Entomologica-Sanica, 40: 102-109.
Mukani,
2007, Upaya
Mengakhiri Derita Petani Kapas.,
Majalah Kompas, Jakarta.
Parrot, W.L., J.N. Jenkis , and D.B.
Smith . 1973. Frego bract cotton and
normal bract cotton. How morphology affects control of boll weevils by
insecticides. J. Econ. Entomol. 66: 222-225.
Purnama
hidayat ph.d., 2005, Perlintan , www.
Biologi.co.id., diakses pada tanggal 9 Juli 2008.
Yudha Hartanto MSi.,
2007, Pengendalian Lalat Buah, toko.pupuk.com,
diakses pada tanggal 9 Juli 2008.
Komentar