Variasi Jumlah Kromosom
Variasi jumlah kromosom dapat terjadi karena adanya penambahan atau pengurangan set kromosom (genom) baik secara lengkap maupun sebagian. Variasi jumlah kromosom dapat dibedakan menjadi dua yaitu euploidi dan aneuploidi. Euploidi terbagi dua yaitu monoploid dan poliploid. Poliploid terbagi dua lagi yaitu autoploid dan alloploid. Ada beberapa variasi kemungkian dalam aneuploidi yaitu monosomi, nulisomi dan trisomi.
A. Euploidi
Euploidi adalah keadaan dimana jumlah kromosom yang dimiliki oleh suatu individu merupakan kelipatan dari kromosom dasarnya (kromosom haploidnya). Satu set kromosom haploid disebut genom. Individu euploidi ditandai dengan dimilikinya set kromosom (genom) yang lengkap. Individu monoploid memiliki satu genom (n), diploid memiliki dua genom (2n), triploid memiliki tiga genom (3n) dan seterusnya. Individu yang memiliki lebih dari dua genom biasanya disebut poliploid.
Euploidi secara alami terjadi karena pemisahan yang tidak teratur selama mitosis sehingga menghasilkan sel sel meristematis yang menyebabkan kelipatan jumlah kromosomnya tetap berada pada generasi baru dari tanaman tersebut. Tanaman euploidi dapat pula terjadi karena sel sel reproduktif mengalami reduksi yang tidak teratur sehingga kromosom tidak berpisah secara sempurna ke kutub kutub sel pada waktu anafase. Dengan demikian jumlah kromosom dalam gamet menjadi dua kalilipat (Damayanti et al., 2005).
Tipe Euploid |
Jumlah Genom (n)
|
Komplemen Kromosom
(ABC merupakan satu genom)
|
Monoploid Diploid Poliploid: Triploid Tetraploid Pentaploid Heksaploid Septaploid Oktoploid Dan seterusnya | Satu (n) Dua (n) Lebih dari 2n Tiga (3n) Empat (4n) Lima (5n) Enam (6n) Tujuh (7n) Delapan (8n) | A B C AA BB CC AAA BBB CCC AAAA BBBB CCCC AAAAA BBBBB CCCCC AAAAAA BBBBBB CCCCCC AAAAAAA BBBBBBB CCCCCCC AAAAAAAA BBBBBBBB CCCCCCC |
A.1. Monoploid
Individu monoploid hanya memiliki satu set kromosom haploid. Secara alami monoploid jarang terjadi tetapi biasa terjadi pada serangga seperti semut dan lebah dimana telur diperoleh tanpa proses fertilisasi. Pembelahan meiosis tidak mormal karena kromosom tidak berpasangan sehingga umumnya bersifat steril seperti pada lebah jantan (Griffiths et al, 2005, Hartl, 1994). Tidak ada kemungkinan heterozigot dan tidak terjadi segregasi. Tanaman monoploid umumnya lebih kerdil, tidak tahan serangan hama, penyakit dan perubahan lingkungan dibandingkan tanaman diploid. Pada pemulian tanaman monoploid digunakan untuk mengetahui adanya mutasi resesif pada tanaman.
Salah satu contoh monoploid adalah lebah jantan. Pada lebah tedapat perbedaan tingkat ploidi antara jantan dan betina. Sistem perbedaan seperti ini dikenal dengan sebutan haplodiploidi, lebah jantan haploid dan lebah betina diploid. Kasus ini bukan mutasi atau aberasi kromosom tetapi merupakan sistem biologis yang berhubungan dengan penentuan jenis seks. Telur yang dibuahi menjadi lebah betina dan yang tidak dibuahi akan menjadi jantan.
Siklus hidup lebah dapat disempurnakan berkat adanya kemampuan pada lebah jantan untuk membentuk gamet melalui proses mitosis, sedangkan yang betina melalui meiosis (Jusuf, 2001).
A.2. Poliploid
Poliploid adalah keadaan dimana suatu individu memiliki lebih dari dua genom sehingga setiap gen memiliki lebih dari dua alel. Poliploid memiliki kromoson yang lengkap dan terdapat tambahan kromosom yang fertilitasnya rendah. Tanaman poliploid tampak lebih kekar, bagian bagian tanaman lebih besar, stomata lebih besar dan lebih vigor daripada tetuanya. Suminah et al (2002) menyatakan bahwa tanaman poliploid memiliki jumlah kromosom yang lebih banyak, ukuran sel lebih besar, namun ukuran kromosom lebih kecil. Hal ini disebabkan karena pertambahan ukuran sel tidak sebanding dengan pertambahan jumlah kromosom. Pada beberapa spesis tangkai dan helaian daun menjadi lebih tebal dengan warna yang lebih hijau.. Ukuran bunga lebih besar namun waktu berbunga menjadi lebih lama (masa vegatatif lebih lama). Fertilitas tanaman berkurang. Tanaman kurang tahan terhadap serangan penyakit dan perubahan lingkungan. Perwati (2009) melaporkan bahwa tanaman Adiantum radianum poliploid memiliki indeks stomata yang lebih kecil tetapi memiliki ukuran stomata yang lebih besar serta memiliki daerah penyebaran yang lebih luas dari tanaman diploid.
Poliploid juga memiliki dampak terhadap komposisi kimia pada tanaman. Misalnya kandungan vitamin A pada jagung tetraploid lebih tinggi 40 % daripada spesis diploid. Hal yang sama juga terjadi pada sayuran dan buah buahan, kandungan vitamin C meningkat seiring peningkatan jumlah kromosom. Tembakau tetraploid memiliki kandungan nikotin 18 – 33% lebih tinggi daripada tanaman diploid (Acquaah, 2007).
Poliploid dapat terjadi secara buatan (induksi) dan alami. Poliploid yang sengaja dibuat biasanya menggunakan bahan bahan kimia tertentu seperti asenaftan, kloralhirat, sulfanilamid, etil-merkuri-klorid, heksklorosikloheksan dan kolkisin. Dari semua zat kimia tersebut, kolkisin paling sering dugunakan karena efektif dan mudah larut dalam air. Sedangkat zat kimia lainnya hanya larut dalam gliserol. Suminah et al. (2002) melaporkan bahwa pemberian 1 % kolkisin selama 3 – 4 hari sampai terbentuk pembesaran akar pada bawang merah mengakibatkan terjadi variasi kromosom berupa monoploid, diploid, dan poliploid. Kromosom yang bersifat haploid diduga akibat adanya delesi. Selanjutnya Ihsan et al. (2008) menyatakan, perendaman biji semangka kultivar
R11 dengan konsentrasi kolkhisin 0,5% selama 35 jam menghasilkan persentase perubahan jaringan diploid menjadi tetraploid paling tinggi yaitu rata-rata 8,33%. Secara alami poliploid dapat terjadi melalui:
- Kelipatan sel somatis. Sel mengalami pemisahan yang tidak teratur selama mitosis sehingga menghasilkan sel sel meristematis, yang menyebabkan kelipatan jumlah kromosom tetap berada dalam generasi baru tanaman itu.
- Sel sel reproduktif yang mengalami reduksi tidak teratur atau pembelahan sel yang tidak teratur sehingga kromosom tidak berpisah secara sempurna ke kutub kutub sel pada waktu anafase. Hal ini menyebabkan jumlah kromosom dalam gamet menjadi dua kali lipat.
Berdasarkan sumber (asal) kromosom, poliploid terbagi atas dua yaitu :
Autopoliploid (autoploid)
Autoploid adalah keadaan dimana set kromosom (genom) berasal dari spesis tunggal. Memiliki lebih dari dua kromosom homolog sehingga membentuk bivalen dan multivalen pada meiosis. Genetik dari autoploid cukup rumit dengan adanya multialel dan multivalen karena berkumpulnya kromosom pada waktu meosis. Autoploid memiliki lima genotipe mulai quadrupleks (AAAA) hingga nulipleks (aaaa) (Acquaah (2007).
Proporsi gen dominan (A) dan resesif (a) berbeda dari diploid. Jumlah fenotipe yang diperlihatkan bergantung pada sifat dominan A dan a. Jika A dominan penuh terhadap a maka hanya ada dua fenotipe, tetapi jika dominan A tidak dominan penuh, maka efek dari alel A adalah kumulatif dan menghasilkan lima fenotipe. Penyerbukan sendiri pada lima genotipe akan memberikan hasil yang berbeda pada autotetraploid, dengan asumsi kromosom bersegregasi acak (Acquaah, 2007).
Tabel 2. Genetik dari autoploid
Diploid | Polyploidy | Nama |
Persilangan
Aa × Aa
|
AAaa × AAaa
| |
Hasil 1/4 AA 2/4 Aa 1/4 aa |
1/36 AAAA
8/36 AAAa 18/36 AAaa
8/36 Aaaa 1/36 aaaa |
Quadrupleks
Tripleks Dupleks Simpleks Nulipleks |
Seluruh atau sebagian spesis autoploid berkarakter resesif jarang ada dalam satu populasi, mereka memisahkan diri dalam satu spesis diploid. Autoploid sering meningkatkan ukuran sel sel meristematik dan sel penjaga. Umunya jumlah sel dan tingkat pertumbuhan menurun yang mengakibatkan pembungaan. Autoploidi dapat digunakan untuk menghubungkan penyilangan ploidi di intraspesifik dan untuk memindahkan gen melewati interspesifik. Dari penelitian ada tiga prinsip telah berubah yang berfungsi sebagai panduan untuk produksi dan pemanfaatan autoploid dalam pemulian tanaman.
- Autoploid umumnya memiliki pertumbuhan vegetatif yang baik dan mengurangi produksi benih sehingga bagian vegetatif digunakan untuk pemulian dibandingkan menggunakan biji.
- Autoploid menghasikan sifat vigor dan steril yang diperoleh dari penggandaan kromosom diploid dengan jumlah kromosom yang sedikit.
- Autoploid yang berasal dari penyerbukan silang mungkin akan lebih sukses daripada autoploid yang berasal dari penyerbukan sendiri karena penyerbukan meningkatkan rekombinasi gen yang ekstensif antara poliploid dan meningkatkan peluang mendapatkan genotipe seragam.
Crowder (1997) menjelaskan ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya autoploid antara lain :
- Kegagalan mitosis selama megasporogenesis
- Nondisjunction pada anafase yang menyebabkan gamet fungsional mnerima dua set kromosom
- Mutasi somatik yaitu penggandaan jumlah kromosom dikuti dengan pembelahan mitosis dan pembentukan jaringan poliploid yang dapat berkembang menjadi batang atau cabang poliploid
- Penggunaan kolkisin dapat mencegah terbentuknya benang benang gelendong menyebabkan panggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel.
Allopoliploidi (alloploid)
Alloploid adalah keadaan dimana set kromosom (genom) yang berasal dari dua atau lebih spesis dan terjadi melalui hibridisasi. Alloploid berasal dari persilangan dua spesis atau dua genus yang berbeda tetapi masih kerabat dekat. Persilangan ini akan menghasilkan F1 yang memiliki genom yang berlainan dan bersifat steril disebut hibrid interspesifik (Suryo, 1995). Sifat steril yang dihasilkan pada persilangan ini disebabkan karena hanya ada beberapa atau tidak ada kromosom yang homolog. Hal ini menyebabkan proses meiosis berjalan tidak normal dan gamet tidak mampu hidup. Kadang kadang terjadi penggandaan somatik dan menghasilkan rangkaian kromosom homolog.
Tahun 1928 Kapechenckov berhasil menyilangkan tanaman radis (Raphanus sativus) dengan tanaman kol/kubis (Brassica oleracea). Kedua tanaman ini termasuk dalam satu famili, Cruciferae dan memiliki jumlah kromosom yang sama 2n = 18. Tanaman hibrid F1 yang diperoleh terdiri dari sel sel mengandung 18 kromosom, 9 kromosom berasal dari tanaman radis dan 9 kromosom berasal dari tanaman kubis. Genom kedua tanaman tidak dapat berpasangan karena mengandung genom yang berbeda sehingga bersifat steril. Namun terkadang terdapat gamet gamet yang tidak mengalami reduksi sehingga menghasilkan biji dan menghasilkan tanaman allotetraploid (Suryo 1995).
B. Aneuploidi
Individu aneuploidi adalah individu yang memiliki kromosom dalam intinya selnya bukan merupakan kelipatan dari inti selnya. Jika dibandingkan dengan individu normal diploid, individu aneuploidi memiliki kekurangan atau kelebihan kromosom tertentu. Tidak genapnya jumlah kromosom disebabkan karena adanya penambahan atau kehilangan satu atau beberapa kromosom pada genom. Yang paling banyak ditemukan adalah individu dengan penambahan atau kehilangan satu kromosom.
Tabel 3. Berbagai kemungkinan variasi dalam aneuploid
Tipe | Formula |
Komplemen kromosom
(ABC merupakan satu genom)
|
Disomi (normal) Monosomi Nulisomi Trisomi Doubel trisomi Tetrasomi |
2n 2n – 1 2n – 2 2n + 1 2n + 1 + 1 2n + 2 | (ABC)(ABC) (ABC)(AB) (AB)(AB) (ABC)(ABC)(C) (ABC)(ABC)(B)(C) (ABC)(ABC)(C)(C) |
Aneuploidi dapat terjadi karena hal hal berikut :
- Hilangnya kromosom dalam sel sel hasil mitosis atau meiosis karena kromosom datang terlambat yang ditandai oleh bergeraknya kromosom pada anafase. Kejadian ini menghasilkan jumlah kromosom hipoploid. Misalnya 4n – 2, 4n – 1, 2n – 2 dan seterusnya.
- Nondisjunction (gagal berpisah) kromosom kromosom atau kromatid kromatid selama mitosis atau meiosis. Kejadian ini menghasilkan jumlah kromosom hipoploid atau hiperploid.
- Distribusi kromosom yang tidak teratur selama meiosis pada poliploid dengan genom ganjil (misalnya triploid, pentaploid).
- Terdapat mitosis multipoler sehingga pembagian kromosom tidak teratur dalam anafase. Hal ini menyebabkan terbentuknya jaringan dengan kromosom mosaik.
Dari empat penyebab terjadinya aneuploidi tadi, kelainan kromosom yang khas untuk aneuploid adalah peristiwa nondisjunction pada meiosis selama gametogenesis. Salah satu dari pasangan kromosom homolog gagal berpisah menuju ke kutub kutub sel sehingga tetap bergabung dalam salah satu gamet. Peristiwa ini menyebabkan sebagian gamet mengalami penambahan jumlah kromosom, sedangkan yang lain mengalami pengurangan jumlah kromosom. Namun ada kalanya nondisjunction terjadi pada mitosis.
Gambar Nondisjunction kromosom pada meiosis 1 dan 2.
B.1. Trisomik
Trisomik merupakan euploid dengan penambahan satu kromosom (2n+1). Kondisi trisomik dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi kelompok pautan pada beberapa spesies tanaman, di antaranya jagung, sorgum dan tomat. Trisomik dapat terjadi pada spesis nonpoliploid, dimana monosomik dan nulisomik akan inviable. Segregasi trisomik berbeda dengan segregasi diploid. Dimana lokasi kromosom gen dapat terdeteksi dari bagian trisomik hibrid yang bersegregasi seperti rasio trisomik.
Menurut Sastrosumarjo et al. (2006), ada lima macam trisomik yaitu :
- Trisomik primer, yaitu tanaman yang mempunyai satu tambahan kromosom normal. Trisomik primer dapat diperoleh dari hasil gagal berpisah pada waktu meiosis. Selain itu, diperoleh dari turunan tetrapliod yang tidak stabil atau persilangan antara tetraploid dengan diploid.
- Trisomik sekunder, yaitu tanaman yang mempunyai tambahan satu kromosom yang kedua lengannya berasal dari lengan kromosom yang sama. Trisomik sekunder dapat diperoleh dari kesalahan pembelahan sentromer secara melintang yang seharusnya membujur pada waktu meiosis atau mitosis.
- Trisomik tersier, yaitu tanaman yang mempunyai tambahan satu kromosom yang kedua lengannya berasal dari lengan kromosom yang berbeda. Trisomik tersier dapat diperoleh dari turunan individu yang mempunyai kromosom translokasi heterozygot.
- Trisomik kompensasi, yaitu tanaman yang mempunyai sebuah kromosom hilang dan digantikan dengan dua kromosom lain yang mengalami modifikasi.
- Trisomik telosomik, yaitu tanaman yang mempunyai tambahan satu kromosom telosentrik. Trisomik ini memperlihatkan berbagai macam bentuk kromosom dalam meiosis, misalnya melingkar, menyerupai cincin yang putus.
B.2. Monosomik
Monosomik dapat dihasilkan dari spesies poliploid dimana hilangnya kromosom seimbang oleh gen pada homoelogus di genom lain. Monosomik dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen dengan kromosom spesifik pada spesis poliploid atau mengganti kromosom tertentu atau gen dari kultivar lain atau spesies lain yang berhubungan dengan spesies poliploid tertentu. Pada monosomik dapat terjadi pertukaran single kromosom pada kultivar yang sama atau yang berhubungan dekat. Pertukaran kromosom antara varietas dengan spesis yang berbeda disebut subtitusi kromosom atau alien subtitusi kromosom.
Menurut Sastrosumarjo et al. (2006), monosomi dihasilkan oleh kejadian kromosom yang tak berpisah (non-disjunction) pada waktu meiosis. Kromosom tak berpisah pada waktu meiosis bisa terjadi pada pembelahan pertama anafase I atau pada pembehalan kedua anafase II. Gamet n-1 jika difertilisasi oleh gamet n akan menghasilkan zigot monosomik (2n-1). Dikenal ada tiga macam monosomik yaitu :
- Monosomik primer adalah keadaan dimana ada satu kromosom yang hilang. Kromosom yang homolog dengan kromosom yang hilang mempunyai stuktur normal.
- Monosomik sekunder, terdapat satu kromosom homolog yang hilang dan digantikan oleh kromosom sekunder atau isokromosom untuk satu lengan dari pasangan kromosom yang hilang.
- Monosomik tersier, yaitu keadaan dimana dua kromosom non-homolog putus di daerah sentromer. Dua lengan kromosom non-homolog ini bersatu dan membentuk kromosom tersier dengan sentromer berfungsi.
B.3. Nulisomik
Tanaman nulisomik mempunyai kromosom 2n-2, biasanya tidak terdapat dalam populasi alami tetapi diperoleh dari persilangan atau selfing tanaman monosomik. Tanaman monosomik jika diselfing akan mengahsilkan 25 % normal, 50 % monosomik dan 25 % nulisomik. Nulisomik digunakan untuk menentukan gen pada kromosom tertentu. Selain itu, nulisomik berfungsi untuk mengetahui pengaruh genetik dari kromosom yang hilang. Analisis nulisomik dapat digunakan untuk menentukan gen dominan terhadap kromosom tertentu. Karena tanaman nulisomik kurang vigor dan fertil dibandingkan tanaman monosomik, teknik nulisomik jarang digunakan dibandingkan teknik monosomik. Umumnya pada tanaman normal diploid, nulisomik bersifat letal. Jika hidup ummnya berukuran kecil, lemah, fertilitasnya kurang dan tidak memiliki arti penting dalam agronomi.
Penutup
Variasi jumlah kromosom terdiri dari euploidi dan aneuploidi. Euploidi terdiri dari monoploi dan poliploid. Poliploid terdiri dua bagian lagi yaitu autoploid dan alloploid. Sedangkan aneuploidi terdiri dari trisomik, monosomik dan nulisomik.
Daftar Pustaka
Acquaah, G. 2007. Principles of Plants Genetics and Breeding. Blackwell Publishing Ltd. UK.
Crowder, L.V. 1997. Genetika Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.
Damayanti, S.D., A. Purwantoro dan E. Sulistyaningsih. 2005. Analisis kariotipe beberapa kultivar Aglonema. Agrosains 18 (4) : 395 – 408.
Griffiths, A.J.F., S.R. Wesster., R.C. Lewontin., W.M. Gelbart., D.T. Suzuki dan J.H. Miller. 2005. Introduction to Genetic Analysis Eighth Edition. W.H. Freeman and Company. New York, USA.
Hartl, D. L. 1994. Genetics-Third Edition. Jones and Bartlett Publishers international, Inc. USA.
Ihsan, F., A. Wahyudi dan Sukarmin. 2008. Teknik pembentukan semangka tetraploid untuk perakitan varietas semangka tanpa biji. Buletin Teknik Pertanian 13 (2) : 75-78.
L. K. Perwati. 2009. Analisis Derajat Ploidi dan Pengaruhnya Terhadap Variasi Ukuran Stomata dan Spora pada Adiantum Raddianum. BIOMA Vol II no 2 hal 39 – 44.
Sastrosumarjo, S., Yudiwanti., S. I. Aisyah., S. Sujiprihati, M. Syukur., R. Yunianti. 2006. Sitogenetika Tanaman. IPB Press. Bogor.
Suminah, Sutarno dan A.D. Setyawan. 2002. Induksi poliploidi bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan pemberian kolkisin. Biodeversitas 3 (1) : 174-180.
Suryo. 1995. Sitogenetika. UGM Press. Yogyakarta.
Yusuf, M. 2001. Genetika I-Struktur dan Ekspresi Gen. Agung Seto. Jakarta.
Komentar