PRODUKSI METABOLIT SEKUNDER PADA TANAMAN MELALUI KULTUR JARINGAN

Pendahuluan 

Permasalah yang kerap muncul dalam industri farmasi adalah pengadaan bahan baku obat. Salah satu sumbr bahan baku obat tersebut berasal dari mtabolit sekunder yang diproduksi oleh tanaman. Namun, produksi metabolit sekunder secara konvensional pada tanaman biasanya memiliki kadar yang sedikit. Salah satu metode yang digunakan untuk menghasilkan metabolit sekunder yaitu dengan menggunakan metode bioteknologi. 

Metode bioteknologi telah terbukti dapat meningkatkan beberapa produksi beberapa metabolit sekunder pada tanaman. Salah satu metode bioteknologi yang dimanfaatkan untuk memproduksi metabolit sekunder yaitu kultur jaringan tanaman. Kultur jaringan yaitu metode perbanyakan organ, jaringan, sel, atau bagian sel di dalam suatu media yang sessuai secara aseptic dengan tujuan tertentu yang sifat-sifatnya akan sama dengan sifat genetik induknya (Santosa, 2008). 

Prinsip budidaya melalui kultur jaringan bertitik tolak dari teori sel yang ditemukan oleh Schleiden dan Schwann, bahwa sel memiliki kemampuan autonom bahkan memiliki sifat totipotensi. Totipotensi merupakan kemampuan tiap-tiap sel yang diambil dari bagian manapun, yang jika diletakkan pada lingkungan sesuai akan tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. 

Produksi metabolit sekunder melalui kultur in vitro sel atau organ merupakan jalur yang lebih tepat dibandingkan dengan mengkonstruksi suatu mikroba untuk melakukan fungsi-fungsi sintesis produk sekunder. Metabolit sekunder yang dipergunakan dalam industry diisolasi dari berbagai jenis tanaman. Sebagian dari tanaman ditemukan tumbuh liar ditepi jurang atau ditengah hutan. 

Disamping faktor habitat tumbuh pada tempat yang sukar dicapai dan umur yang panjang, variasi kandungan metabolit penting, karena genotype dan lingkungan telah menimbulkan masalah untuk produksi skala industri. Oleh karena itu, penggunaan sisitem in vitro membuka suatu alternative yang menarik untuk produk-produk yang suplai bahan mentahnya tidak dapat dipastikan 

Pengertian Metabolit Sekunder dan Beberapa Persenyawaan Metabolit Sekunder 

Tanaman dengan kemampuannya mensintesisi berbagai persenyawaan organic, merupakan pendukung kehidupan di bumi ini. Persenyawaan-persenyawaan yang dihasilkan dapat digolongkan atas metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer terlibat dalam proses fisiologi utama dengan mekanisme yang sudah diketahui. Sedangkan metabolit sekundr terlibat dalam proses-proses yang masih belum sepenuhnya dipahami. Walaupun fungsinya dalam tanaman belum spenuhnya diungkapkan, namun metabolit sekunder sudah digunakan dalam industry seperti: industry farmasi, wangi-wangian, aditif makanan, pemanis, pewarna, dan antimikroba. 

Gambar Tanaman-tanaman penghasil Metabolit 

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang tidak terlibat langsung dalam pertumbuhan, perkembangan, atau reproduksi makhluk hidupyang fungsinya masih belum diketahui secara pasti. Senyawa ini biasa digunakan untuk pertahanan dan perkembangbiakan tanaman. Kebanyakan senyawa metabolit sekunder ini beracun bagi hewan. Penggolongan metabolit sekunder berdasarkan biosentesisnya meliputi senyawa alkaloid, fenol, dan terpenoin (Anonim, 2010). Peranan metabolit sekunder (wink, 1987) adalah : 
  • Sistem pertahanan terhadap virus, bakteri dan fungi. 
  • Sistem pertahanan terhadap herbivore : molusca, anthropoda dan vertebrata 
  • Sistem pertahanan terhadap tanaman lain melalui allelopati 
  • Atractan bagi binatang-binatang yang membantu polinasi dan penyerbukan biji 
  • Penyimpangan nitrogen 
  • System transportasi nitrogen 
  • Proteksi terhadap sinar U.V. 
Golongan persenyawaan yang telah diteliti meliputi: alkaloid, flavonoid, phenol, saponine, terpene, asam amino non protein dan quinon. Duperkirakan hanya sekitar 15% dari spesies tanaman yang telah diidsolasi persenyawan-persenyawaannya. Dari tiap spesies hanya 1-2 persenyawaan yang diketahui dengan pasti (Balandren et al, 1985). 

Selain bernilai ekonomis karena dapat digunakan dalam industry, metabolit juga memegang peranan penting dalam pertanian dan pemuliaan tanaman. Metabolit sekunder yang penting bagi tanaman menurut Schlee, 1986; Levin, 1976; Savein, 1977; Wink, 1987, yang dihimpun oleh Wink (1988):
 
Fungsi Biologis
Golongan persenyawaan
Antraktan
Betaalanine, asthocyanine, carotenoid, flavonoid, asam amino, amine, gula
Allelopati
Fenol, asam amino non protein, phloridzin, juglone, quercelin, polyacexylon, sesquiterpene lactone
Antrifungal
Asam protocatichuic, asam chlorogenic, tannin, solanin, limonene, geraniol, citrol, juglon, lupanine, furanocoumarine, saponin, canavanine, nobeletin
Antibakteri
Citronelal, canavanine, terterine, Azetidine-2-carboxilic acid
Antiviral
Lycorine, sparteine
Insect repellence
Tannin, asam caffeat,n sam ferulat, citropine, colchicine, nicotine, p[iperine, glycoside cyanogenic, cocemarine, saponin, cucurbitacin, grossypol, liminene, rutin, morin, quercetin, berberine, inhibitor protease, asam amino non protin.
Toksik untuk vertebrata
Iso flavon, coumarin, juglone, cardenolide, glycoside cyanogenik, saponin, hypericin, grossypol, tannin, alkaloid pada umunya, asam amino non protein.
Sumber: Wink, M. 1988

Sumber Metabolit Sekunder Pada Tanaman. 

Beberapa jenis senyawa metabolit sekunder yang telah diproduksi secara komersial melalui kaultur jaringan adalah (George, E. R. 1984): 
  • Produksi Shikonin yaitu suatu senyawa napthaquinon yang digunakan sebagai bahan pewarna dan bahan obat-obatan telah diproduksi dalam skala komersial oleh Mitsui Petrochemical Co. 
  • Produksi nikotin dalam konsentrasi tinggi dari beberapa kalus Nicotiana 
  • Produksi berberin dari Coptis japonica. 
Sedikitnya senyawa metabolit sekunder yang telah diproduksi secara komersial antara lain disebabkan oleh masih rendahnya kuantitas produksi senyawa tersebut dalam kultur jaringan tanaman. Oleh karena itu, tujuan produksinya melalui kultur jaringan adalan untuk memproduksi sel, kalus atau embrio somatik yang dapat memproduksi senyawa metabolir sekunder dalam kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya pada tanaman. Beberapa contoh perbandingan produksi senyawa metabolit sekunder melalui kultur jaringan dengan isolasi di daun antara lain penigkatan kadar kurkumin pada tanaman kunyit dan temulawak (Eigner, 1999). 

Senyawa Kurkumin pada tanaman Kunyit dan Temulawak 

Kunyit (Curcuma domestica Val ) dan temulawak (Curcuma xanthorhiza Val) merupakan tanaman obat potensial penghasil kurkumin. Selain sebagai bahan baku obat, dapat juga digunakan sebagai bumb dapur dan zat pewarna alami. Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati sakit perut, penyakit hati, karminatif stimulant, gatal-gatal, gigitan serangga, diare dan rematik. Kandungan utama didalamnya salah satu yaitu kurkumin (Rahardjo dan Rostiana, 2004). Kunyit mengandung 3-4% kurkumin, terdiri atas kurkumin I 94%, kurkumin II 6%, dan kurkumin III 0,3% (Chattopadhyay et al, 2004). 

Gambar Tanaman Kunyit (Curcuma domestica)

Kurkumin merupakan salah satu produk senyawa metabolit sekunder dari tanaman Zingiberaceae, khusunya kunyit dan temulawak yang telah dimanfaatkan dalam industry farmasi, makanan, farfum dan lain-lain (Joe et al. 2004). Senyawa kurkumin ini, seperti halnya senyawa kimia lain seperti antibiotic, alkaloid, steroid, minyak atsiri, resin, fenol yang merupakan hasil dari metabolit sekunder suatu tanaman (Indrayanto, 1987). 

Kurkominoid adalah sekelompok senyawa fenolik yang terkandung dalam rimpang tanaman family Zingiberaceae antara lain: Curcuma longa syn. Curcuma domestica (kunyit) dan Curcuma xanthorhiza (temulawak). Kurkumanoid bermanfaat untuk mencegah timbulnya infksi berbagai penyakit. Kandungan utama dari kurkumanoid adalah kurkumin yang berwarna kuning. Kandungan kurkumin di dalam kunyit berkisar 3-4% (Joe et al, 2004; Eigner dan Schulz, 1999). Kurkumin (C2H20O6) atau diferuloyl methane pertama kali diisolasi pada tahun 1815. Kemudian tahun 1910, kurkumin diperoleh dalam bentuk Kristal dan dapat dilarutkan pada tahun 1913. Kurkumin tidak dapat larut dalam air tetapi dapat larut dalam etanol dan aceton (Joe et al, 2004; Chattopadhyay et al, 2004; Araujo). 

Metabolit sekunder seperti kurkumin dari tanaman kunyit dan temulawak dapat dibentuk dengan cara menginduksi jaringan tanaman pada media yang mengandung zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus. Kalus berasal dari potongan organ yang telah steril dalam media yang telah mengadung auksin dan kadangkala sitokinin. Kalus selanjutnya diperbanyak dengan cara kultur kalus ataupun suspensi dan dapat juga menggunakan elisitor dalam fermentor atau bioreactor, contohnya ginseng (Furaya, 1982). 

Senyawa metabolit sekunder melalui kultur jaringan dapat diisolasi dari kalus atau sel. Kandungannya dapat ditingkatkan melalui seleksi bahan tanaman atau jaringan, tingkat pertumbuhan tanaman, pemakaian zat pengatur tumbuh dan prekusor, pemakaian mutagen baik secara fisik maupun kimia serta manipulasi faktor lingkungan. Kalus sebagai bahan senyawa sekunder dan produk lainnya dapat dipacu pembentukan dan pertumbuhannya dengan pemakaian zat pengatur tumbuh 2,4D, NAA, dan sering pula direkombinasikan dengan sitokinin. Adakalanya, kombinasi auksin dengan sitokinin selain slain dapat merangsang proses pembelahan sel juga mempengaruhi kandungan senyawa sekundernya. Hasil penelitian Staba (1976) mendapatkan peningkatan kandungan diosgenin dengan penggunaan 2,4D pada tanaman Dioscarea deltoidea. 

Pada kultur sel, kalus akan kehabisan hara yang disebabkan karna masa kultur yang panjang yang mengakibatkan penguapan air dan unsur hara dari waktu ke waktu. Selain kehabisan hara, sel-sel dalam kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolit sekunder. Sehingga akan menghasilkan senyawa kurkumin dalam jumlah besar dalamwaktu singkat (Kristina, 1992). 

Kultur suspensi adalah kalus yang ditumbuhkan pada media cair dan kultur suspensi ini praktis digunakan untuk produksi bahan-bahan sekunder. Dalam kultur suspensi ini dikenal dua kelompok kultur yaitu kultur batch dan continues. Dalam kerangka batch, media hara dan volume tetap, tetapi konsentrasi hara berubah sesuai dengan pertumbuhan sel. Pada masa inkubasi terjadi pertambahan biomassa yang mengikuti pola sigmoid. Setelah mencapai suatu masa tertentu sel berhenti membelah. Oleh karena itu, kultur batch harus selalu diperbaharui. Sementara kultur continues merupakan kultur jangka panjang dengan suplai hara yang konstan dalam wadah yang besar. Dalam kultur ini terdapat system untuk sirkulasi mengeluarkan media lama dan ditambahkan dengan media baru. Dalam kultur sel continuous terdapat dua tipe yaitu tipe tertutup (close type) dan tipe terbuka (open type). Dalam tipe tertutup sel bertambah trus tanpa dipanen, hanya media yang disirkulasi. Sedangkan pada tipe terbuka, penambahan media baru disertai juga dengan panen sel dan mdia. Tipe kultur continuous yang terbuka dapat menggunakan chemostat atau turbidostat. Chemostat mengguanakan standar konsentrasi bahan-bahan kimia tertentu yang mengatur laju pertumbuhan misalnya konsentrasi N, P, atau glukosa (Syahid, 2002). 

Keberhasilan sintesa metabolit sekunder dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kendala biologis. Faktor lingkungan dapat meliputi cahaya, penggunaan zat pengatur tumbuh, prekusor, unsur hara yang tersedia, komposisi medium, perbedaan morfologi, jaringan tanaman yang digunakan dan aktivitas biosintesa(Tabata dalam Dalimuthe, 1987). Bahan aktif dari suatub tanaman ini, dapat diperoleh dari tanaman lengkap. Tanaman berinteraksi dengan lingkungan memperoleh metabolit sekunder yang bermacam-macam (Harborne, 1996). 

Seleksi in vitro untuk mendaparkan kalus dari tanaman kunyit dan temulawak yang mengandung kurkumin tinggi dapat dilakukan dengan menggunakan agen seleksi filtrate atau elisitor yang ditambahkan ke dalam media tumbuh. Agen seleksi filtrat adalah jasad renik atau bagaian dari gen-gen jasad renik yang mampu menampung gen asing yang ditumpangkan pada struktur jasad renik tersebut dan ditransplantasikan ke dalam sel-sel yang diharapkan mampu mengubah sifat-sifat sel (Xiaojie et al, 2005). 

KESIMPULAN 

Metabolit sekunder adalah senyawa yang tidak terlibat langsung dalam pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi makhluk hidup. Metabolit sekunder memegang peranan penting sebagai system pertahanan terhadap virus (bakteri dan fungi), herbivore (molusca, anthropoda dan vertebrata), tanaman lain (melalui allelopati), sebagai atractan bagi binatang membantu polinasi dan penyerbukan, penyimpanan nitrogen, system transport nitrogen dan proteksi terhadap sinar UV. 

Senyawa metabolit sekunder dari tanaman kunyit dan temulawak berada pada rimpangnya. Salah satu kandungannya metabolit sekunder yaitu kurkumin sebanyak 3-4%. Kurkumoanoid merupakan senyawa fenolik yang bermanfaat untuk mencegah timbulnya infeksi berbagai penyakit. 

Peningkatan kadar kurkumin pada tanaman ini dapat dilakuakn melalui metode bioteknologi yaitu kultur jaringan. Bahan eksplan yang digunakan berasal dari organ tanaman untuk membentuk kalus, yang selanjutnya kalus diperbanyak dengan suspensi. Selain itu, dapat pula digunakan lisitor dalam fermentor atau bioraktor dan menggunakan agen seleksi filtrat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 2010. Chemical plant. diakses tanggal 15 Januari 2010. 

Araujo, C.A.C and L.L. Leon, 2001. Biological activities of curcuma longa L. Mem. Inst. Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 96 (5) : 723-728. 

Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U. and Banerjee, R.K., 2004. Tumeric and Curcumin: Biological actions ans medicinal application Current Science. 87 (1): 44-53. 

Dalimonthe, S.L, 1987. Kultur jaringan sebagai sarana untuk menghasilkan metabolit sekunder. Dalam buku Risalah Seminar Nasional Metabolit Sekunder. 1987. (Ed) Suwijiyo pramono, D. Gunawan dan C.J. Soegihardjo, 6-9 September, Yogyakarta. PAU Bioteknologi UGM. Hal. 157-162. 

Eigner, D. and D. Schulz, 1999. Ferula asa-feotida and curcuma longa in traditional medical treatment and diet in Nepal. J. Ethnopharmacol 67 : 1-6. 

Furaya, T., 1982. Production of pharmacologically active principles in plant tissue culture. Proc.5th Intl.Cong. Plant tissue and Cell Culture. Plant Tissue Culture. 269-272. 

George.E.R., Sherrington, L.R., 1984. Plant Propagation by Tissue Culture Exegetics Limited. Eversely. Baringstoke. 

Harbone, J. B., 1996. Recent advance in chemical ecology. Natural Product Reports 12: 83-98. 

Indriyanto, G., 1987. Produksi metabolit sekunder dengan teknik kultur jaringan. Dalam Buku Risalah Seminar Nasional Metabolit Sekunder. 1987. (Ed) Suwijiyo Pramono, D. Gunawan dan C.J. Soegiarto. 6-9 Sptember. Yogyakarta. PAU Boiteknologi UGM. Hal. 32-44. 

Joe, B., M. Vijaykumar and B.R. Lokesh, 2004. Biological properties of curcumin-cellular and molecular mechanisms of action. Critical Review in Food Scince and Nutrition 44(2) : 97-112. 

Syahid, S.F. dan E. Hadipoentyanti, 2002. Pengaturan zat pengatur tumbuh Benzyl Adenin (BA) dan NAA terhadap pertumbuhan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Buletin Penelitian Tanaman rempah dan Obat. XIII (2): 1-6. 

Xiaojie, X; H. Xiangyang; S. J. Neill; F. Jianying and C. Weining, 2005. Fungal elicitor induce singlet oxygen generation, ethylene release and saponin synthsis in cultured cells of panax ginseng. C.A.Meyer. Plant Cell Physiol. 46 (6): 947-954.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN