PENDUGAAN DAYA SIMPAN BENIH MELALUI SISTEM MULTIPLIKASI DEVIGORISASI (SMD) DENGAN METODE PENGUSANGAN CEPAT FISIK

Pendahuluan
Penyimpanan merupakan fase kritis yang berpengaruh terhadap mutu benih. Penyimpanan benih yang kurang baik akan menyebabkan benih mengalami kemunduran. Salah satu faktor pembatas dalam produksi kedelai di daerah tropis adalah cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi ketersediaan benih bermutu tinggi. 

Banyak faktor yang mempengaruhi daya simpan benih antara lain, faktor internal benih mencakup kondisi fisik dan keadaan fisiologinya; kelembaban nisbi dan temperatur; kadar air benih; genetik; mikroflora; kerusakan mekanik; dan tingkat kemasakan benih. 

Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija yang memiliki kadar protein yang tinggi. Fergusson et al. (1990) melaporkan benih kedelai memiliki kadar protein dan lemak masing-masing sebesar 37%-40% dan 25%-27%. Kandungan protein dan lemak yang tinggi menyebabkan benih kedelai cepat mengalami kemunduran terutama jika kondisi lingkungan simpan kurang menguntungkan (sub optimum). Hasil yang hampir serupa juga dilaporkan Tatipata et al. (2004) bahwa benih kedelai cepat mengalami kemunduran dalam penyimpanan, disebabkan oleh kandungan lemak dan proteinnya yang relatif tinggi sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan. 

Teknik pengusangan cepat (Accelerated aging test/AA test) digunakan untuk mengetahui kualitas benih selama penyimpanan atau potensi benih untuk disimpan. Pengusangan cepat dapat dilakukan secara fisik maupun kimia terhadap benih. Pengusangan secara fisik telah dilakukan Delouche et al. (1971) dengan cara memperlakukan benih pada suhu 400c dan kelembaban nisbi 100 persen. AA test merupakan pengujian vigor yang berhubungan dengan daya tumbuh dan daya simpan. AA test pada kedelai merupakan pengujian yang telah divalidasi menurut ISTA (2007). 

Prinsip pengujian AA test adalah memberikan perlakuan pada benih dalam periode singkat untuk memperoleh suhu dan kelembaban relative tinggi (≈ 95%) dalam periode yang singkat dengan cara meletakkan benih diudara terbuka. Selama pengujian, benih menyerap uap air dari lingkungan yang lembab sehingga kadar air benih meningkat, bersamaan dengan suhu yang tinggi, menyebabkan penambahan berat benih yang lebih cepat. Lot benih yang mempunyai vigor tinggi akan mampu bertahan pada kondisi yang ekstrem dan proses penuaan lambat dibandingkan dengan lot benih yang mempunyai vigor rendah. Sehingga setelah AA test, lot benih yang mempunyai vigor tinggi akan tetap memiliki daya berkecambah tinggi, sedangkan lot benih yang mempunyai vigor rendah daya berkecambahnya akan berkurang (ISTA, 2007). 

Benih kedelai merupakan benih ortodoks yang mengalami kehilangan vigor dan viabilitas relatif cepat selama penyimpanan. Kemunduran benih adalah proses penurunan kualitas benih yang tidak dapat balik atau irreversible. Oleh karena itu metode pendugaan daya simpan benih kedelai yang mudah, cepat dan akurat sangat dibutuhkan dalam proses penanganan benih sebelum dan selama penyimpanan. 

Tujuan 
  1. Mengetahui penurunan viabilitas benih kedelai yang disimpan pada kondisi optimum dan sub optimum. 
  2. Mengetahui penurunan viabilitas benih lima varietas kedelai melalui sistem multiplikasi devigorasi dengan metode pengusangan cepat fisik. 
  3. Mendapatkan metode pendugaan daya simpan benih yang mudah dan akurat. 
Tinjauan Pustaka

Sistem Multiplikasi Devigorasi (SMD) 
Devigorasi benih secara buatan adalah mundurnya viabilitas benih akibat perlakuan pada benih, seperti penderaan secara fisik dan kimia yang menyebabkan viabilitas benih menurun. Pengusangan secara fisik telah dilakukan Delouche et al (1971) dengan cara memperlakukan benih pada suhu 400c dan kelembaban nisbi 100 persen. Secara kimia telah dilakukan oleh Sadjad dan Pian (1980) yaitu devigorasi benih dengan etanol 95%. SMD yang ditemukan oleh Sadjad (1992) merupakan sistem pengujian viabilitas benih dalam dimensi waktu yang dibuktikan dengan deteksi peka untuk vigor konservasi (Vks). Berdasarkan analisis terhadap nilai vigor konservasi (Vks), uji SMD dengan pemanasan maupun tanpa pemanasan dapat menunjukkan penurunan nilai vigor konservasi (Vks), uji SMD dengan pemanasan maupun tanpa pemanasan dapat menunjukkan penurunan viabilitas benih lebih dini, yaitu sejak lama penderaan T1 = (5+5) menit. Peningkatan nilai bidang vigor (BV) juga menunjukkan indikasi penurunan vigor benih dengan semakin lamanya penderaan. 

Pengusangan Cepat dan Kemunduran Benih 
Pengujian pengusangan cepat merupakan suatu pengujian vigor yang berhubungan dengan daya tumbuh dan daya simpan. Faktor kelembaban dan suhu sangat penting pengaruhnya terhadap proses pengusangan benih (Harrington, 1972). Kelembaban nisbi berpengaruh langsung terhadap kadar air benih dan faktor suhu dapat meningkatkan proses metabolisme benih. Kadar air benih berpengaruh secara linier terhadap laju respirasi benih. Menurut Harrington (1972), kadar air benih lebih besar dari 15% laju respirasi meningkat dengan cepat. Peningkatan laju respirasi benih juga dipengaruhi oleh suhu. Sampai batas tertentu kenaikan suhu akan meningkatkan laju respirasi benih. Respirasi yang makin meningkat akan mengakibatkan cadangan makanan yang akan digunakan untuk pertumbuhan benih berkurang sehingga viabilitas benih menurun. 

Viabilitas benih akan mengalami deteriorasi dengan berjalannya waktu. Kemunduran benih adalah menurunnya mutu fisiologis benih yang menimbulkan perubahan secara menyeluruh di dalam benih sehingga mengakibatkan viabilitas menurun. Kemunduran benih dapat bersifat kronologis dan fisiologis. Kemunduran benih bersifat kronologis berhubungan dengan faktor waktu. Sedangkan kemunduran yang bersifat fisiologis selalu berhubungan dengan faktor lingkungan benih (Sadjad, 1994). 

Kemunduran benih berkaitan dengan kegiatan enzim dalam metabolisme benih. Bewley dan black (1982) melaporkan bahwa benih jagung yang sudah menurun viabilitasnya memiliki aktivitas sitokrom oksidase, malat dan alcohol dehidrogenase rendah. Kebocoran gula, asam amino, dan senyawa senyawa organic tersebut erat hubungannya dengan integritas membrane, yaitu terjadi penurunan integritas plasmalema dan tonoplast. Hal ini menyebabkan permeabilitas membrane meningkat. Peningkatan permeabilitas membrane karena membrane sel tidak utuh. 

Gejala-gejala kemunduran benih dapat terlihat dengan adanya indikasi fisiologi, biokimia dan sitologi. Indikasi fisiologi kemunduran benih diperllihatkan oleh Schoorel dalam sadjad (1972) antara lain : 
  • Antara hitungan ke satu dan kedua terdapat perbedaan dalam hasil nilai uji 
  • Bibit tumbuh lemah dan lambat 
  • Tanggap kecambah terhadap gaya gravitasi lemah 
  • Pada awal pertumbuhannya bibit terserang pathogen 
  • Cepat busuk dan tidak tumbuh 
  • Ujung akar tidak dapat tumbuh normal 
Kriteria pertumbuhan normal kecambah kedelai yaitu, akar primer dan hipokotil tumbuh kuat, daun pertama tumbuh kuat, daun pertama tumbuh sehat di antara daun lembaga dan dapat dilihat apabila daun lembaga dikuakkan, keping daun lembaga tumbuh sehat. Sedangkan kriteria kecambah abnormal jika akar primer tidak tumbuh atau tumbuh kerdil, lemah atau membusuk, hipokotil busuk, daun lembaga tidak segar atau daun pertama tidak tumbuh (Sadjad, 1974)

Bahan dan Alat 
Bahan yang digunakan adalah benih kedelai lima varietas, yaitu : Wilis, Anjasmoro, Tanggamus, Detam I dan Detam II, kemasan kantong plastik, bahan uji viabilitas: kertas merang, lembaran plastik dan label. 



Alat yang digunakan terdiri atas mesin pengusangan cepat fisik, boks plastik, alat pengukur kadar air (timbangan analitik, oven, cawan kadar air, desikator), alat pengecambah benih tipe IPB 72-1, tempat penyimpanan benih (ruang AC dan ruang terbuka), termohigrometer. 



Metode 

Penyimpanan Benih 

  1. Benih dikemas dalam kantung plastik sebanyak 50 butir setiap kemasan. Kemasan dipersiapkan untuk disimpan pada dua jenis ruangan dan dibuka pada 0 minggu, 2 minggu, 4 minggu, 6 minggu, 8 minggu dan 10 minggu penyimpanan. 
  2. Setiap periode penyimpanan dilakukan pengujian kadar air dengan metode oven suhu rendah konstan 103 ± 2 ºC selama 17 ± 1 jam, dan pengujian viabilitas benih dengan metode kertas digulung dalam plastik didirikan (UKDdp). Hitungan pertama penilaian kecambah dilakukan pada 3 hari setelah tanam (HST) dan hitungan terakhir 5 HST. 
  3. Pengamatan kondisi suhu dan RH ruang simpan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. 

Pengusangan Cepat Fisik 

  1. Benih dimasukkan ke dalam kotak plastik dengan saringan kawat pada bagian alas. Di dalam kotak plastik ditempatkan pula wadah berisi 40 ml air untuk menciptakan kondisi RH tinggi dalam kotak tersebut. 
  2. Kotak plastik ditutup dan disimpan pada mesin pengusangan cepat fisik dengan suhu ± 42 ºC selama periode yang ditentukan yaitu o jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, 72 jam (dihitung mundur agar pengamatan kadar air dan viabilitas dilakukan pada waktu yang sama). 

Hasil dan Pembahasan 

Penurunan Viabilitas Benih Kedelai yang Disimpan pada Suhu Optimum dan Optimum 

Pengujian viabilitas benih menggunakan metode UKDdp, daya berkecambah (DB) diukur dari jumlah persentase kecambah normal pada hari ketiga sebagai hitung pertama dan hari kelima sebagai hitungan kedua. Indeks vigor (IV) dihitung dari persentase kecambah normal pada hari hitung pertama (hari ketiga). Potensi tumbuh maksimum dihitung dari jumlah persentase kecambah normal pada hari hitung pertama, kedua, dan kecambah abnormal. Kadar air (KA) dihitung dari berat basah benih dikurangi berat kering oven dan dibagi dengan berat basah lalu dikalikan 100%. Berat kering menggunakan metode oven suhu rendah konstan 103 ± 2 ºC selama 17 ± 1 jam. 



Data yang diperoleh diolah dengan sofware SAS.9 dengan uji lanjut Duncan/DMRT. Untuk data viabilitas (DB, IV dan PTM) perlu ditransformasi karena koefisien keragaman (KK) yang diperoleh tinggi, hal ini disebabkan banyaknya nilai nol pada data, bahkan setelah ditransformasi nilai KK masih cukup tinggi. Hasil rekapitulasi sidik ragam faktor tunggal periode simpan, ruang simpan, varietas dan interaksi beberapa varietas kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam faktor tunggal periode simpan, ruang simpan, varietas dan interaksi beberapa varietas kedelai
Perlakuan
DB (%)
IV (%)
PTM (%)
KA (%)
Periode simpan (PS)
**
**
**
tn
Ruang simpan (R)
*
tn
**
tn
Varietas (V)
**
**
**
tn
PS * R
tn
tn
tn
tn
R * V
**
*
*
tn
PS * V
tn
tn
tn
tn
PS * R * V
tn
tn
tn
tn
Cv (%)
35,24
57,01
24,74
15,83
Ket : (*) berpengaruh nyata (5%), (**) berpengaruh sangat nyata (1%), (tn) tidak berpengaruh nyata.

Pengaruh lama Penyimpanan terhadap daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, dan kadar air dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, tolak ukur daya berkecambah benih, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum pada lama penyimpanan 0 minggu (kontrol) memiliki daya berkecambah yang tertinggi (42,20%), indeks vigor tertinggi (19,20%) dan potensi tumbuh maksimum tertinggi (67,30%) namun tidak berbeda dengan perlakuan penyimpanan 2 minggu (60,9%). Kadar air rata-rata benih tidak dipengaruhi secara nyata selama penyimpanan dan berfluktuasi (Tabel 2). Kemunduran benih telah terjadi pada perlakuan penyimpanan 2 minggu sampai 10 minggu yang ditunjukkan dengan mulai menurunnya daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan indeks vigor pada penyimpan sejak 4 minggu jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa benih yang digunakan tidak tahan terhadap lama penyimpanan sehingga benih mengalami penurunan viabilitas. Penurunan viabilitas benih dipengaruh oleh faktor dari dalam benih(genetik) dan faktor dari luar benih (faktor lingkungan). Selama penyimpanan, benih mengalami kemunduran baik secara kronologis maupun fisiologis. Kemunduran kronologis artinya semua jenis benih apapun didunia akan mengalami kemunduran sejalan dengan waktu (Sadjad, 1994). Hal ini berarti pada umumnya semakin lama benih disimpan maka benih tersebut akan mengalami kemunduran dan hal tersebut terjadi pada perlakuan praktikum ini. 

Kemunduran benih kedelai selama penyimpanan lebih cepat berlangsung dibandingkan dengan benih tanaman lain dengan kehilangan vigor benih yang cepat yang menyebabkan penurunan perkecambahan benih (Purwati, 2004). Benih yang mempunyai vigor rendah menyebabkan pemunculan bibit di lapangan juga rendah, terutama dalam kondisi tanah yang kurang ideal
Tabel 2. Pengaruh periode penyimpanan terhadap daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kadar air
Periode penyimpanan
DB(%)*
IV(%)*
PTM(%)*
KA (%) tn
0 Minggu
42,20a
19,20a
67,30a
11.5394
2 Minggu
31,70b
6,90b
60,90a
12.2588
4 Minggu
27,80bc
7,10b
48,10b
11.9119
6 Minggu
24,90cd
3,60b
43,00b
11.6043
8 Minggu
19,85ed
4,76b
39,73bc
11.9834
10 Minggu
14,90e
5,00b
33,33c
11.1139
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %; DB: Daya Berkecambah; IV: Indeks Vigor; PTM : Potensi tumbuh maksimum KA: Kadar air.
           
Pada perlakuan varietas yang digunakan menunjukkan bahwa varietas Anjosmoro memililki nilai daya berkecambah (35,92%), indeks vigor (11,42%) dan potensi tumbuh maksimum (57,42%) yang tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Detam 1 dan Tanggamus. Pada varietas Detam 2 memiliki daya berkecambah (12,83%), indeks vigor (3,67%) dan potensi tumbuh maksimum (30,83%) yang terendah dibandingkan dengan varietas lainnya dan kadar air yang tertinggi (12,0358%) namun tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh varietas kedelai terhadap daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kadar air
Varietas kedelai
DB(%)*
IV(%)*
PTM(%)*
KA (%) tn
Anjosmoro
35,92a
11,42a
57,42a
11.7646
Detam 1
34,96a
10,30a
57,00a
11.0232
Tanggamus
31,92a
8,83a
53,03ab
11.8955
Willis
20,50b
4,58b
45,33b
11.9574
Detam 2
12,83c
3,67b
30,83c
12.0358
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %; DB: Daya Berkecambah; IV: Indeks Vigor; PTM : Potensi tumbuh maksimum KA: Kadar air.

Berdasarkan Tabel 3 diatas, daya berkecambah, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum yang tinggi pada bahwa varietas benih Anjosmoro. Salah satu faktor yang mempengaruhi viabilitas benih adalah faktor innate, yang merupakan faktor yang berhubungan dengan sifat genetik dari varietas benih tersebut. Menurut Purwati (2004) Sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Secara genetik permeabilitas kulit benih kedelai hitam dan kedelai kuning, kedelai kuning mempunyai permeabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai hitam, karena kandungan lignin kedelai hitam Merapi lebih tinggi (15,31%) dibandingkan kedelai kuning Lampo-Batang (1,43%) (Marwanto, 2003). Varietas Anjosmoro memiliki warna kulit kuning sedangkan Detam 2 memiliki warna kulit hitam. 

Pada perlakuan suhu penyimpanan, daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum benih terjadi pada suhu penyimpanan AC, namun tidak berbeda nyata dengan suhu kamar pada tolak ukur indeks vigor benih dn kadar air (Tabel 4). Ruang simpan AC memiliki daya berkecambah (28,852%) dan potensi tumbuh maksimu (52,379%) tertinggi jika dibandingkan pada suhu penyimpanan kamar.  
Tabel 4. Pengaruh Suhu Simpan terhadap Daya Berkecambah, Indeks Vigor, Potensi Tumbuh Maksimum, dan Kadar Air Benih Kedelai
Ruang Simpan
DB (%) *
 IV(%) tn
PTM (%) *
KA (%) tn
Ruang AC
28.852a
6.365
52.379a
11.7240
Suhu Kamar
25.598b
9.156
45.064b
11.7465
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %; DB: Daya Berkecambah; IV: Indeks Vigor; PTM : Potensi tumbuh maksimum KA: Kadar air.

Kondisi ruang simpan yang ber AC dengan suhu yang rendah dan relatif stabil (18-22 oC) sampai pada perioede pengamatan dapat membatasi aktivitas metabolisme didalam benih selama proses penyimpanan sehingga dapat memepertahankan vigor benih yag ditunjukkan nilai daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum. Pada kondisi ruang simpan suhu kamar, dengan suhu sekitar 26-35oC yang berfluktasi antara siang malam sehingga pada saat suhu dimana memungkinkan terjadi respirasi pada benih selama penyimpanan akan meningkat. Dimana terjadi peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan laju respirasi didalam benih. Proses respirasi benih akan merupakan proses oksidasi yang menggunakan cadangan makanan. Cadangan makanan yang berkurang akan mempengaruhi viabilitas benih dan suhu yang tinggi akan menyebabkan terjadi penguapan didalam benih sehingga kemampuan benih untuk berkembaha berkurang. Akibat dari keringnya benih maka sebagian benih atau keseluruhan benih maka protoplasma dari dari embrio menjadi mati (Sutopo, 1993 dalam Sutini, 1998). 

Suhu sub-optimum pada percobaan kali ini disimulasikan dengan meyimpan benih kedelai di dalam ruangan ber-AC sedangkan suhu yang tidak optimum disimulasikan dengan menyimpan benih pada suhu kamar. 

Sejak penyimpanan 2 minggu pada ruang AC dan ruang kamar, daya berkecambah benih dari semua varietas mengalami kemunduran vigor. Hal ini mengindikasikan bahwa semua benih yang disimpan pada ruang AC dan suhu kamar akan mengalami kemunduran vigor. Namun laju kemunduran vigor benih dapat diperlamabat dengan memperhatikan suhu, RH dan kemasan penyimpanan benih. Nilai daya berkecambah benih akan terus mengalami penurunan seiring makin lamanya waktu penyimpanan benih tersebut Rahmawati (1996 dalam Sutini, 1998).

Penurunan Viabilitas Benih Kedelai dengan Metode Pengusangan Cepat Fisik         
Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa baik faktor tunggal pengusangan cepat maupun varietas berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas benih dan kadar air. Interaksi antara pengusangan cepat dengan varietas juga berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas benih dan kadar air. Hal ini menunjukkan selain faktor tunggal pengusangan cepat dan varietas, viabilitas benih juga dipengaruhi oleh gabungan dari pengaruh pengusangan cepat dan varietas (faktor genetik dari dalam benih).
Tabel 5. Rekapitulasi sidik ragam pengusangan cepat (PC) dan varietas (V) serta interaksinya terhadap daya berkecambah dan kadar air
Perlakuan
DB (%)
IV (%)
PTM (%)
KA (%)
Pengusangan cepat (PC)
**
**
**
**
Varietas (V)
**
**
**
**
PC*V
**
**
**
**
CV (%)
31,44
45,27
25,66
2,11
Ket : * berpengaruh nyata (5%), ** berpengaruh sangat nyata (1%), tn tidak berpengaruh nyata.
Suhu pengusangan + 420C

Pengaruh interaksi pengusangan cepat dengan varietas terhadap daya berkecambah benih kedelai dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata daya berkecambah benih yang digunakan sebelum pengusangan (0 jam) cukup rendah, berkisar antara 18-57%. Anjasmoro memiliki daya berkecambah awal yang tertinggi (57%) pada periode ini yang nilainya tidak berbeda dengan Detam I (54%), Tanggamus (40%) dan Wilis (36%). Sedangkan Detam II termasuk kedalam benih yang memiliki daya berkecambah yang rendah (18%).


Tabel 6. Interaksi Periode Pengusangan dengan varietas terhadap Daya Berkecambah Benih Kedelai
Varietas
Pengusangan (jam)
0
12
24
36
48
60
72
Wilis
36.0 a
AB
2.0 b
C
0.0 b
B
0.0 b
C
0.0 b
B
0.0 b
A
0.0 b
A
Tanggamus
40.0 a
A
18.0 b
B
6.0 c
B
1.0 c
BC
1.0 c
B
0.0 c
A
0.0 c
A
Anjasmoro
57.0 a
A
33.0 b
AB
4.0 c
B
3.0 c
B
0.0 d
B
0.0 d
A
0.0 d
A
Detam I
54.0 a
A
46.0 a
A
20.0 b
A
7.0 cd
A
11.0 bc
A
1.0 d
A
0.0 d
A
Detam II
18.0 a
B
3.0 b
C
0.0 b
B
0.0 b
C
0.0 b
B
0.0 h
A
0.0 b
A
Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% Huruf besar untuk perbandingan vertikal, huruf kecil untuk perbandingan horizontal.

Varietas kedelai yang awalnya tergolong berdaya kecambah tinggi (Anjasmoro, Detam I, Tanggamus dan Wilis) pada pengusangan 12 jam telah mengalami penurunan DB yang cukup berarti, sehingga hanya Detam I yang memiliki DB tertinggi (46%) dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Pada pengusangan hingga 24 jam, varietas Wilis dan Detam II bahkan sudah tidak mampu berkecambah sama sekali (0 %) yang tidak berbeda nyata secara statistik dengan Tanggamus (6%) dan Anjasmoro (4%). Hanya Detam I yang masih memiliki DB tertinggi pada periode 12 jam (20%). 

Secara umum, kemunduran benih yang diukur dari daya berkecambah semakin berarti dengan penambahan waktu pengusangan. Dapat dikatakan, pengusangan 36 hingga 72 jam sudah tidak menghasilkan daya berkecambah yang bermakna. Penurunan viabilitas benih yang sangat tajam, selain dikarenakan perlakuan pengusangan sendiri, kemungkinan juga dikarenakan benih kedelai yang digunakan sudah tidak baik mutunya. Saenong (1986) melaporkan benih yang bervigor awal rendah penurunan vigornya akan lebih cepat dibanding dengan benih yang bervigor awal tinggi walaupun benih disimpan pada kondisi simpan yang ideal.

Vigor benih didefinisikan sebagai sifat-sifat benih yang menentukan potensi pemunculan kecambah yang cepat, seragam, dan perkembangan kecambah normal pada kondisi lapang yang bervariasi. Interaksi periode pengusangan dengan varietas terhadap indeks vigor benih kedelai disajikan pada Tabel 7. Umumnya, Indeks vigor (IV) awal varietas kedelai yang digunakan cukup rendah dengan rentang 1-38%. Detam I merupakan varietas yang memiliki vigor awal tertinggi (38%) dan hingga pengusangan 12 jam, varietas ini mampu mempertahankan vigor hingga setengahnya (21%). Pengusangan hingga 24 jam sudah menyebabkan benih mengalami deraan yang cukup berarti, bahkan Wilis sudah tidak mampu mempertahankan vigornya pada pengusangan 12 jam. Uji vigor memberikan nilai viabilitas benih yang lebih ektrem dibandingkan dengan DB. Hal ini dapat dijelaskan karena uji vigor merupakan indeks mutu benih yang lebih sensitif daripada uji daya berkecambah (Ilyas, 2010).
Tabel 7. Interaksi Periode Pengusangan dengan varietas terhadap Indeks Vigor Benih Kedelai
Varietas
Pengusangan (jam)
0
12
24
36
48
60
72
Wilis
5.0 a
B
0.0 b
B
0.0 b
B
0.0 b
A
0.0 b
A
0.0 b
A
0.0 b
A
Tanggamus
1.0 a
B
1.0 a
B
0.0 a
B
0.0 a
A
0.0 a
A
0.0 a
A
0.0 a
A
Anjasmoro
17.0 a
AB
3.0 b
B
1.0 b
B
0.0 b
A
0.0 b
A
0.0 b
A
0.0 b
A
Detam I
38.0 a
A
21.0 b
A
8.0 b
A
1.0 c
A
0.0 c
A
0.0 c
A
0.0 c
A
Detam II
8.0 a
B
3.0 a
B
0.0 a
B
0.0 a
A
0.0 a
A
0.0 a
A
0.0 a
A
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% Huruf besar untuk perbandingan vertikal, huruf kecil untuk perbandingan horizontal.
           

Potensi tumbuh maksimum diartikan sebagai kemampuan kecambah untuk tumbuh hingga batas terakhir penghitungan (final count), yang dapat diukur dengan menjumlahkan kecambah normal dan abnormal dibagi dengan jumlah keseluruhan benih yang ditanam. Dari data pada Tabel 8, dapat diketahui bahwa rata-rata potensi awal benih cukup baik berkisar antara 53-77%. Semua varietas memiliki potensi tumbuh yang sama, tidak berbeda secara statistik. Detam I merupakan varietas yang penurunan potensi tumbuhnya relatif lebih stabil hingga pengusangan 24 jam dibandingkan dengan varietas lainnya. Seiring dengan bertambahnya periode pengusangan maka PTM juga semakin menurun. Pada pengusangan hingga 72 jam hanya Detam I yang masih memiliki PTM, namun besarannya tidak terlalu berarti (3%) sehingga dapat diabaikan.

Tabel 8. Interaksi periode pengusangan dengan varietas terhadap potensi tumbuh maksimum  benih kedelai

Varietas
Pengusangan (jam)
0
12
24
36
48
60
72
Wilis
60.0 a
A
14.0 b
B
0.0 c
C
0.0 c
B
0.0 c
C
0.0 c
B
0.0 c
B
Tanggamus
67.0 a
A
56.0 a
A
25.0 b
B
19.0 b
A
6.0 c
B
0.0 d
B
0.0 d
B
Anjasmoro
77.0 a
A
63.0 b
A
42.0 c
A
17.8 d
A
4.0 e
BC
1.0 f
B
0.0 f
B
Detam I
64.0 a
A
52.0 a
A
37.0 ab
A
19.0 bc
A
18.0 bc
A
30.0 bc
A
3.0 c
A
Detam II
53.0 a
A
5.0 b
B
0.0 b
C
0.0 b
B
0.0 b
C
0.0 b
B
0.0 b
B
Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% Huruf besar untuk perbandingan vertikal, huruf kecil untuk perbandingan horizontal.

Secara umum, viabilitas benih Detam 1 yang tercermin dari nilai daya berkecambah, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum lebih baik dibandingkan varietas lainnya. Hal ini dapat dijelaskan dari interaksi periode pengusangan dengan varietas terhadap kadar air benih pada Tabel 9. Kadar air benih Detam 1 lebih rendah sebelum perlakuan pengusangan (10,41%) dan kenaikan kadar airnya relatif lebih rendah dibandingkan varietas lainnya hingga pengusangan 72 jam.

Benih kedelai tergolong kedalam benih ortodoks. Berdasarkan kaidah Harrington, setiap peningkatan kadar air benih (ortodoks) sebesar 1% dapat menurunkan daya simpan benih setengahnya. Perlakuan deraan terhadap benih dengan pengusangan dipercepat merupakan simulasi daya simpan benih untuk kurun waktu tertentu. Deraan pengusangan cepat menyebabkan kadar air benih meningkat. Bila kondisi seperti ini berlangsung lama akan menyebabkan akumulasi asam lemak sehingga mengakibatkan kerusakan membran sel. Kerusakan membran sel terjadi terutama pada komponen utama penyusunan membran, antara lain fosfolipid dan protein. Kerusakan fosfolipid dan protein pada membran menyebabkan integritas membran menurun. Penurunan integritas membran menyebabkab banyak senyawa, antara lain gula, asam amino, fosfat dan senyawa anorganik lain bocor keluar sel. Dengan demikian benih kekurangan senyawa atau unsur penting bagi proses metabolisme, sintesis senyawa baru, perkecambahan dan pertumbuhan (Tatipata, 2010)

Tabel 9. Interaksi periode pengusangan dengan varietas terhadap kadar air benih kedelai
Varietas
Pengusangan  (jam)
0
12
24
36
48
60
72
Wilis
12.06
17.48
20.43
22.47
24.34
26.19
26.56
Tanggamus
12.18
35.01
19.93
22.00
23.73
25.96
24.82
Anjasmoro
11.78
16.65
17.81
19.45
21.36
23.63
24.34
Detam 1
10.41
16.10
18.26
20.46
20.68
21.52
24.06
Detam 2
11.74
18.53
20.55
22.36
23.02
24.72
25.07

Kesimpulan
  1. Penyimpanan selama 2 minggu, benih sudah mengalami kemunduran viabilitas. Penyimpanan benih pada suhu AC dapat mempertahankan laju kemunduran benih yang disimpan, varietas Detam I memiliki viabilitas yang baik dibandingkan varietas yang lain. Pada suhu kamar, benih kedelai varietas Anjosmoro memiliki daya berkecambah, indeks vigor dan potesi tumbuh maksimum yang tertinggi, sedangkan varietas Detam 2 memiliki daya berkecambah, indeks vigor dan potensi tumbuh maksimum yang rendah.
  2. Varietas Detam 1 tergolong kedalam varietas yang tahan terhadap pengusangan cepat dibandingkan dengan varietas lainnya.
  3. Metode pendugaan daya simpan benih belum dapat diketahui pada percobaan ini, namun pola penurunan daya simpan benih pada varietas yang dicoba menunjukkan trend yang hampir sama.


DAFTAR PUSTAKA
Bewley and Black. 1982. Physiology and biochemistry of seed in relation to germination. Vol II. Springer-Velag. Berlin. Heidelberg, New York. 37 p.
Coplend and Mc Donald, 2001. Principless of seed science and technology. Fourth edition. Kluwer Academic Publishers.
Fergusson, J. M., D.M TeKrony, D.B Egli. 1990. Changes during early soybean seed and axis deterioration. II. Lipids. Crop Sci. 30: 179-182
Harrington. J. F. 1972. Seed storage and longevity. In T.T kozlowsky (eds). Seed biology. Vol III. Academic Press. New York.
Ilyas, S. 2010. Ilmu dan teknologi benih: teori dan hasil penelitian. IPB. 95 hal. (Tidak dipublikasikan)
ISTA. 2007. International rules for seed testing. Switzerland
Justine O.L, L.N Bass.2002. Prinsip dan praktek penyimpan benih (terjemahan). CV Rajawali. Jakarta 444 hal.
Kartono.2004. Teknik penyimpanan benih kedelai pada varietas willis pada kadar air dan suhu penyimpanan yang berbeda. Buletin Teknik Pertanian. Volume 9 No 2.
Marwanto, 2003. Hubungan Antara Kandungan Lignin Kulit Benih dengan Permeabilitas
dan Daya Hantar Listrik Rendeman Benih Kedelai. Jurnal Alta Agrosia 6(2)
Mugnisyah. W.Q. 1991. Strategi Teknologi Produksi Benih Kedelai untuk Mengatasi
Purwanti S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian Volume 11 No 1
Roberts. E.H. 1972. Storage environment and the control of viability dalam E. H Roberts (ed) Viability of seed. Chapman and Hall Ltd. London, 448 p.
Sadjad. 1972. Kertas merang untuk uji viabilitas benih di Indonesia. Beberapa penemuan dalam bidang teknologi benih. Disertasi. IPB 181 hal.
Sadjad, S and Z. A Pian. 1980. A new rapid aging method for seed storability test using etyl alcohol damp. Special Case for Cora Seed. Proc of seminar on comparative agricultural studies of biological production in tropical and temperate regions. Nodai Research Institue. Tokyo. 174 hal.
Sadjad. 1992. Dari benih kepada benih. Grasindo. Jakarta. 144 hal
Sadjad, S. 1994. Kuantifikasi metabolisme benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Sadjad, S, E. Muniarti dan S. Ilyas. 1999. Parameter pengujian benih dari komparatif ke simulative. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Saenong, S. 1986. Kontribusi vigor awal terhadap daya simpan benih jagung (Zea mays L) dan kedelai (Glycine max L). Disertasi.  Fakultas Pascasarjana. IPB 200 hal.
Sutini, G.A.K. 1998. Pengaruh kadar air dan kondisi simpan terhadap viabilitas benih salak Bali ( Salacca zalacca Voss. Var. amboinesis Becc) pada beberapa periode simpan. Skripsi Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor.
Tatipata A, Y. Prapto, P. Aziz, M. Woejanon. 2004. Kajian aspek fisiologi dan biokimia deteriorasi benih kedelai dalam penyimpanan. Ilmu Pertanian. Volume 11 No 2. 2004.
Tatipata, A. 2008. Pengaruh kadar air awal, kemasan dan lama simpan terhadap protein membran dalam mitokondria benih kedelai. Bul. Agron (36) (1): 8-16
Viera. R.D. ; D.M. Tekrony ; D.B. Egli and M. Rucker. 2001. Electrical conductivity of Soybean seeds sfter storage in several environments. Seed Science and Technology

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN