Respon dan Mekanisme Ketahanan Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan
Kondisi pada tubuh tanaman terdapat hubungan yang erat antara absorbsi dengan perkembangan akar. Untuk tanaman yang akarnya berkembang kuat terjadi peningkatan absorbsi air dan relatif lebih toleran terhadap kekeringan. Banyak sifat-sifat tanaman baik morfologi maupun fisiologi yang dapat digunakan sebagai dasar penilaian sifat ketahanan terhadap kekeringan seperti pola kedalaman perakaran, jumlah stomata, lebar stomata, penyesuaian osmosis, peningkatan elastisitas dinding sel (Sammons et. al., 1980; Kramer, 1980).
Umumnya pengaruh fisiologi stres air pada tanaman yang paling menonjol dalam jaringan yang sedang tumbuh dengan cepat, yakni pada fase perkecambahan dan pertumbuhan awal vegetatif. Kemampuan benih berkecambah pada kandungan air tanah yang rendah tergantung kepada spesies. Setiap spesies memerlukan penyerapan air yang minimum untuk bisa berkecambah dan tampaknya mempunyai batas tegangan tersendiri. Nilai batas tersebut -1,25 MPa untuk jagung, -0,79 Mpa, untuk padi -0,66 MPa untuk kedelai -0,35 MPa untuk bit gula.
Tanaman jagung mengalami kekeringan
(Sumber : http://www.swatt-online.com/kekeringan-berkepanjangan-bank-dunia-ingatkan-bahaya-kelaparan/)
Kondisi cekaman air, tanaman akan memperlihatkan berbagai respon sebagai mekanisme tanaman dalam usaha mengurangi cekaman yaitu:
- Respon morfologi
- Mengurangi luas permukaan daun sehingga transpirasi menurun.
- Mempercepat perkembangan perakaran terutama kearah bawah menyebabkan nisbah akar/pucuk meningkat sehingga tanaman lebih mampu mengabsorbsi air dari lapisan tanah yang lebih dalam sementara transpirasi dari bagian atas tanaman menurun (Herawati, 2000).
- Mengubah sudut daun pada posisi hampir sejajar dengan datangnya cahaya, agar suhu daun tidak segera meningkat sehingga transpirasi dapat ditekan.
- Pembentukan lapisan kutikula pada permukaan daun dapat mengurangi penguapan. Selain itu lapisan lilin dapat meningkatkan pantulan cahaya, sehingga mengurangi suhu permukaan daun. Beberapa tanaman yang diketahui toleran terhadap kekeringan mampu membuat lapisan kutikula pada permukaan daunnya bila mendapat cekaman kekeringan.
- Membuka dan menutup stomata. Perilaku stomata, berhubungan dengan potensial air daun yang tergantung pada faktor umur, kondisi tumbuh. Menurut Ackerson dan Krieg (1977) bahwa tanaman jagung pada fase pertumbuhan vegetatif dan potensial air rendah akan menyebabkan penutupan stomata di bawah cahaya matahari. Jumlah dan ukuran stomata dipengaruhi oleh genotype dan lingkungan. Oleh kerena itu sel penjaga kekurangan air dapat mengurangi pembukaan stomata.
- Mengurangi luas daun, yang berkaitan dengan laju transpirasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bayer (Cristiansen and Lewis, 1982) menyatakan bahwa perpanjangan daun jagung maksimal pada potensial air -0,15 MPa sampai -0,25 MPa dan menurun 25% jika potensial air turun sampai -0,4 Mpa.
- Pengulungan atau pelipatan daun. Tanaman kedelai berdaun lebar kecendurungan untuk mengulung daun keatas sehingga bulu-bulu (rambut) diatas permukaan bawah daun yang terbuka dapat merefleksikan lebih banyak cahaya.
- Respon fisiologi
Respon fisiologi di dalam tanaman untuk beradaptasi pada kondisi kekeringan telah lama diketahui. Suatu hal yang cukup penting diantaranya adalah kemampuan tanaman mempertahankan tekanan turgor dengan menurunkan potensial osmotiknya (Jones et.al., 1981). Menurut Hale dan Orchutt (1987), beberapa faktor yang dapat membantu mempertahankan turgor adalah :
- Penurunan potensial osmotik
- Kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut
- Elastisitas sel atau jaringan yang tinggi dan
- Ukuran sel yang kecil.
Respon tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan adalah dengan pengaturan osmotik sel. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor sel. Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian osmotikal sel antara lain gula osmotik (Wang et al., 1995; Yakhushiji et al., 1998), prolin dan betain (Maestri et al., 1995), protein dehidrin (Close, 1997) dan asam absisik (ABA) yang berperan dalam memacu akumulasi senyawa tersebut (Dingkhun et al., 1991). Menurut Ober dan Sharp (1994) bahwa akumulasi hormon asam absisik (ABA) diperlukan untuk peningkatan proline pada kondisi potensial air rendah.
Hasil penelitian Sharp dan Davies (1979); Westgate dan Boyer (1985) menyatakan bahwa senyawa prolin berkontribusi lebih dari 50% terhadap osmotic adjustment pada akar jagung. Pembentukan senyawa osmoregulasi ini sebagai penanda biokimia untuk indikasi toleransi cekaman kekeringan. Banyak peneliti menyatakan bahwa prolin bebas banyak diakumulasi sebagai respon terhadap stress air yang dapat diamati pada daun-daun yang masih melekat maupun yang telah gugur pada banyak tanaman budidaya pada kondisi laboratorium (Barnett dan Nailor, 1966, Routley, 1966 dan Singh, Aspinal dan Paleg, 1972).
Akumulasi asam absisik (ABA) berkaitan juga dengan respon tantaman yang toleran cekaman kekeringan. Akar yang mengalami cekaman kekeringan, menurut Salisbury dan Ross (1992) akan membentuk asam absisik lebih banyak dan diangkut melalui xylem menuju daun untuk menutup stomata. Menurut Zeevaart dan Creelman (1988) bahwa ABA yang diproduksi dalam akar tanaman mengalami cekaman kekeringan berperan sebagai sinyal kimia pada tajuk sehingga mendorong penutupan stomata sebelum perubahan status air dalam daun terjadi, sehingga tanaman dapat mengoptimalkan penggunaan air dengan cara mengurangi kehilangan air melalui transpirasi. Selain itu kadar ABA endogen yang tinggi juga dapat diketahui dapat menginduksi peningkatan rasio pertumbuhan akar/tajuk (Biddington dan Dearman, 1982). Kenyataan ini menunjukkan respon yang berbeda dari akar dan tajuk terhadap ABA (Creelman et.al.,1990). Pada tajuk, ABA menginduksi penghambatan sedangkan pada akar ABA mendorong pertumbuhan (Dallaire, et.al., 1994).
Berdasarkan kemampuan genetik tanaman, terdapat empat mekanisme adapatasi pada kondisi cekaman kekeringan yaitu drought escape, dehydration avoidance, dehydration Tolerance dan drought Recovery (Fukai dan Cooper , 1995 dalam Sopandie, 2006). Namun demikian tanaman seringkali menggunakan lebih dari satu mekanisme untuk beradaptasi pada kondisi cekaman kekeringan (Mitra, 2001 dalam Sopandie, 2006), mekanisme tersebut adalah:
- Melepaskan diri dari cekaman kekeringan (draught escape), yaitu kemampuan tanaman menyelesaikan siklus hidupnya sebelum mengalami defisit air yang parah. Mekanisme ini ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan yang cepat dan perkembangan plastisitas jaringannya. Akan tetapi mekanisme adaptasi tersebut memiliki kelemahan. Genotipe genjah dengan umur pendek umumnya berdaya hasil rendah dibandingkan dengan yang berumur panjang.
- Toleransi dengan potensial air jaringan yang tinggi (dehydration avoidance), yaitu kemampuan tanaman yang tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini biasanya tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran dan konduktivitas hidrolitik atau kemampuan untuk menurunkan hantaran epidermis dengan regulasi stomata, pengurangan absorbsi radiasi dengan pembentukan lapisan lilin, bulu yang tebal dan penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengguguran daun tua.
- Toleransi dengan potensial air jaringan yang rendah (Dehydration Tolerance), yaitu kemampuan tanaman untuk menjaga tekanan turgor sel dengan menurunkan potensial airnya melalui akumulasi solut seperti gula, asam amino dan sebagainya atau dengan meningkatkan elastisitas sel. Akumulasi prolin. Prolin bebas yang terkumpul pada tanaman berasal dari karbohidrat melalui pembentukan alfa-ketoglutarate dan glutamate. Oksidasi proline, setelah keadaan normal terjadi dengan cepat untuk menjaga kandungan proline yang rendah dalam tanaman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang toleran terhadap cekaman air memperlihatkan kemampuan mengakumulasi prolin.
- Mekanisme penyembuhan (drought Recovery), dimana proses metabolisme berjalan normal kembali setelah mengalami stres kekeringan. Mekanisme ini penting manakala stres kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman.
Mekanisme yang menyebabkan ketahanan terhadap kekeringan melalui pengurangan kehilangan air (misalnya dengan cara menutupnya stomata dan mengurangi luas daun) umumnya berimplikasi pada menurunnya fiksasi karbondioksida (CO2). Osmotic adjusment (OA) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dengan pemeliharaan turgor tanaman, tetapi peningkatan konsentrasi solut dalam sel tanaman membutuhkan energi yang cukup banyak dikeluarkan tanaman. Konsekuensinya, adaptasi tanaman harus menunjukkan keseimbangan antara escape, avoidance dan toleran dengan menjaga produktivitas yang memadai.***
Pustaka :
Creellman, R.A., H.S. Mason, R.J. Bensen, J.S. Boyer and J.E. Mullet.1990. Water deficit and absisic acid causes differential inhibition of shoot versus root growth in soybean seedling; analysisi of growth, sugar accumulation and gene expression. Plant Cell 92:205-214.
Dallaire, S., M. Houde, Y. Gagne, H.S. Saini. S. Boileau, N. Chevrier and f. Sarhan. 1994. ABA and Low Temperature Induce Freezing Tolerance via Distinct Regulatory Patways in Wheat. Plant Cell Physiol. 35 (1) : 1-9.
Hale, M.G. and D.M. Orchutt., 1987. The Physiolory of Plant Under Stress. John and Sons, Inc. New York. 206p.
Herawati T dan Setiamihardja R., 2000. Pemuliaan Tanaman. Departemen Pertanian RI dengan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, Jatinangor, Bandung.
Jones, MM., N.C. Tumer and C.B. Osmond. 1981. Mechanism of Drought Resistance PP 15-53 in Paleg LG, and Aspinall (eds). The Physiology and Biochemistry of Drought Resistance in Plants. Academic Press. New York.
Kramer, J.P. 1980. Draught Stess and The Origin of Adaptation. In Turner, Kramer (eds) Adaptation of Plants to Water and High Temperature Stress. John Willey and Sons. Canada.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan II. Ed. 4. Terjemahan: D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 173 hal.
Sammons DJ, Peters DB and Hymowitz T. 1980. Screening Soybeans for Tolerance to Moisture Stress : a Field Crops Res 3:321-335.
Soepandi, D. 2006. Perspektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakutas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 16 September 2006.
Zeevart, J.A.D and R.A. Crellman. 1988. Metabolism and Physiology of Absisic Acid. Annu Rev Plant Physiology 39: 43-50.
***diambil dari laporan kultur jaringan.
Komentar