EMBRIO RESCUE PADA TANAMAN KELAPA SAWIT


PENDAHULUAN

Latar belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk kelas monocotil, family palmae genus Elaeis dari spesies Elaeis guineensis, Elaeis odora dan Elaeis oleifera. Varietas yang dikembangkan adalah dura, pisifera, dan tenera dari spesies Elaeis guineensis. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman asli afrika dan menyebar ke amerika selatan dan ke semenanjung Indo-Malaysia. Kultur jaringan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan melalui kultur embrio (penyelamatan embrio), kultur organ, kultur pollen (tanaman haploid) maupun protoplast (fusi protoplasma). Melalui kultur jaringan ini, dapat juga diperoleh embriosomatik yang dapat disimpan (konservasi) sehingga stok selalu tersedia dalam waktu dan dimanfaatkan untuk tujuan pemuliaan maupun tujuan perbanyakan tanaman.
 
Gambar Kelapa Sawit
(Sumber : http://ews.kemendag.go.id/berita/NewsDetail.aspx?v_berita=1125)

Gambar Tipe Kelapa Sawit
(Sumber : http://hasilperkebunan.blogspot.com/)

Penyelamatan embrio merupakan salah satu cara melindungi embrio yang bermasalah dan embrio tersebut dapat diselamatkan dan ditanam secara aseptis dalam media buatan sehingga dapat berkecambah dan menghasilkan tanaman utuh. Masalah yang dihadapi oleh embrio tersebut meliputi masalah eksternal yaitu, tidak tersedianya cadangan makanan di lingkungannya, dan masalah internal yaitu, masalah yang terdapat di dalam genetik embrio itu sendiri, yang memungkinkan adanya penurunan terhadap individu baru. Masalah internal tersebut, dapat disebabkan karena, polen tidak bisa berkecambah, polen mampu berkecambah namun tabungnya tidak berkembang, terdapat taburkecambang, polen berkecambah namun tidak mampu brfertilisasi, polen dan tabung ada, terjadi fertilisasi namun embrio gagal (gugur), berkembang namun perkembangannya tidak sehat. Untuk menanggulangi masalah ini maka dilakukan fertilisasi dengan cara invitro bila ovary embryo tidak berkembang, atau dengan menyelamatkan embryo yang telah terbentuk dari ovary atau buah yang amsih muda.
Gambar Bagian-bagian Kelapa Sawit
(Sumber : http://topandless.wordpress.com/2010/05/10/kelapa-sawit/)

Penyelamatan embrio memungkinkan pemulihan tanaman dari persilangan antara diploid dan tetraploid varietas (Li et al. 1998; Pan et al. 1998; Yamashita et al. 1998; Xu et al. 2001; Zhao dan Guo 2004). strategi ini membuatnya lebih mudah untuk menggabungkan sifat komplementer di plasma nutfah tanpa biji, dan mempersingkat pemuliaan siklus (Gray et al 1987;. serudukan 1990). faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam embrio ovulo penyelamatan, seperti genotipe, usia penghapusan bakal biji, media, regulator tanaman eksogen pertumbuhan, bahan pretreatment, dan budaya kondisi, dll, yang perlu diteliti secara sistemik. Makalah ini berfokus pada efek dari genotipe, penghapusan usia biji belum matang, dan menengah pada dalam penyelamatan embrio in vitro persilangan antara 4 diploid varietas dan 3 varietas tetraploid. Itu kromosom jumlah progeni ditentukan untuk memperkaya penelitian ini lapangan dan mengembangkan plasma nutfah tanpa biji lebih sumber daya (Zhao and Guo 2004)

Tujuan percobaan

Untuk mengetahui dan mempelajari cara dan metode yang dapat dipraktikan dalam praktikum embrio rescue dalam media in vitro ini. Memahami tahapan prosedur kerja yang tepat melalui hasil praktikum yang telah dilaksanakan.

METODOLOGI PERCOBAAN

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah embrio muda pada tanaman kelapa sawit, Media (MS + 0.5 mg/l BAP + 0.1 mg/l IAA + 30 g/l gula) alcohol, dan Clorox. Sedangkan alat yang digunakan yaitu pingset, scalpel, cawan, spirtus, dan alat tulis menulis.

Metode percobaan

Bahan tanaman Kelapa juga diambil bijinya dengan menggunakan pisau, diiris hingga embrionya dapat diambil (untuk kelapa harus hati-ahati karena keras dan embrionya kecil), jangan sampai embryo rusak, dan selanjutnya embryo diisolasi dari endospermnya. Rendam embryo di larutan Clorox 5% selama 2 menit, lalu bilas dengan aquades steril sebanyak 2 kali. Kelapa sawit 6 biji sehingga 3 embrio per-botol, dan selanjutnya Kultur disimpan di dalam rak kultur.
Gambar Sterilisasi Biji Kelapa Sawit

Gambar Persiapan Media Tanam
Gambar Penanaman embrio sawit pada media pengkalusan


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Data hasil (Embrio Rescue) pada tanaman kelapa sawit
Peubah yang diamati
Ulangan
Minggu pengamatan
1
2
3
4
Jumlah embrio steril (%)
1
100
100
100
100
2
100
100
100
100
3
0
0
0
0
4
100
100
100
100
5
0
0
0
0
6
80
60
50
50
7
100
100
100
100
8
0
0
0
0
TOTAL

60
57.5
56.25
56.25
Jumlah embrio mati (%)
1
0
0
0
0
2
0
0
0
0
3
100
100
100
100
4
0
0
0
0
5
100
100
100
100
6
20
40
50
50
7
0
0
0
0
8
100
100
100
100
TOTAL

40
42.5
43.75
43.75
Gejala embrio mati
1
kecoklatan
2
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
3
K
K
K
K
4
5
kcokltn
kcokltn
kcokltn
kcokltn
6
7
8
K
TOTAL





Persentase embrio mulai berkecambah (%)
1
0
0
0
0
2
TK
TK
TK
TK
3
0
0
0
0
4
BK
BK
BK
BK
5
0
0
0
0
6
0
0
0
0
7
0
0
0
0
8
K
K
K
K
TOTAL

0
0
0
0
Awal terbentuk kalus
1
Tidak ada perubahan

 Pembahasan
         
Dari hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan bahwa kedelapan ulangan yang diperoleh dominan menghasilkan embrio yang steril. Hal ini disebabkan karena eksplan yang digunakan tidak berasal dari lingkungan luar yang memiliki persentase kontaminasi yang tinggi tetapi melainkan berasal dari eksplan embrio yang tingkat kontaminasinya rendah. Selain itu karena adanya praperlakuan yang bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi pada eksplan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurheti (2010) yang menyatakan bahwa masalah yang terjadi pada kegiatan in vitro bukan hanya pada penanaman eksplan saja. Pertumbuhan dan perkembangan eksplan dalam botol sangat dipengaruhi oleh pemenuhan persyaratan dalam kegiatan praperlakuan. Masalah serius akan muncul (kontaminasi) jika kegiatan praperlakuan tidak dilakukan dengan baik. Praperlakuan bertujuan untuk menghilangkan berbagai hambatan yang mungkin muncul seperti hambatan kemikalis, fisi, dan biologi. Untuk mengenaili senyawa aktif yang ada dalam media, potensi gangguan, proses reaksi, dan alternative pengelolaannya.

Persentase jumlah embrio mati 100% terjadi pada ulangan 3, 5, dan 8. Embrio ini mati yang ditandai dengan warna embrio yang berubah warna menjadi cokelat. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan fisiologi eksplan sehingga eksplan tidak mampu untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurheti (2010) yang meyatakan bahwa pencokelatan (browning) adalah suatu keadaan dimana mincul warna cokelat bahkan hitam yang menyebabkan tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. Peristiwa pencokelatan merupakan peristiwa yang alami yang biasa terjadi. Pencokelatan umumnya merupakan tanda akan adanya kemunduran fisiologi eksplan. Tidak jarang kondisi seperti ini diakhiri dengan kematian eksplan.

Parameter persentase embrio mulai berkecambah dan awal terbentuk kalus menunjukkan tidak menghasilkan perubahan. Hal ini disebabkan karena botol kultur yang berisi eksplan diletakkan di ruang kultur yang terkena cahaya lampu sehingga pengkalusan tidak terjadi. Dalam membentuk kalus pada eksplan tidak adanya cahaya merupakan faktor yang penting untuk menghasilkan kalus. Menurut George dan Sherrington (1984), dimana pertumbuhan in vitro jaringan melalui inisiasi sel pada eksplan dan pertumbuhan jaringan kalus kadang-kadang mengalami hambatan dengan adanya cahaya. Dalam hal ini, terdapat perbedaan yang jelas antarjaringan berbagai spesies tanaman dalam kaitannya dengan respons jaringan tersebut terhadap cahaya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan pada embrio rescue dapat disimpulkan :
  1. Persentase eksplan yang steril dari kedelapan ulangan menghasilkan persentasi eksplan 100%
  2. Persentase jumlah embrio mati 100% terjadi pada ulangan 3, 5, dan 8 yang ditandai dengan munculnya warna kecokelatan pada struktur eksplan. 
  3. Parameter persentase embrio mulai berkecambah dan awal terbentuk kalus menunjukkan tidak menghasilkan perubahan
DAFTAR PUSTAKA

George, E.F.dan P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegenetics Limited. England.
 Li SC, Jin PF, Jiang Al et al (1998) Ovule culture to obtain triploid progeny from crosses between seedless cultivars and tetraploid grapes. Acta Agriculturae Shanghai 14(4):13–17
 Xu HY, Yan AL, Zhang GJ (2005) Determination of the proper sampling period for embryo rescue from crosses between diploid and tetraploid grape cultivars. Scientia Agricultura Sinica 38(3):629–633
Yamashita H, Shigehara I, Haniuda T (1998) Production of triploid grapes by in ovulo embryo culture. Vitis  37(3):113–117 Pan CY, Qi GM, Tang XN et al (1998) Primary report on grape triploid breeding. J Shandong Agricult Univ 9(3):199–202
 Yuliarti N. 2010. Kultur jaringan tanaman skala rumah tangga. Lily Publisher. Yogyakarta. 68 hal.
 Zhao SJ, Guo ZJ (2004) Advances in research of breeding seedless triploid grapes. J Fruit Sci 21(4):360–364 Gray DJ, ortensen JA, Betten CM (1990) Ovule culture to obtain progeny from hybrid seedless bunch grapes. J Am Soc HortSci 115(6):1019–1024


Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN