Potensi Hasil Tanamn dan Hubungan Source-Sink
Produksi Tanaman
Produksi tanaman adalah puncak dari berbagai proses yang terjadi dalam suatu siklus hidup tanaman (Khanna-Chopra 2000). Setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman berpengaruh terhadap produksi. Pertumbuhan adalah proses kenaikan massa dan volume yang irreversible (tidak kembali ke asal) karena adanya tambahan substansi dan perubahan bentuk yang terjadi selamaproses tersebut. Selama pertumbuhan terjadi pertambahan jumlah dan ukuran sel. Pertumbuhan dapat diukur serta dinyatakan secara kuantitatif. Perkembangan adalah proses menuju tercapainya kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna. Perkembangan tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif. Perkembangan merupakan proses yang berjalan sejajar dengan pertumbuhan. Proses dasar produksi tanaman adalah fotosintesis merupakan konversi bahan baku atau input produksi dengan bantuan energi radiasi matahari yang berlangsung dalam klorofil disertai proses respirasi dalam mengakumulasikan fotosintat yang berupa senyawa bahan organik dalam bentuk yang bermanfaat.
Fotosintesis dan Respirasi Tanaman
(Sumber : http://kelasbiologiku.blogspot.com/2013/03/sistem-respirasi-pada-tumbuhan.html)
Produksi Bahan Kering
Hasil fotosintesis tanaman (asimilat) diukur secara tidak langsung dengan mengukur produksi bahan keringnya. Produksi bahan kering merupakan dasar dari produksi tanaman. Yoshida (1972) menyatakan bahwa laju pertambahan bahan kering atau laju pertumbuhan tanaman ditentukan oleh indeks luas daun (ILD), tingkat fotosintesis bersih daun dan sudut daun.
Dale et al., dalam Edoka (2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan dan lamanya daun hijau suatu tanaman menentukan persentase radiasi matahari yang dapat ditangkap tajuk sehingga mempengaruhi fotosintesis, translokasi asimilat dan hasil akhir tanaman. Indeks Luas Daun (ILD) merupakan rasio antara luas daun yang hijau dengan luas permukaan tanah dimana tanaman tumbuh. Kiniry et al. (2005) menggunakan nilai ILD, koefisien light extinction (k) hukum Beer dan indeks panen untuk membandingkan produksi bahan kering (biomass) dan hasil berbagai kultivar kacang tanah.
Produksi bahan kering sendiri merupakan perimbangan dari proses fotosintesis dan respirasi, dimana laju pertambahan bahan kering tanaman meningkat secara asimtot dengan peningkatan ILD sehingga hampir tidak ada optimum ILD untuk produksi bahan kering (Yoshida 1972). Walaupun demikian definisi titik kritis ILD dapat diartikan sebagai suatu nilai ILD dimana peningkatan ILD tidak lagi meningkatkan laju pertumbuhan tanaman atau terjadi peningkatan tetapi kecil. Kiniry et al. (2005) menemukan ILD kacang tanah pada berbagai lokasi di Texas USA pada satu musim berkisar antara 5 – 6 dengan nilai koefisien extinction cahaya (k) berkisar 0,60 – 0,65. Untuk mendapatkan penetrasi cahaya yang lebih baik maka diharapkan daun lebih tegak dan sudut daun kecil sehingga nilai k menjadi lebih kecil, lebih banyak daun terpapar sinar matahari pada PAR yang lebih kecil sehingga laju pertukaran karbon (CER=Carbon Exchange Rate) kanopi meningkat.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa akumulasi bahan kering yang terjadi menjelang dan saat pengisian biji amat menentukan hasil. Shiraiwa et al. (2004) menemukan besarnya akumulasi bahan kering pada fase periode awal pengisian biji merupakan karakteristik yang menentukan perbedaan hasil antara genotipe-genotipe kedelai. Perbedaan hasil antara padi berdaya hasil tinggi dan padi berdaya hasil rendah terletak pada kemampuan mengakumulasi bahan kering sebelum heading dan translokasi asimilat selama pengisian biji (Miah et al. 1996). Lubis et al. (2003) menyatakan bahwa berat kering padi saat pengisian biji lebih mempengaruhi hasil daripada karbohidrat non-struktur (non structural carbohydrate = NSC) saat berbunga penuh.
Kemampuan fotosintesis dapat diamati dengan mengukur tingkat pertukaran karbondioksida (CER) pada tajuk. Nilai CER dihitung berdasarkan laju CO2 yang memasuki stomata. Tanaman dengan CER tinggi diharapkan memiliki laju akumulasi bahan kering yang juga tinggi dan pada akhirnya memiliki potensi produksi yang juga tinggi. Nilai CER sendiri sangat dipengaruhi oleh konduktansi stomata (KS). Konduktansi stomata diukur dengan mengamati jumlah CO2 yang masuk melalui hambatan stomata. Tanaman dengan nilai CER tinggi umumnya didukung pula oleh KS yang juga tinggi (Santosa, 2000). Semakin kecil hambatan stomata, semakin besar nilai konduktansinya sehingga semakin banyak CO2 yang dapat masuk melalui stomata ke dalam daun. Semakin banyak CO2 yang masuk memungkinkan terjadinya fiksasi CO2 untuk fotosintesis yang lebih banyak.
Dalam fase pengisian terdapat dua sumber N untuk pertumbuhan biji yaitu N yang diabsorpsi akar dan N yang berasal dari remobilisasi jaringan vegetatif (Ta dan Weiland 1992). Penundaan remobilisasi N dari daun dapat mempertahankan kapasitas fotosintesis lebih lama dan kemungkinan dapat meningkatkan hasil biji. Kemampuan padi cv. Akenoshi untuk mempertahankan kandungan Ndaun yang tinggi pada periode pemasakan, sehingga laju fotosintesis tetap tinggi pada fase tersebut, mengakibatkan pengisian biji menjadi optimal dan produksi biji lebih tinggi dibanding padi cv Nipponbare (Ookawa et al. 2003).
Kemampuan tanaman dalam menangkap dan menggunakan radiasi cahaya matahari untuk fotosintesis dipengaruhi pula oleh faktor morfologis, anatomis dan fisiologis daun. Peningkatan luas daun, pengurangan trikoma, pengurangan ketebalan daun, dan peningkatan kandungan klorofil sehingga memungkinkan penangkapan cahaya menjadi lebih efisien (Taiz dan Zeiger 2002).
Energi cahaya yang jatuh ke daun pertama kali diserap oleh pigmen klorofil. Tipe klorofil yang banyak terdapat dalam tanaman adalah tipe a dan b. Klorofil a memiliki gugus metil dalam susunannya sedangkan klorofil b memiliki gugus aldehid. Fungsi kedua klorofil ini berbeda dimana klorofil b bersama dengan pigmen lain seperti karoten berperan sebagai penangkap foton cahaya.
Foton ini kemudian diteruskan secara berantai ke klorofil a yang berfungsi sebagai antena pusat reaksi. Rasio antara klorofil a dan b menentukan keefisienan penangkapan cahaya. Tanaman yang tumbuh cepat dan berproduksi tinggi membutuhkan respirasi yang juga tinggi. Dengan melakukan respirasi, energi yang tersimpan dalam substrat organik akan dilepas dan diubah dalam bentuk senyawa ATP yang digunakan untuk berbagai proses metabolisme. Dari proses respirasi dapat dihasilkan banyak reduktan, berbagai substrat dan karbon skeleton serta CO2 dan panas sebagai produk sampingannya (Taiz dan Zeiger 2003). Pertukaran gas CO2 dan O2 dapat digunakan untuk mengukur tingkat respirasi suatu jaringan (Moss, 1986). Pada kondisi tersedia cukup cahaya untuk fotosintesis maka gas CO2 yang terukur pada daun (kloroplas) merupakan hasil dari fiksasi karbon dan respirasi, sedangkan pada kondisi gelap atau cahaya rendah maka CO2 yang terukur menunjukkan tingkat respirasi daun tersebut. Tingkat respirasi tanaman dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal (Mohr dan Schopfer 1995). Usia jaringan, adanya pelukaan merupakan contoh faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi. Stress air, serangan hama penyakit sering memicu peningkatan respirasi tanaman. Kacang tanah membutuhkan energi jauh lebih besar dalam memproduksi polong daripada organ vegetatif (Duncan et al. 1978). Khanna-Chopra (2000) menyatakan bahwa dari studi-studi tentang efisiensi konversi gula menjadi karbohidrat, lipid dan protein menunjukkan bahwa untuk mensintesa lipid dan protein dibutuhkan lebih banyak heksosa daripada untuk membentuk selulosa atau pati. Konsekuensinya, efisiensi konversi gula menjadi bahan kering pada biji yang kaya kandungan karbohidrat lebih tinggi daripada biji yang banyak kandungan lipidnya. Duncan et al. (1978) dan Wright et al. (1991) menggunakan faktor koreksi energi untuk mengukur nilai biomas kacang tanah yaitu bobot biomas tajuk ditambah bobot polong x 1,65.
Distribusi Asimilat
Egli (1999) menyatakan bahwa produktivitas (yield) tanaman dibatasi oleh aktivitas fotosintesis source atau kemampuan sink untuk menggunakan asimilat yang dihasilkan source. Oleh karena itu terjadinya perubahan akumulasi bahan kering atau perubahan indeks panen (partisi asimilat) atau keduanya, yang dapat terjadi akibat perubahan faktor-faktor produksi, dapat mempengaruhi hasil biji. Pembagian karbon dalam tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain perubahan suplai dan kebutuhan karbon selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman, adanya kontrol hormon atau nutrisi antar organ, hambatan jaringan pembuluh, efek buffer dalam organ penyimpan diberbagai lokasi dalam tanaman, laju fotosintesis (aktivitas source) dan laju penggunaan karbon (aktivitas sink) (Wardlaw 1990). Distribusi atau partisi asimilat dikendalikan berbagai proses mulai dari transpor sel ke sel, transfer antara xilem dan floem, loading dan unloading dalam jaringan pembuluh, translokasi longdistance dalam floem, hubungan jaringan pembuluh antara source dan sink (Hendrix 2000). Distribusi asimilat menjadi penting dalam menentukan hasil akhir tanaman.
Kekuatan sink dalam menarik asimilat berbeda-beda, sink yang kuat akan mendapat bagian asimilat lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan sink yang tidak terlalu kuat. Dasar bagi kekuatan sink (sink strenght) adalah kemampuan sink untuk secara efektif mengurangi konsentrasi asimilat dalam jaringan pembuluh yang berhubungan dengan sink tersebut untuk menghasilkan gradien konsentrasi yang terbaik antara source dan sink (Wardlaw 1991). Kekuatan sink ini ditentukan oleh ukuran, aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink tersebut terhadap source dan hubungannya dengan jaringan pembuluh (Taiz and Zeiger 2003). Faktor yang paling menentukan aktifitas sink menurut Gifford dan Evans (1981) adalah suply asimilat pada tahap ontogenik paling awal (stadia dimana terjadi perubahan tunas vegetatif menjadi tunas generatif). Inanaga dan Yoshihara (1997) menyatakan bahwa cabang merupakan sumber karbon untuk bintil akar kacang tanah, sedangkan batang utama sebagai sumber karbon bagi polong. Sebagian besar karbon untuk polong dan biji merupakan hasil fotosintesis pada fase reproduktif. Pada saat faktor lingkungan tumbuh terbatas, seperti kekeringan dan naungan, maka pengaruh buruk kondisi ini diminimalisir oleh tanaman dengan melakukan perubahan partisi asimilat (Chartterton dan Silvius 1979). Squire (1993) juga menyatakan kerapatan tanaman (populasi) dan ketersediaan hara dapat mempengaruhi partisi bahan kering (Squire 1993). Perubahan alokasi karbon (fotosintat) dalam tanaman yang mengalami stress tumbuh dapat disebabkan adanya hambatan dalam “floem loading” sukrosa atau rendahnya kapasitas sink (Khanna-Chopra 2000).
Egli (1999) menyatakan bahwa produktivitas (yield) tanaman dibatasi oleh aktivitas fotosintesis source atau kemampuan sink untuk menggunakan asimilat yang dihasilkan source. Oleh karena itu terjadinya perubahan akumulasi bahan kering atau perubahan indeks panen (partisi asimilat) atau keduanya, yang dapat terjadi akibat perubahan faktor-faktor produksi, dapat mempengaruhi hasil biji. Pembagian karbon dalam tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain perubahan suplai dan kebutuhan karbon selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman, adanya kontrol hormon atau nutrisi antar organ, hambatan jaringan pembuluh, efek buffer dalam organ penyimpan diberbagai lokasi dalam tanaman, laju fotosintesis (aktivitas source) dan laju penggunaan karbon (aktivitas sink) (Wardlaw 1990). Distribusi atau partisi asimilat dikendalikan berbagai proses mulai dari transpor sel ke sel, transfer antara xilem dan floem, loading dan unloading dalam jaringan pembuluh, translokasi longdistance dalam floem, hubungan jaringan pembuluh antara source dan sink (Hendrix 2000). Distribusi asimilat menjadi penting dalam menentukan hasil akhir tanaman.
Kekuatan sink dalam menarik asimilat berbeda-beda, sink yang kuat akan mendapat bagian asimilat lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan sink yang tidak terlalu kuat. Dasar bagi kekuatan sink (sink strenght) adalah kemampuan sink untuk secara efektif mengurangi konsentrasi asimilat dalam jaringan pembuluh yang berhubungan dengan sink tersebut untuk menghasilkan gradien konsentrasi yang terbaik antara source dan sink (Wardlaw 1991). Kekuatan sink ini ditentukan oleh ukuran, aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink tersebut terhadap source dan hubungannya dengan jaringan pembuluh (Taiz and Zeiger 2003). Faktor yang paling menentukan aktifitas sink menurut Gifford dan Evans (1981) adalah suply asimilat pada tahap ontogenik paling awal (stadia dimana terjadi perubahan tunas vegetatif menjadi tunas generatif). Inanaga dan Yoshihara (1997) menyatakan bahwa cabang merupakan sumber karbon untuk bintil akar kacang tanah, sedangkan batang utama sebagai sumber karbon bagi polong. Sebagian besar karbon untuk polong dan biji merupakan hasil fotosintesis pada fase reproduktif. Pada saat faktor lingkungan tumbuh terbatas, seperti kekeringan dan naungan, maka pengaruh buruk kondisi ini diminimalisir oleh tanaman dengan melakukan perubahan partisi asimilat (Chartterton dan Silvius 1979). Squire (1993) juga menyatakan kerapatan tanaman (populasi) dan ketersediaan hara dapat mempengaruhi partisi bahan kering (Squire 1993). Perubahan alokasi karbon (fotosintat) dalam tanaman yang mengalami stress tumbuh dapat disebabkan adanya hambatan dalam “floem loading” sukrosa atau rendahnya kapasitas sink (Khanna-Chopra 2000).
Hubungan Source dan Sink
Menurut definisi Snyder dan Carlson (1983), daun dan semua jaringan tanaman yang berfotosintesis adalah source. Organ atau jaringan tanaman yang menjadi tempat akumulasi sementara bahan kering untuk kemudian melepaskannya kebagian yang memanfaatkan bahan kering juga termasuk source.
Bahan kering hasil fotosintesis kemudian ditranslokasikan melalui floem ke bagian tanaman yang membutuhkannya (sink). Sink menggunakan asimilat untuk pertumbuhannya dan sebagian lagi untuk disimpan. Sink merupakan semua bagian tanaman yang tidak berfotosintesis atau ber fotosintesis tetapi tidak maksimum sehingga sebagian kebutuhan karbohidratnya disediakan oleh source (Taiz dan Zeiger 2003). Sink dapat berupa jaringan meristematik, jaringan yang sedang mengalami pemanjangan, “respiratory sink” dan jaringan penyimpanan (storage sink) (Gifford dan Evans 1981). Antara sink-sink yang ada akan saling berkompetisi dalam mendapatkan asimilat yang dihasilkan source.
Sink dapat dibagi menjadi sink vegetatif dan sink reproduktif. Sink vegetatif ada yang bersifat temporer dan ada yang bersifat terminal, sedangkan sink reproduktif adalah sink terminal. Sink temporer artinya asimilat yang disimpan dapat dialihkan ke bagian sink lain apabila dibutuhkan, sedangkan sink terminal berarti asimilat tidak dapat diremobilisasi dari bagian ini karena menjadi bagian struktural.
Kekuatan Sink
Hubungan antara kapasitas source dari bagian atas daun aktif dan kapasitas sink mempengaruhi produksi bahan kering dan menentukan produksi padi (Kato et al. 2003). Adanya kebutuhan sink akan asimilat merupakan faktor yang menentukan laju fotosintesis, disamping faktor lingkungan (Gifford dan Evans 1981). Setelah tajuk berkembang penuh, CER masih dapat meningkat atau menurun sejalan dengan perubahan kebutuhan sink. Apabila sink kuat menyerap asimilat mengakibatkan gradien karbohidrat antara source dan sink makin tinggi, hal ini merangsang source untuk lebih produktif. Akan tetapi apabila biji/buah yang ada tidak terlalu kuat, asimilat akan lebih banyak dialokasikan kebagian lain yang akhirnya dapat mengakibatkan aborsi (bunga, buah/polong). Apabila sink berkompetisi dengan daun/source untuk nitrogen maka hal ini akan mendorong penurunan CER dan senesens daun.
Pada awal pertumbuhan vegetatif daun muda dan akar merupakan sink utama dimana pada sebagian tanaman, tajuk lebih mendominasi akar dalam memperoleh asimilat. Pada fase reproduktif pertumbuhan dan perkembangan buah dan biji mendominasi pertumbuhan tajuk (Wardlaw 1991). Hasil polong merupakan hasil akhir dari proses-proses yang berlanjut sejak pembentukan bunga, inisiasi ginofor, perubahan ginofor menjadi polong dan pengisian polong (Songsri et al. 2008). Adanya bunga pada fase pembentukan dan pengisian biji menjadi pesaing kuat bagi biji pada kondisi source terbatas.
Hubungan antara kapasitas source dari bagian atas daun aktif dan kapasitas sink mempengaruhi produksi bahan kering dan menentukan produksi padi (Kato et al. 2003). Adanya kebutuhan sink akan asimilat merupakan faktor yang menentukan laju fotosintesis, disamping faktor lingkungan (Gifford dan Evans 1981). Setelah tajuk berkembang penuh, CER masih dapat meningkat atau menurun sejalan dengan perubahan kebutuhan sink. Apabila sink kuat menyerap asimilat mengakibatkan gradien karbohidrat antara source dan sink makin tinggi, hal ini merangsang source untuk lebih produktif. Akan tetapi apabila biji/buah yang ada tidak terlalu kuat, asimilat akan lebih banyak dialokasikan kebagian lain yang akhirnya dapat mengakibatkan aborsi (bunga, buah/polong). Apabila sink berkompetisi dengan daun/source untuk nitrogen maka hal ini akan mendorong penurunan CER dan senesens daun.
Pada awal pertumbuhan vegetatif daun muda dan akar merupakan sink utama dimana pada sebagian tanaman, tajuk lebih mendominasi akar dalam memperoleh asimilat. Pada fase reproduktif pertumbuhan dan perkembangan buah dan biji mendominasi pertumbuhan tajuk (Wardlaw 1991). Hasil polong merupakan hasil akhir dari proses-proses yang berlanjut sejak pembentukan bunga, inisiasi ginofor, perubahan ginofor menjadi polong dan pengisian polong (Songsri et al. 2008). Adanya bunga pada fase pembentukan dan pengisian biji menjadi pesaing kuat bagi biji pada kondisi source terbatas.
Translokasi Asimilat
Pada prinsipnya asimilat yang ditranslokasikan dari source ke sink adalah karbon dan nitrogen (Atkins dan Smith 2007). Hara K memang bukan pembentuk senyawa organik dalam tanaman tetapi unsur K sangat penting dalam proses pembentukan biji kacang tanah bersama hara P disamping juga penting sebagai pengatur berbagai mekanisme dalam proses metabolik seperti fotosintesis, transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimlat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Sumarno 1986). Kalium berperan penting dalam translokasi asimilat baik dalam phloem loading maupun dalam aliran asimilat dari source ke sink (Marschner 1995). Penelitian yang telah dilakukan pada castorbean menunjukkan bahwa banyaknya fotosintat yang ditranslokasikan dipengaruhi oleh suplay K+ yaitu, kandungan K+ yang lebih tinggi memberikan hasil fotosintesis yang lebih banyak tersalurkan dari source ke sink. Hal ini menunjukkan bahwa K+ mempengaruhi kapasitas source sink dengan mempengaruhi transpor floem (Mengel 1996). Pada tanaman leguminose, tanaman yang kekurangan kalium lebih peka terhadap penyakit dan menunjukkan kualitas produksi yang rendah karena biji yang dihasilkan banyak yang keriput (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Ispandi (2004) menyatakan bahwa pada lahan kering alfisol pemupukan 100 kg KCl/ha meningkatkan hasil kacang tanah secara nyata daripada yang dipupuk 50 kgKCl/ha.
Umumnya jenis karbohidrat yang ditranslokasikan dalam jaringan pembuluh adalah jenis gula non-reduksi (nonreducing sugars) karena substrat ini tidak sereaktif gula reduksi/pereduksi (reducing sugars). Gula reduksi/pereduksi merupakan gula dengan gugus keton atau aldehid. Sukrosa adalah jenis gula nonreduksi yang umumnya ditranslokasikan dalam tanaman. Beberapa tanaman ada yang mentranslokasikan raffinosa, stachyosa, verbascosa, manitol dan sorbitol
(Taiz dan Zeiger 2002). Zheng et al. (2001) menemukan bahwa bentuk fotosintat yang diekspor daun kacang tanah adalah fruktosa, sukrosa mungkin disintesis di batang, akar dan polong. Translokasi fotosintat dari sumber (source) ke pengguna (sink) diatur oleh senyawa pengendali pertumbuhan tanaman yang disebut plant growth substances, jika senyawa buatan yang diberikan secara eksogen disebut plant growth regulator (Sumardi et al. 2007). Paclobutrazol secara signifikan mampu mempengaruhi karakteristik fotosintesis dan anatomi tanaman Catharanthus roseus (L.) G. Don, meningkatkan kandungan klorofil dan parameter yang berhubungan dengan fotosintesis seperti laju fotosintesis bersih dan konsentrasi CO2 internal tanaman dan mengurangi transpirasi (Jaleed et al. 2007). Paclobutrazol juga meningkatkan ketebalan daun, epidermis dan kutikula, jaringan palisade dan jaringan bunga karang tetapi mengurangi diameter xylem. Senoo dan Isoda (2003) menemukan bahwa aplikasi 100 dan 200 ppm paclobutrazol pada fase awal pembentukan polong dan fase awal pengisian biji mampu meningkat produksi polong kacang tanah hingga 3,7 ton/ha.
Pada awal pertumbuhannya kandungan pati, fruktosa dan glukosa pada daun dan batang menurun cepat karena pertumbuhan organ-organ vegetatif dan pembentukan polong. Pada fase pembesaran polong kandungan ketiganya tetap tinggi di daun dan batang menunjukkan bahwa tidak semua karbohidrat yang ada digunakan untuk pembentukan biji (Zheng et al. 2001). Inanaga dan Yoshihara (1997) menemukan bahwa cabang merupakan sumber karbohidrat untuk akar dan bintil akar, sedangkan batang utama adalah sumber karbohidrat untuk pengisian biji. Mereka juga menemukan bahwa sebagian besar sumber karbon untuk pertumbuhan buah kacang tanah tergantung pada fotoasimilat saat fase reproduktif.
Daftar Pustaka
Atkins CA, Smith PMC.
2007. Translocations in Legumes; Assimilates, Nutrients and Signaling
Molecules. Plant Physiology 144:550-561.
Chatterton JN, Silvius
JE. 1979. Photosynthate partitioning into starch in soybean leaves. Plant
Physiol. 64:749-753.
Duncan, W.G., D.E.
McCloud, R.L. McGraw, and K.J. Boote. 1978. Physiological aspects of peanut
yields improvement. Crop Science 18:1015-1020.
Egli, D.B. 1999.
Variation in leaf starch and sink limitation during seed filling in soybean.
Crop Sci. 39:1361-1368.
Inanaga S, Yoshihara R.
1997. Translocation and distribution of assimilated carbon in peanut plant.
Soil Sci. Plant Nutr. 43(2):267-274
Ispandi
A, Munip A. 2004. Efektifitas Pupuk PK dan Frekuensi Pemberian Pupuk K dalam
Meningkatkan Serapan Hara dan Produksi Kacang Tanah di Lahan Kering Alfisols.
Jurnal. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 2, 2004 : 11-24. Diakses pada Sabtu, 20
Oktober 2007.
Kato M, Kobayashi
K,Ogiso E, Yokoo M. 2004. Photosynthesis and dry matter production during
ripening stage in a female –sterile line of rice. Plant Prod. Sci. 7(2):184-188
Khanna-Chopra, R. 2000.
Photosynthesis in relation to crop productivity, 263-280. In Yunus, M., U.
Pathre, and P. Mohanty (Eds). Probing Photosynthesis : Mechanisms, Regulation
and Adaptation. Taylor and Francis. London.
Kiniry,
JR, CE Simson, AM Schubert and JD Reed. 2005. Peanut leaf area index, light
interception , radiation use efficiency and harvest index at three sites in Texas.
Field Crops Research 91:297-306
Leiwakabessy,
F.M. dan A. Sutandi. 2004. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lubis,
I., T. Shiraiwa, M. Ohnishi, T. Horie, N. Inoue. 2003. Contribution ofsinkand
source sizes to yield variation among rice cultivars. Plant Prod. Sci.
61119-125
Marschner, H. 1995.
Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press.131-183p.
Mengel, K. 1996.
Potassium movement within plant and its importance in assimilate transport. Hal
: 408 – 409. In R. D. Munson (ed). Potassium In Agriculture. American Soils
Society. 1207 p.
Miah,
M.N.H., T. Yoshida, Y. Yamamoto, Y. Nitta. 1996. Characteristics of dry matter
production and partitioning of dry matter in high yielding semi dwarf indica
dan japonica-1indica hybrid rice varieties. Jpn. J. Crop Sci. 65:672-685.
Okawa
Y, Kobayashi M, Suzuki, S, and Suzuki, M., 2003, Comparative
Santosa,
E. 2000. Adaptasi Fisiologi Tanaman Padi Gogo Terhadap Naungan : Laju
Pertukaran Karbon, Respirasi dan Konduktansi Stomata. Thesis.Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Senoo
S, Isoda A. 2003. Effects of paclobutrazol on dry matter distribution and yield
in peanut. Plant Prod. Sci. 6(1):90-94
Shíraiwa,
T., N. Ueno, S. Shimada, T. Horíe. 2004. Correlation between yielding ability
and dry matter productivity during initial seed ñlling stage in various soybean
genotypes. Plant Prod.'Sci. 7:1355-142.
Snyder, F.W. and G.E.
Carlson. 1983. Selecting for partitioning of photosynthetic products in crops.
Advances in Agronomy vol. 37: 47 – 69
Songsri, P., Jogloy, S.,
Vorasoot, N., Akkasaeng, C., Patanothai, A. & Holbrook, C.C. 2008. Root
distribution of drought resistance peanut genotypes in response to drought. J.
Agron. Crop Sci 194: 92-103.
Study
of Protective Effectsof Chitin, Chitosan, and
N-Acetyl Chitohexaose against Pseudomonas aeruginosa and Listeria monocytogenes Infections in Mice, Biol.
Pharm. Bull. 26(6) 902-904
Sumardi, kasli, Musliar Kasim, Auzar Syarif dan Nazres Akhir.
2007. Respon padi sawah pada teknik budidaya secara aerobic dan pemberian bahan
organic. Jurnal Akta Agrosia 10: 65-71.
Sumarno. 1986. Teknik Budidaya
Kacang Tanah. Sinar Baru. Bandung. 75 hal.
Taiz, L. and Zeiger. E.
2002. Plant Physiology (3 rd Edition). Sinauer Associates, Inc. Publishers.
Sunderland Massachusetts Mohr, Hans and Peter Schopfer. 1995. Plant Physiology.
Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany (P. 544)
Yoshida,
S., D.A. Forno, J.H. Cock, K.A. Gomes. 1972. Laboratory Manual Physiological
Studies of Rice. Second Edition. IRRI, Los Banos, Philippines.
Zheng,
W., H. Mitsusu, C. Naoya, I. Shunji. 2001. Behavior of carbohydrates within
peanut plant. Soil Sci. Plant Nutr. 47:45-53.
Komentar