Penyebab Kehampaan Padi

Kehampaan padi adalah ketidakmampuan tanaman untuk mengisi bulir padi dengan asimilat secara maksimal. Kehampaan padi (poor grain filling) menjadi permasalahan utama pada padi hibrida indica/indica dan japonica/indica yang menyebabkan rendahnya produktivitas padi (Yang et al. 2002). Kehampaan padi berkisar 15—20% dari total produksi. Hal ini menjadi permasalahan serius dalam peningkatan produktivitas pangan. 

Padi yang hampa
(Sumber : http://arrizal-arrizalmuhammad.blogspot.com/2010/12/ganasnya-si-kecil-wereng.html)

Penyebab kehampaan padi antara lain disebabkan oleh : 
  • Rendahnya akumulasi asimilat pada tangkai malai 
Penyebab utama produktivitas rendah pada tanaman padi adalah tingginya tingkat kehampaan. Menurut Kobata et al, (2002) tingginya kehampaan disebabkan oleh tingkat kematangan bulir padi yang rendah. Ada beberapa hipotesa mengenai rendahnya pengisian bulir padi (poor grain filling) pada padi tipe baru. Salah satunya adalah rendahnya kapasitas akumulasi asimilat pada malai (Yamagishi at al. 1996). Hal ini disebabkan adanya rintangan morfologi seperti perubahan pada malai atau pada sel penghubung untuk transport asimilat pada pematangan bulir. 
  • Keterlambatan fase senescence 
Menurut Yang et al. (2002) lambatnya pengisian bulir disebabkan oleh terlambatnya tanaman memasuki fase senescence. Hal ini mengakibatkan tanaman kehilangan kesempatan dalam pengisian maksimal. Murchie et al. (2002) menyatakan bahwa umumnya semua varietas padi mengalami percepatan fase pengisian bulir (Rapid Grain-Filling Phase=RGFP) sekitar 10 hari setelah pembungaan. Pada saat pengisian, daun padi tetap menghijau pada saat bulir matang atau tanaman padi terlalu vigor dan tetap hijau dalam jangka waktu yang lama. Masa vegetatif yang berkepanjangan diakibatkan oleh pemupukan N yang tinggi dan penanaman kultivar yang memiliki masa tumbuh yang panjang. Semua faktor tersebut menjadi faktor utama penyebab kehampaan padi (Yang et al. 2002). 

Fase senescence pada tanaman monocarpik seperti padi merupakan fase akhir pertumbuhan dan perkembangan. Daun dianggap senesens ketika 50% permukaannya mengalami nekrotik (Carberry et al., 1993). Fase tersebut merupakan fase aktif yang di dalamnya terlibat aktivitas remobilisasi penyimpanan makanan dari jaringan vegetatif ke bulir (Nooden et al. 1997). Terlambatnya fase senescence umumnya disebabkan oleh karbohidrat non-struktural yang tertinggal di batang padi sehingga indeks panen rendah. Percepatan fase senescence diinduksi dengan pengontrolan kekeringan pada tanah, maka akan mempercepat remobilisasi cadangan karbon ke bulir dan meningkatkan pengisian bulir (Yang et al. 2002). Mempercepat senenscence dapat dilakukan dengan stress air. Defisit air akan mempercepat masa senescence pada saat pengisian bulir, mempercepat pengisian bulir, dan meningkatkan hasil. 

Penelitian Yang et al (2002) menunjukkan bahwa semakin besar nilai defisit air, maka penurunan klorofil daun akan semakin besar pula. Hal ini mengindikasikan bahwa stress air mampu memicu senescence pada daun. Selain itu stress air juga menurunkan non-struktural karbohidrat pada batang dan kelopak bunga padi. Pada padi hibrida indica/indica remobilisasi karbon (C) dari batang ke bulir meningkat selama pengisian bulir pada tingkat stress air yang tinggi pula. Stress air sangat nyata meningkatkan karbon di bulir dan menurunkan non-struktural karbohidrat di batang (Yang et al. 2002) 

Dengan perlakuan stress air memberikan hasil yang berbeda pada padi hibrida indica/indica (I/I) dan hibrida japonica/indica (J/I). Pada tipe padi I/I, perlakuan stress air menurunkan persentase kematangan bulir, berat bulir, dan produktivitas bulir. Produktivitas padi turun dari 16,4% menjadi 2,9%. Namun, sebaliknya pada tipe padi J/I. Semakin tinggi tingkat stress air, maka semakin tinggi pula tingkat kematangan bulir dan produktivitas bulir yaitu dari 4,4% menjadi 13,3% atau meningkat sebesar 8,9%. 

Padi hibrida I/I memiliki perakaran yang tidak dalam. Hal ini mengakibatkan percepatan senescence padi hibrida I/I jauh lebih cepat dibandingkan dengan padi hibrida J/I. Akibatnya kadar klorofil daun semakin menurun yang diikuti dengan penurunan laju fotosintesis pada masa pengisian bulir. Berbeda dengan padi hibrida J/I. Meskipun dalam kondisi stress air pada masa senescence, sistem perakaran yang dalam pada padi J/I mampu mengambil air meski dalam kondisi tercekam (Harada et al. 1994). Sehingga klorofil dan laju fotosintesis tidak mengalami penurunan yang drastis seperti padi hibrida I/I. Proses fotosintesis pun tidak terlalu dihambat oleh stress air. Hal ini mengindikasikan bahwa padi hibrida J/I memiliki tingkat heterosis yang tinggi (Yang et al. 2002). 

Sumber :
Kobata T. and Kumi I. 2002. Low grain ripening in the new plant type rice due to shortage of assimilate supply. 

Murchie, et al. 2002. Are there associations between grain-filling rate and photosynthesis in the flag leaves of field-grown rice. Journal of Experimental Botany 53:2217—2224. 

Yang, J et al. 2002. Carbon remobilization and grain filling in japonica/indica hybrid rice subjected to postanthesis water deficits. Agron J. 94:102—109

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux