Analisis Vegetasi Gulma
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Marsono, 1977; Satroutomo, 1990).
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Beberapa vegetasi gulma
(Sumber : http://rabiatullatifah08.blogspot.com/)
Muller (1974) membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, struktur tegakan. Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuh-tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya (Danserau - Dombois, 1974).
Menurut Kershaw (1973), struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu:
- Struktur vegetasi berupa vegetasi secara vertikal yang merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi;
- Sebaran, horisontal jenis-jenis penyusun yang mengGambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain;
- Kelimpahan (abudance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa faktor, seperti: flora setempat, habitat (iklim, tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan (Marsono,1977).
Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau banyaknya individu dan kerapatan (Soerianegara,1998; Sastroutomo, 1990).
Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis-jenis dalam suatu areal. jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran yang kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Dominansi suatu jenis merupakan nilai yang menunjukan peguasaan suatu jenis terhadap komunitas (Irwanto, 2006)
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut.
Analisis vegetasi bertujuan untuk memperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983).
Wahyudi, et al (2008) menambahkan bahwa tujuan dari analisis vegetasi adalah mengetahui komposisi jenis gulma dan menetapkan jenis yang dominan, misalnya memilih herbisida yang sesuai. Untuk mengetahui tingkat kesamaan dan perbedaan antara dua vegetasi. Hal ini penting untuk membandingkan apakah terjadi perubahan komposisi vegetasi gulma sebelum dan setelah pengendalian dengan cara tertentu. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam analisis vegetasi gulma adalah sebagai berikut :
- Pengamatan pendahuluan.
Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan umum atau disebut fisiognomi dari vegetasi. Langkah ini diperlukan untuk menetapkan langkah selanjutnya, bail dalam menetapkan [etak contoh maupun metode analisis. Misalnya dari kenampakan umum vegetasi gulma terdapat beberapa jenis yang mengelompok dengan batas yang jelas, maka selanjutnya digunakan metode garis (line intercept).
Dari pengamatan pendahuluan ini juga dapat diambil keputusan apakah seluruh areal dianggap sebagi satu kesatuan vegetasi, atau dibagi-bagi dan dipetakan menjadi beberapa vegetasi dengan cirri dan sifat yang berbeda.
- Menetapkan petak contoh
Pengamatan dalam analisis vegetasitidak mungkin dilakukan pada seluruh areal kebun karena memerlukan waktu dan tenaga yang sangat banyak. Untuk itu perlu ditetapkan petak contoh (sampling unit) yang diharapkan dapat mewakili area tertentu. Distribusi petak contoh dapat ditentukan dengan berbagai cara, diantaranya sampling acak subyektif, sampling acak, sampling beraturan, dan sampling acak bertingkat.
Sampling acak subyektif
Cara ini paling sederhana dan mudah dilakuka. Sejumlah petak contoh ditentukan pada tempat-tempat yang menurut pengamatan mewakili seluruh areal.
Sampling acak
Cara ini sebaiknya digunakan untuk vegetasi yang relative seragam, kerana petak contoh ditentukan secara acak penuh keseluruh areal. Penetapan petak contoh secara acak dapat dilakukan dengan undian atau menggunakan Tabel angka acak yang terdapat pada buku-buku statistik.
Sampling beraturan (sistematik).
Sampling berarturan sistematik seringkali dapat memberikan hasil yang lebih mendekati kebenaran bila dibandingkan sampling acak penuh karena petak contoh tersebar merata keseluruh areal. Pada cara ini petak contoh ditentukan pada jarak tertentu atau pada setiaplarikan tanaman tertentu. Jumlah contoh diusahakan tidak terlalu sedikit, tetapi tidak juga terlalu banyak.
Sampling acak bertingkat
Cara ini digunakan apabila vegetasi dapat dipisahkan menjadi bebrapa sub yang berbeda kenampakan umumnya. Contohnya pada perkebunan yang berbukit biasanya kemanpakan vegetasi didaerah lembah dan diatas bukit berbeda sehingga masing-masing perlu diwakili oleh sejumlah petak contoh sesuai dengan luasnnya
Dombois dan Ellenberg (1974) menjelaskan lebih lanjut bahwa pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang rnenurut pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradien lingkungan tertentu. Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien ketidaksamaan (Marsono, 1977).
Variasi dalam releve merupakan dasar untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
Sumber :
Irwanto. 2006. Analisis Struktur Dan Komposisi Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat,Provinsi Maluku. Usulan Penelitian Tesis S-2. Program Studi Ilmu Kehutanan. Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian Sekolah Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Greig-Smith, P., 1983, Quantitative Plant Ecology, Blackwell Scientific Publications, Oxford.
Kershaw, KA. 1964, Quantitative an Dynamic Plant Ecology. Second Edition Butter dan Tanner, London.
Marsono, Dj 1977. Potensi dan Kondisi Hutan Hujan Tropika Basah di Indoensia. Buletin Instiper Volume.2. No.2. Institut Pertanian STIPER. Yogyakarta.
Mueller, Dombois, D., and H. Ellenberg, 1974, Aims and Methods of Vegetation Ecology, John Wiley & Sons, New York.
Soetrisno, Kadar, 1998, Silvika, Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.
Sastroutomo, Soetikno S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Utama. Jakarta.
Komentar