Tanaman Halofita

PENDAHULUAN
Latar Belakang.
Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia dengan luas daratan dan lautan sekitar 7,7 juta km2, yang terdiri atas 17.500 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km (Soemartono, 1993) atau setara dengan sekitar 39,42 juta hektar lahan salin yang tidak dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman (Anonim, 1997). Terdapat kurang lebih satu juta hektar dari luasan tersebut di Sulawesi Selatan (Anonim, 2003). Masyarakat yang hidup di daerah sepanjang pantai ini pada umumnya adalah masyarakat nelayan dan karena lahan-lahan pantai pada umumnya adalah lahan salin atau memiliki kadar kegaraman tinggi maka mereka tidak bisa bertani dan hanya mengandalkan sumber kehidupan mereka dari melaut.
Kenyataan bahwa banyak lahan salin yang terdapat di daerah pantai tidak termanfaatkan untuk pertanian sehingga perlu dikelola dengan benar. Persoalan aktual lainnya adalah banyaknya nelayan yang tidak melaut pada saat tidak sedang terjadi musim ikan atau pada saat musim badai yang mengakibatkan perlunya diadakan kegiatan yang bermanfaat bagi para nelayan. Di lain pihak, sebenarnya masih ada jenis tumbuhan yang memang habitatnya adalah dapat tumbuh pada lahan salin yang dikenal sebagai tumbuhan halofita.
Tumbuhan halofita tumbuh secara alami pada lahan-lahan pantai yang salin yang dipengaruhi oleh salinitas pada daerah perakarannya atau semburan garam dan uap air bergaram yang terbawa oleh angin yang banyak terjadi seperti pada daerah pantai berpasir salin maupun semi salin, rawa-rawa bakau, padang rumput berair pinggir pantai dan rawa-rawa payau. Tumbuhan halofita sanggup mentolerir atau kadang bahkan membutuhkan konsentrasi tinggi ion-ion Na dan Cl di dalam air tanah yang mereka serap (Ahmed, 2008).
Tumbuhan halofita merupakan tumbuhan tidak umum dan butuh waktu banyak untuk meyakinkan masyarakat bahwa mereka bisa menjadi makan yang enak dan bernutrisi sehingga dapat dibuat sayur dan sumber pakan ternak. Disamping itu, yang menjadi kendala utama dalam pemanfaatan tanaman halofita di daerah sekitar pantai yaitu tingkat kesuburan tanah yang rendah karena daerah pesisir pantai termasuk lahan marginal. Namun dengan potensinya yang bersifat fakultatif salin maka sangat memungkinkan untuk dibudidayakan pada lahan-lahan marjinal yang salin di pinggir pantai.
Sesuvium portulacastrum merupakan salah satu jenis tumbuhan halofita yang fakultatif yang umum dikenal sebagai rantau atau ”krokot laut". Mereka tumbuh merajalela di sepanjang pantai banyak daerah di dunia. Krokot laut adalah herba perennial yang dapat ditemukan di sepanjang pantai. Melihat kondisi tersebut diharapkan tanaman S. portulacastrum dapat dibudidayakan bukan hanya sebagai tumbuhan tak termanfaatkan tetapi dapat digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki kandungan mineral yang tinggi untuk menambah nasfu makan sehingga produktivitas ternak dapat meningkat.

Rumusan Masalah
Banyaknya lahan yang salin di daerah pantai dan yang tidak salinitas adalah yang masalah-masalah paling penting dari pertanian di daerah yang arid (kering) termasuk Indonesia. Selain itu, garam pasir (yang disebabkan oleh kekeringan atau kekurangan air tawar) dan garam pedalaman cekukan yang disebabkan oleh tingkat garam tanah air meningkat sebagai akibat kebocoran drainase air. Ini dapat menurunkan bidang ekonomi produktif lahan jika kita tidak dapat memahami fisiologi toleransi garam dari kedua tanaman konvensional dan non-tanaman konvensional yang ada.
Banyaknya nelayan yang tidak melaut pada saat tidak sedang terjadi musim ikan mengakibatkan perlunya diadakan kegiatan yang bermanfaat bagi para nelayan yang salah satunya dengan budidaya tanaman halofita. Tanaman halofita dapat dibuat sayur dan sumber pakan ternak. Namun, yang menjadi kendala utama dalam pemanfaatan tanaman halofita di daerah sekitar pantai yaitu tingkat kesuburan tanah yang rendah karena daerah pesisir pantai termasuk lahan marginal.

Tujuan Penulisan
1. Memberikan informasi mengenai budidaya tanaman halofita (S. portulacastrum) sebagai pakan ternak.
2. Memberikan kesempatan/lapangan kerja kepada para nelayan untuk mendapatkan penghasilan tambahan pada saat bukan musim penangkapan ikan (melaut).
3. Memberikan informasi kepada peternak mengenai pemanfaatan sesuvium sebagai pakan ternak

Manfaat Penulisan
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi mahasiswa atau peneliti yang akan mengadakan penelitian di daerah sekitar pantai yang ada hubungannya dengan tanaman halofita.
2. Dapat memberikan informasi yang penting mengenai pemanfaatan tanaman halofit (S. portulacastrum) sebagai pakan ternak.
3. Dapat mendorong nelayan di pesisir pantai untuk memanfaatkan tanaman halophyte (S. portulacastrum) sebagai salah satu cara meningkatkan penghasilan tambahan jika sedang tidak melaut.

Gagasan yang ingin dicapai
Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan upaya penanaman tanaman halofita S. portulacastrum di sekitar pantai untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak di samping sebagai sayuran. Usaha ini biasa disebut dengan bioreklamasi.
Bioreklamasi dapat diterapkan di daerah sekitar pantai mengingat cukup banyak potensi lahan tidak termanfaatkan karena salinitas tinggi dan banyaknya tanaman bioreklamasi lokal yang ada seperti jenis halofita, Brassicaceae, Asteraceae, Pteridaceae dan Algae serta spesies tanaman lokal lainnya seperti : Keladi, Pisang, Lotus, Cana, Dahlia, Akar Wangi, Bambu Air, Padi – padian, Papyrus, Alamanda dan tamanan air lainnya.
Dengan adanya pemanfaatan tanaman halofita (S. portulacastrum), maka secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan nelayan tersebut. Di samping itu, dapat memberikan peluang/kesempatan kerja yang lebih luas kepada nelayan untuk mengembangkan usaha sampingan pada saat sedang tidak melaut.

TELAAH PUSTAKA
Tinjauan Umum Tanaman Halofita
Halofita adalah tanaman yang dapat tumbuh pada daerah pantai yang mengandung banyak garam. Tergantung pada kondisi habitat telah mengembangkan berbagai strategi untuk bertahan hidup ditempat yang sangat tinggi garam. Tergantung pada toleransi dan kebutuhan untuk membedakan satu garam sodium mewajibkan dan tdk halophytes. Tanaman ini pada umumnya tidak dapat hidup di pinggiran air tawar.
Selain tanaman halofita adalah divisi hydro-halofita dan xero-halofita. Hydro-halfita tumbuh dalam kondisi air atau di tanah basah. Sebagian besar spesies saltmarsh dan bakau di sepanjang garis pantai adalah hydrohalofita. Xerohalofita merupakan habitat yang tumbuh di tanah di mana yang salin tetapi dimana tanah kering karena begitu banyak menimbulkan masalah dengan ketersediaan air untuk tanaman. Kebanyakan spesies ini tumbuh khas di wilayah gurun yang xero-halofita.
Divisi lain yang masih sama morfologinya memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai bahan makanan dan beberapa spesies halophyte lain sama, tetapi yang berbeda hanya terletak pada kandungan garam yang terdapat pada permukaan daun, dan tanaman halophyte inibanyak mengeluarkan garam dengan penguapan air, dimana garam kristal tetap terlihat pada permukaan daun. Di bawah tingkat salinitas rendah beberapa tanaman yang dapat mengeluarkan garam lain diserap melalui akar. Banyak tanaman termasuk beberapa kategori tanaman halophyte yang masih dalam kelompok yang memungkinkan untuk tumbuh masing-masing salinitas di mana tanaman halophyte tersebut dapat hidup. Halophytes adalah tanaman yang dapat hidup di bawah ditinggikan salinities di media pertumbuhan yang mengandung banyak garam.

Gambaran Umum S. portulacastrum
S. portulacastrum merupakan salah satu jenis tumbuhan halofita yang fakultatif yang umum dikenal sebagai rantau atau krokot laut. Mereka tumbuh merajalela di sepanjang pantai banyak daerah di dunia. Krokot laut adalah herba perennial yang dapat ditemukan di sepanjang pasir pantai hingga beberapa puluh meter ke tanah dataran.
Gambar lampiran 1. Memperlihatkan S. portulacastrum tumbuh mendatar perennial dengan panjang sekitar 30 sentimeter tinggi 12 sentimeter dengan tebal 12 sentimeter serta halus serta dapat mencapai panjang satu meter pada umur satu tahun. Selain halus, tanaman ini juga berdaun tebal daun berwarna hijau yang menyerupai bunga lidah buaya dengan 10-70 millimetres (0.39-2.8 dalam) dan panjang 2-15 millimetres (di 0,079-0,59) lebar. Bunga berwarna merah muda atau ungu. Batang yang tebal, daun yang berair di udara segar, berwarna kemerahan hijau berasal-cabang yang secara teratur berbentuk padat berdiri dekat dengan tanah. Kecil, showy pink bunga yang lebih kurang udara terus sepanjang tahun. Setiap bunga hanya terbuka untuk beberapa jam setiap hari. S. portulacastrum adalah salah satu spesies tanaman tropis dan subtropis yang banyak digunakan terutama untuk bahan makan yang dikumpulkan di luar Amerika Utara (misalnya, Argentina dan Brasil).

Habitat Sesuvium portulacastrum
Tanaman ini dapat tumbuh di tanah yang mengandung garam, maupun di daerah kering sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesuburan tanah dan dapat meningkatkan hasil panen. Penelitian Rabhi (2008),menyatakan bahwa dari tiga jenis tumbuhan halofita (Sesuvium portulacastrum,Suaeda fruticosa dan Arthorecnemum indicum), ternyata Sasuvium memliki daya serap ion Na lebih besar (26%) dibandingkan dua lainnya masing-masing (8%). Ini menunjukkan bahwa Sesuvium portulacastrum adalah spesies yang paling sesuai untuk digunakan pada tanah yang terkena garam dalam gersang dan semiarid daerah. Menjadi eksklusif garam accumulator, Sesuvium dapat menumpuk Na 2507 kg ha-1 dalam 170 hari dengan berkaitan dengan produksi biomas. Menurut estimasi tersebut, dapat diperoleh ekstrak Sesuvium 14% dari seluruh garam yang ada di ketinggian 0-1 m dari tanah yang memiliki 10% air dan garam konsentrasi yang melebihi 200 mm NaCl (Tester dan Davenport 2003).
Tanaman ini memiliki kemampuan luar biasa untuk bertahan hidup di bawah kondisi yang cekaman abiotik yang bearagam meliputi salinitas, kekeringan dan akumulasi logam berat. Tanaman Sesuvium portulacastrum memiliki peran penting dalam perlindungan lingkungan hidup seperti gundukan pasir, garam tanah dan stabilisasi desalination, penghijauan gurun, lansekap dan sebagainya (Menzel dan Leith 1999). Messedi dkk. (2006) menemukan bahwa tanaman ini memiliki kemampuan luar biasa untuk tumbuh dengan baik dalam ketersediaan 100-400 mM NaCl dan menunjukkan kemampuan dalam mengurangi pertumbuhan tanaman pengganggu. Dengan adanya tanaman tersebut dapat mengurangi kandungan garam yang terdapat dalam tanah ditempat budidaya tanaman Sesuvium portulacastrum dan tanaman ini tidak memiliki kandungan racun pada daunnya.

Kandungan dan Manfaat S. portulacastrum
Umumnya S. portulacastrum dapat di jadikan sebagai bahan makanan manusia yang dijadikan sebagai sayur. Namun hal tersebut untuk di Sulawesi Selatan belum dimanfaat karena jenis tanaman ini belum dibudidayakan sebagai pakan dan tanaman ini tumbuh liar disekitar pesisir pantai. S. portulacastrum ini tidak hanya dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan, tetapi dapat pula digunakan sebagai pakan ternak seperti ternak kambing, domba dan kuda.
Sesuvium mengandung metabolites sekunder yang berpotensi besar sebagai pengganti bahan baku beberapa sintetis dalam makanan, wangi-wangian, kosmetik, bahan pembuatan jamu dan industri farmasi (Lis-Balchin Deans 1997). Tanaman ini digunakan dalam obat tradisional sebagai obat untuk demam, dan ginjal disorders keji (Rojas dkk. 1992) oleh orang-orang pribumi di Afrika, Amerika Latin dan di negara-negara Asia seperti India, Cina, Indonesia dan Jepang.
Ternak kambing yang dipelihara di daerah pesisir S. portulacastrum lebih banyak digunakan sebagai pakan karena umumnya nelayan lebih dominan memelihara ternak kambing dibanding dengan ternak lain sehingga pemanfaatan Sesuvium portulacastrum dapat dijadikan sebagai pakan untuk kebutuhan hidup pokok dan sebagai pakan pengganti hijauan.
Daun S. portulacastrum terdapat rasa asin sehingga dapat diberikan pada ternak karena mengandung garam yang cukup tinggi sebagai sumber mineral bagi ternak. Sesuvium penting sumber phytoecdysteroids (hormon molting serangga) 20-hydroxyecdysone (20E), dan mengatur banyak biochemical fisiologis selama proses pembangunan berbagai tahapan dalam serangga kecil seiring dengan jumlah ecdysone. Demikian pula, Banerji dkk. (1971) melaporkan sekitar 3,5 g ecdysterone per kg biomas kering dari daun dari Sesuvium, dimana jumlah ecdysterone konten sangat tinggi dibandingkan dengan tanaman lainnya yang Aizoaceae dan Amaranthaceae. Di Cina, berbagai sumber tanaman yang teridentifikasi yang moderat yang tinggi untuk jumlah phytoecdysteroids, Sesuvium adalah salah satu dari jenis tanaman yang lebih tinggi dari ecdysteroids, yang digunakan dalam industri pengolahan ulat sutera.

METODE PENULISAN

Metode penulisan berdasarkan pengumpulan data dari berbagai sumber bacaan seperti internet dan buku serta berdasarkan kenyataan yang ada dilapangan mengenai pemanfaatan Sesuvium portulacastrum yang belum maksimal.
A. Waktu dan Tempat
Penulisan karya tulis ini dilaksanakan pada bulan April,2009. Telaah pustaka dilakukan di Perpustakaan pusat Universitas Hasanuddin dan Perpustakaan Budidaya Pertanian serta dari berbagai sumber layanan on-line internet.
B. Meteri KaryaTulis
Materi dalam karya tulis ini di angkat dengan tema yang diberikan oleh panitia pelaksana yaitu “ Daya Saing Bangsa dan Keunggulan Lokal”. Materi yang diuraikan berkaitan dengan pemanfaatan lahan salin di daerah pesisir pantai yang selama ini kurang diperhatikan dan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
C. Studi Pustaka
Karya tulis ini didasarkan atas studi pustaka yang dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan dari berbagai sumber, baik yang berasal dari buku-buku bacaan (teks book), diktat bahan kuliah, berbagai makalah dan prosiding hasil-hasil seminar dan workshop yang telah diadakan. Sebagai bahan pelengkap dan pendukung dalam penulisan karya ilmah ini, digunakan berbagai informasi ilmiah tertulis dari beberapa situs website pada internet, jurnal lmiah hasil-hasil penelitian dan opini public yang berhubungan dengan topic bahasan.
D. Teknik Mengolah
Materi yang diperoleh dianalisa secara analisis deskriptif dengan menguraikan dan meringkas informasi serta fakta-fakta dari temuan selama studi pustaka kemudian menyusunnya sehingga berbentuk karya tulis ilmiah yang innovatif, informatif dan sistematis

ANALISIS DAN SINTESIS

Analisis
Upaya-upaya untuk menemukan alternative lain dari pengelolaan sumber air dan lahan-lahan salin untuk kemajuan ekonomi masyarakat pantai perlu dilakukan. Namun, sisisi lain keterbatasan air tawar tidak memungkinkan pemanfaatan lahan salin pada lahan pertanian untuk pertanaman pada umumnya. Sehingga, dibutuhkan tanaman yang sesuai dalam pertumbuhannya dengan kondisi lahan salin dengan konsentrasi garam tinggi salah satunya adalah tanaman halofita (Khan dan Ansari,2008).
Tumbuhan halofita tumbuh secara alami pada lahan-lahan pantai yang salin yang dipengaruhi oleh salinitas pada daerah perakarannya atau semburan garam dan uap garam yang terbawa oleh angin yang banyak terjadi seperti pada daerah berpasir semi salin, rawa-rawa bakau, padang rumput berair pinggir pantai dan rawa-rawa payau. Tumbuhan halofita sanggup mentolerir atau kadang bahkan membutuhkan konsentrasi tinggi ion-ion Na dan Cl di dalam air tanah yang mereka serap.
Ini menunjukkan bahwa Sasivium dapat dimanfaatkan sebagai tanaman Bioreklamasi, dalam artian dapat menyerap atau menurunkan kadar kegaraman tanah tempat tumbuhnya setelah 170 hari . data ini menunjukkan adanya celah dimana dapat menanam tanaman pangan yang tidak tahan konsentrasi garam tinggi (Glikofita) seperti jagung dan kedelai atau tanaman palawija yang berketahanan sedang ( Oligohalofita) seperti Cabe, tomat dan semangka.
Banyaknya lahan salin yang terdapat di daerah pantai sehingga perlu di manfaatkan yaitu dengan membudidayakan tanaman halofita yang memang tumbuh di sekitar areal pantai yang dapat digunakan sebagai sumber kayu bakar (pohon-pohon bakau), obat-obatan (Herbal),sayur-sayuran seperti S. portulacastrum, pakan ternak (rumput-rumputan halofita) dimana tumbuhan tersebut memiliki kandungan garam yang tinggi sebagai sumber mineral untuk ternak (Khan dan Ansari,2008).
Hasil analisa telaah pustaka dapat memberikan gambaran bahwa tanaman halofita yang dimanfaatkan pada tanah salin di daerah pesisir yang sesuai dengan pertumbuhan tanamannya adalah Sesuvium portulacastrum dimana tumbuhan ini memiliki nilai ekonomi selain sebagai sayur juga dapat menjadi sumber pakan ternak dengan kandungan mineral yang tinggi sehingga, nelayan pesisir pantai memperoleh pendapatan diluar dari mata pencaharian pokoknya. Kualitas daging ternak yang diberi pakan Sesuvium portulacastrum menjadi lebih empuk dan benilai jual tinggi seperti penelitian yang dilakukan oleh Ahmed (2008) dengan ternak sapi di daerah Pakistan.
Disisi lain, adanya budaya nelayan yang kurang meminati dunia pertanian akibat dari kebiasaan melaut yang hasilnya langsung diperoleh tanpa menunggu waktu yang lama dengan demikan, perlu dilakukan perpaduan antara pertanian dan peternakan sehingga waktu yang digunakan tetap sama namun hasil dari ternak yang diperoleh lebih besar dari mata pencahariannya sebagai nelayan.

Sintesis
Hasil analisa kenyataan di lapangan dan penelusuran telaah pustaka yang dianalisis di atas mengarahkan pada solusi pemanfaatan tanaman halofita dalam hal ini S. portulacastrum sebagai pakan ternak. Secara tidak langsung juga akan meningkatkan pendapatan nelayan tersebut. Di samping itu, dapat memberikan peluang/kesempatan kerja yang lebih luas kepada nelayan untuk mengembangkan usaha sampingan berupa bercocok tanam tanaman pangan seperti jagung, tomat, cabai dan lain-lain dengan pola tumpang sari dengan S. portulacastrum pada saat sedang tidak melaut.
Tumbuhan S. portulacastrum dapat dibudidayakan dengan cara dibuatkan bedengan, ditanam tumpang sari dengan tanaman halofita spesies lain. Nelayan dapat pula menanam dengan cara dibuatkan lajur seperti penanaman berbagai jenis sayuran yang umum dilakukan oleh petani dan pembuatan persemaian pembibitan. Pada dasarnya, budidaya S. portulacastrum hampir sama dengan tanaman yang menjalar pada umumnya dimana proses pengembangbiakannya dapat dilakukan dengan cara vegetative yaitu dengan setek batang dan setek daun. Tanaman ini tidak membutuhkan perawatan yang lebih, untuk komposisi pupuknya dapat diberikan pupuk dasar seperti pupuk kandang, urea dan pupuk lengkap seperti NPK serta pupuk yang berbahan organik lainnya.
Selain ditumpangsarikan dengan tanaman palawija jagung dan jenis legume, S. portulacastrum dapat juga ditumpang sarikan dengan jenis rumput yang ditanam khusus untuk pakan ternak. Hal ini sangat membantu ketersedian pakan ternak utamanya pada musim kemarau di mana pertumbuhan rumput sulit diperoleh. Sehingga ibu-ibu nelayan tidak perlu bersusah payah memelihara ternak selama musim kemarau di mana para suami dan anak laki-laki pergi melaut.
Di sisi lain, diperlukan adanya upaya-upaya penyuluhan dari pihak yang berkompeten untuk melakukan alih ilmu dan teknologi mengenai teknik-teknik budidaya tanaman baik secara umum maupun khusus untuk tanaman halofita. Khususnya lagi dikarenakan budaya masyarakat nelayan atau pantai yang tidak terbiasa memegang cangkul dan merasakan menggunakan alat-alat pertanian sehingga perlu dimotivasi dengan lebih intensif.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tanaman Halofit dapat digunakan sebagai pakan ternak salah satunya Sesuvium portulacastrum.
2. Sesuvium portulacastrum mengandung banyak garam yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak untuk kebutuhan mineral, sehingga dapat dijadikan sebagai pakan konsentrat.
3. Selain sebagai pakan ternak Sesuvium portulacastrum dapat dijadikan sebagai pengganti bahan baku beberapa sintetis dalam makanan, wangi-wangian, kosmetik, bahan pembuatan jamu dan industri farmasi dan tanaman ini digunakan dalam obat tradisional sebagai obat untuk demam, dan ginjal disorders.

Saran
Dengan melihat kondisi tersebut diharapkan tanaman Sesuvium portulacastrum dapat dibudidayakan sehingga bukan hanya sebagai tumbuhan liar tetapi dapat digunakan sebagai pakan ternak yang memiliki kandungan mineral yang tinggi untuk menambah nasfu makan sehingga produktivitas ternak dapat meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997. Kebijakan Pebangunan Irigasi dalam Peningkatan Produksi Pangan (Formulasi Program Pengembangan Irigasi Pada PJP II). Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum.

_______ 2003. Adaptasi Komoditas Pangan Pada Tanah-tanah Tercekam Salinitas. Http://www.morfinectcbn.net.id/INFORMASI/INFPROP/inf-suls.pdf.

Khan, M. Ajmal dan Ansari Raziuddin, 2008 Potential Use Of Halophytes With Emphasis On Fodder Production In Coastal Areas Of Pakistan. Di dalam Abdelly C., M. Ozturk, M. Ashraf, dan C. Grignon. Basel. Printed Basel-Boston-Berlin.

Lis-Balchin Deans. 1997. Morphological dan analisis molecular keanekaragaman antara India clones dari Sesuvium portulacastrum L. Genet Resour Tanaman Evol doi: 10.1007/s10722-008-9396-9.

Lokhandes, H. V., Nikam, D.T., Patade,V.Y., Ahire, M.L. dan Suprasanna, P. 2009. Growth, Water Relation, Ionic Contents, Osmolytes and Antioxidant Enzymes of In Vitro Shoot Cultures of Sesuvium portulacastrum L. as Affected by NaCl., Department of Botany. University of Pune. India.

Menzel, U dan Leight. 1999. Ecologycaly Study. Salt Tolerance Can Increase The Potential Halophyte.

Mesedi, D dan Abdelly, C. 2007. Effect cd 2 t pda K+ Ca dan N uptake dua halophyte Sesuvium portulacastrum dan Masembryant Hemum. (ristalinum of plant 67 : 72-79)

Rabhi, Mokded, Talbi, Ons, Atia, Abdallah, Abdely, Chedly, dan Smaoui, Abderrazak, Editor. 2008 Selection of a halophyte that could be used in the bioreclamation of salt-affected soils in arid and semi-arid regions. Di dalam Abdelly, C., M. Ozturk, M. Ashraf, dan Grignon C. Basel. Printed Basel-Boston-Berlin.

Rojas. 1992. salinitas toleransi di halophytes. Baru Phytol doi: 10.1111/j.1469-8137.2008.02531.x

Rugayah, Suhardjono. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Magrove di Pulau Sepanjang Jawa Timur. http://www.unsjournals .com/D/D0802/D080211.pdf [7 April 2009]

Shamsutdinov, Nariman. dan Shamsutdinov, Zebri, Editor. 2008 Halophyte Utilization for Biodiversity and Productivity of degraded pasture restoration in arid regions of Central Asia and Rusia. Di dalam Abdelly C., M. Ozturk, M. Ashraf, dan Grignon C. Basel. Printed Basel-Boston-Berlin.

Sumartono, s., 1994. Wawasan dan Strategi Pemuliaan Tanaman di Indonesia ke Masa Depan dalam Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Pemuliaan Tanaman. Malang. Hal.1-29.

Tester, F dan Davenport. 2003. Na+ Tolerance and High Transporting Plants. Ann. Bot 91 : 503-527.

Biodata Pengarang
Nama : TAUFIQ HIDAYAT
NIM : G 111 06 049
Jurusan : Agronomi Pertanian
Tempat / Tanggal Lahir : Bantaeng, 29 Oktober 1987
Alamat : Perumnas Antang No. 105 Makassar
Telepon : 085 242 954 590
Asal sekolah : SD Neg. 5 Lembang Cina Bantaeng Tahun 1999
SMP Neg. 1 Bantaeng Tahun 2002
SMA Neg. 1 Bantaeng Tahun 2005
Pengalaman organisasi : - Pengurus Himpunan Agronomi Faperta Unhas Periode 2008/2009
- Pengurus Himpunan Pelajar Mahasiswa Bantaeng periode 2008/2009.
Pengalaman pelatihan : - Pelatihan Lomba Karya Tulis Tingkat Universitas.
- Pelatihan Kokurikuler Pembiakan Vegetatif Faperta Unhas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux