MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH, Upaya Membangun Otonomisasi Sekolah


Latar Belakang

Lahirnya UU. No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, serta UU. No. 25 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang membawa konsekuensi terhadap bidang-bidang kewenangan daerah sehingga lebih otonom termasuk dalam bidang pendidikan. Sehingga penyelenggaraan yang bersifat terpusat atau sentralis berganti ke arah desentralisasi.

Pengelolaan pendidikan yang diarahkan pada desentralisasi menuntut partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah. Karena itu memerlukan kesiapan sekolah sebagai ujung tombak operasional pendidikan pada level bawah. Pendidikan yang selama ini dikelola terpusat (sentral) harus diubah sesuai dengan perkembangan sistem yang ada yaitu sistem desentraliasi. Otonomi daerah sebagai kebijakan politik makro akan memberi imbas terhadap otonomi sekolah sebagai sub sistem pendidikan.

Dengan adanya kebijakan tersebut maka pengelolaan pendidikan dilakukan secara otonom yaitu dengan model manajemen berbasis sekolah atau school based management. Manajemen berbasis sekolah sendiri merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
 
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari School Based Management yang muncul pertama kali di Amerika Serikat. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi ini diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Manjamenen Berbasis Sekolah menuntut sekolah untuk secara mandiri menggali, mengalokasikan, menentukan prioritas, mengendalikan dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-sumber baik kepada masyarakat atau pemerintah. Manajemen Berbasis Sekolah juga menawarkan sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memahami peserta didik.

Pada dasarnya Manajemen berbasis Sekolah suatu strategi pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang menekankan pada pengerahan dan pendayagunaan sumber internal sekolah dan lingkungannya secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang berkuaitas dan bermutu. Menurut Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
 
Maksud dan Tujuan MBS

Dalam penerapannya tujuan manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain dapat diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain yanng mampu menumbuhkembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan diperoleh melalui partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan yang kurang mampu akan menjadi bentuk tanggungjawab pemerintah.

Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah yang lebih rinci yaitu:
  1. Meningkatkan peran serta warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. 
  2. Meningkatkan tanggung jawab sekolah terhadap orangtua, mayarakat, dan pemerintah. 
  3. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. 
  4. Memberikan pertanggungjawaban tentang mutu pendidikan kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat.
  5. Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk menyusun kurikulum muatan lokal, sedangkan kurikulum inti dan evaluasi berada pada kewenangan pusat dan pengembangannya disesuaikan dengan daerah dan sekolah masing-masing. 
  6. Memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan kerjasama kepada sekolah baik dengan perorangan, masyarakat, lembaga dan dunia usaha yang tidak mengikat.
Karateristik MBS

MBS memiliki karakter yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya, karakteristik tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki sehingga membedakan dari sesuatu yang lain. MBS memiliki karakteristik sebagai berikut:
  • Adanya otonomi yang luas kepada sekolah.
  • Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggi 
  • Kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional 
  • Adanya team work yang tinggi, dinamis dan profesional
Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat dilihat pula melalui pendidikan sistem. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah merupakan sebuah sistem sehingga penguraian karakteristik MPMBS berdasarkan berdasarkan pada input, proses dan output.

Input Pendidikan
Dalam input pendidikan ini meliputi; (a) memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas, (b) sumber daya yang tersedia dan siap, (c) staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (d) memiliki harapan prestasi yang tinggi, (e) fokus pada pelanggan.

Proses
Dalam proses terdapat sejumlah karakter yaitu; (a) PBM yang memiliki tingkat efektifitas yang tinggi , (b) Kepemimpinan sekolah yang kuat, (c) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (d) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (e) Sekolah memiliki budaya mutu, (f) Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis.

Output yang diharapkan
Output Sekolah adalah Prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses pembelajarn dan manajemen di sekolah. Pada umumnya output dapat di klasifikasikan menjadi dua yaitu output berupa prestasi akademik yang berupa NEM, lomba karya ilmiah remaja, cara-cara berfikir ( Kritis, Kreatif, Nalar, Rasionalog, Induktif, Deduktif dan Ilmiah. Dan output non akademik, berupa keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, toleransi, kedisiplinan, prestasi olahraga, kesenian dari para peserta didik dan sebagainya.

Karakteristik MBS bisa diketahui juga antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan sumber daya administrasi. Sementara itu, menurut Depdiknas fungsi yang dapat didesentralisasikan ke sekolah adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah
Sekolah di beri kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, Sekolah juga diberi kewenangan untuk melakukan evaluasi khususnya evaluasi internal atau evaluasi diri.

2. Pengelolaan Kurikulum
Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.

3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar Sekolah di beri kebebasan untuk memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran dan pengajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah.

4. Pengelolaan ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.

5. Pengelolaan keuangan Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian atau penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. 
Sekolah juga harus di beri kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata bergantung pada pemerintah.

6. Pelayanan siswa
Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga pengurusan alumni dari dulu telah didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.

7. Hubungan sekolah dan masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk meningkatkan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang dari dulu telah didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
 
Implementasi MBS

Dalam rangka mengimplementasikan Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif dan efisien maka sekolah harus melibatkan semua unsur yang ada mulai dari kepala sekolah, guru, masyarakat, sarana prasarana serta unsur terkait lainnya. Kepala sekolah misalnya dalam hal ini sebagai pemegang kendali di sekolah harus mempunyai pengetahuan kepemimpinan, peren-canaan, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan pendidikan. Kepala sekolah juga dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai manajer dalam peningkatan proses belajar mengajar dengan melakukan supervisi, membina dan memberi saran-saran positif kepada guru. Guru sebagai unsur yang berpengaruh dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah yang juga terlibat langsung dalam proses pembelajaran juga dituntut untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas. Guru juga harus mempersiapkan isi materi pengajaran, bertanggungjawab atas jadwal pelajaran, pembagian tugas pseserta didik serta keindahan dan kebersihan kelas.

Sebagai paradigma pendidikan yang baru maka dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah melalui beberapa tahapan. Menurut Fatah tahapan implementasi tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Tahap Sosialisasi Tahap sosialisais merupakan tahapan yang penting mengingat luasnya daerah yang ada terutama daerah yang sulit dijangkau serta kebiasaan masyarakat yang umumnya tidak mudah menerima perubahan karena perubahan yang bersifat personal maupun organisasional memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang baru. Dengan adanya sosialisasi ini maka akan mengefektifkan pencapaian implementasi Manajemen Berbasis Sekolah baik menyangkut aspek proses maupun pengembangannya di sekolah.

2. Tahap Piloting
Tahapan piloting yaitu merupakan tahapan ujicoba agar penerapan konsep MBS tidak mengandung resiko. Efektivitas model ujicoba memerlukan persyaratan dasar yaitu akseptabilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainabilitas.

3. Tahap Diseminasi
Tahapan desiminasi merupakan tahapan memasyarakatkan model Manajemen Berbasis Sekolah yang telah diujicobakan ke berbagai sekolah agar dapat mengimplementasikannya secara efektif dan efisien.

Hubungan antara MBS dan Desentralisasi Pendidikan

MBS memberikan kekuasaan yang luas hingga tingkat sekolah secara langsung. Dengan adanya kekuasaan pada tingkat lokal sekolah maka keputusan manajemen terletak pada stakeholder lokal, dengan demikian mereka diperdayakan untuk melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kinerja sekolah. Dengan MBS terjadi proses pengambilan secara kolektif. Pengambilan keputusan kolektif ini dapat meningkatkan efektivitas pengajaran dan meningkatkan kepuasan guru. Walaupun MBS memberikan kekuasaan penuh kepada sekolah secara individual, dalam proses pengambilan keputusan sekolah tidak boleh berada di satu tangan saja. Ketika MBS belum diterapkan, proses pengambilan keputusan sekolah sering kali dilakukan oleh pihak sekolah secara internal yang dipimpin langsung oleh kepala sekolah. Namun, dalam kerangka MBS proses pengambilan keputusan mengikutkan partisipan dari berbagai pihak baik internal, eksternal, maupun jajaran birokrasi sebagai pendukung.

Dalam pengambilan keputusan harus dilaksanakan secara kolektif di antara stakeholder sekolah. MBS adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan. MBS pada prinsipnya bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik. MBS berpotensi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, pemerataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS dimaksudkan meningkatkan otonomi sekolah, menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan, dan mengelola sumber daya yang ada untuk berinovasi. MBS juga memeliki potensi yang besar untuk menciptakan kepala seolah, guru, dan administrator yang profesional. Dengan demikian, sekolah akan bersifat responsif terhadap kebutuhan masing-masing siswa dan masyarakat sekolah. Prestasi belajar siswa dapat dioptimalkan melalui partisipasi langsung orang tua dan masyarakat. Definisi yang berkembang di Indonesia semacam ini tidak luput dari latar belakang sejarah pendidikan Indonesia. Selama puluhan tahun pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia dijalankan secara sentralistik.

Ketika terjadi perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik maka pengelolaan sistem pendidikan juga didesentralisasikan. Pertama, desentralisasi pendidikan di Indonesia diterapkan sampai pada tingkat Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota sesuai dengan UU No. 22 tahun 1999. Kedua, MBS tidak dapat dijalankan apabila kewenangan pengelolaan pendidikan hanya sampai pada Pemda Kabupaten/Kota. Ketiga, MBS di Indonesia tidak mengikuti jalur desentralisasi pemerintahan daerah tersebut. Buktinya sebelum UU itu berlaku pada Januari 2001, MBS telah diuji cobakan pada 1.000 sekolah di seluruh Indonesia. Kesimpulannya bahwa penerapan MBS di Indonesia tidak mengikuti jalur desentralisasi pemerintahan daerah yang di dalamnya terdapat desentralisasi pendidikan. MBS didefinisikan sebagai desentralisasi otoritas pengambilan keputusan pada tingkat sekolah yang pada umumnya menyangkut tiga bidang, yaitu anggaran, kurikulum, dan personel. Dalam sistem MBS otoritas dapat ditransfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dari pemerintah daerah ke pengawas sekolah, dari pengawas sekolah ke dewan sekolah. Dari dewan seolah ke kepala sekolah, guru administrator, konselor, pengembang kurikulum, dan orang tua. MBS adalah suatu bentuk administrasi pendidikan, di mana sekolah menjadi unit utama dalam pengambilan keputusan. Hal ini berbeda dengan bentuk tradisional manajemen pendidikan, di mana birokrasi pemerintah pusat sangat dominan dalam proses pembuatan keputusan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN