Produksi Benih Kedelai


PENDAHULUAN

Latar Belakang 
Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedalai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. 

Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitasnya ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha tersebut, diperlukan pengenalan mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam. 

Produksi kedelai tahun 2011 pada Angka Ramalan (ARAM) III diperkirakan sebesar 7.350 ton biji kering atau mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu 26,08 persen (1.520 ton biji kering) bila dibandingkan dengan tahun 2010. Produktivitas kedelai pada tahun 2011 diperkirakan juga mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun 2010 yaitu sekitar 0,59 persen, dari 11,10 kuintal per hektar pada tahun 2010 menjadi 11,17 kuintal hektar pada tahun 2011 (BPS, 2011). 

Untuk perkembangan produksi total kedelai setahun, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir berdasarkan data series yang ada produksi kedelai terus mengalami fluktuasi. Produksi kedelai tahun 2007 – 2011 terus mengalami penurunan tren yakni produksi kedelai rata-rata turun sekitar 398 ton biji kering setiap tahunnya atau terjadi trend penurunan sebesar 4,72 persen/tahun akibat penurunaan luas panen dan produktivitas kedelai. Luas panen kedelai dalam 5 tahun terakhir menunjukkan tren penurunan luas panen sebesar 62 hektar/tahun atau 0,27 persen/tahun dan produktivitasnya mengalami trend penurunan yang cukup besar sebesar 0,66 kwintal/hektar/tahun atau 4,50 persen/tahun (BPS, 2011). 

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai adalah dengan pemupukan dan pengendalian hama kedelai. Sebagai tanaman semusim, kedelai menyerap N, P, dan K dalam jumlah relatif besar. Untuk mendapatkan tingkat hasil kedelai yang tinggi diperlukan hara mineral dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman, selain pemberian pupuk anorganik juga diperlukan tambahan pupuk organik. Salah satu alternatif sebagai sumber bahan organik yang potensial adalah gulma siam (Chromolaena odorata). Gulma siam cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik karena produksi biomassanya tinggi. Pada umur 6 bulan C. odorata dapat menghasilkan biomassa sebesar 11,2 ton/ha, dan setelah umur 3 tahun mampu menghasilkan biomassa sebesar 27,7 ton/ha (Suntoro et al., 2001). 

Keterpaduan pengelolaan lahan, hara, dan air merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan produktivitas. Pada saat ini kondisi kesuburan lahan sawah pertanaman kedelai sangat memprihatinkan. Hasil penelitian Adisarwanto dan Riwa-nodja (2002) pada tanah Entisol di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan NTB menunjukkan lebih dari 75% memiliki kandungan C-organik tanah rendah sampai sangat rendah, demikian pula untuk kadar hara N, K, dan S. Untuk mengatasi kendala tersebut, penambahan bahan organik kotoran ayam sebanyak 10-20 t/ha sangat dianjurkan (Kuntyastuti, 1998). Pada tanah Vertisol, penambahan kotoran ayam 20 t/ha dapat menaikkan kadar C-organik tanah dan meningkatkan efisiensi pupuk P pada kedelai. Untuk meningkatkan produksi tanaman kedelai perlu dipakukan pemupukan seperti Pupuk Urea, SP-36, dan KCl (Kuntyastuti 2000). 

Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu dilakukan percobaan mengenai pengaruh pemupukan Urea, SP-36, dan KCl terhadap produksi tanaman kacang kedelai. 

Tujuan 

Adapun tujuan dalam percobaan ini adalah mengetahui teknis budidaya dan mempelajari cara produksi benih kedelai. 

TINJAUAN PUSTAKA 

Morfologi Tanaman Kedelai 
Kedelai merupakan tanaman C3 yang dikenal sebagai tanaman didalam fisiologinya terjadi proses fotorespirasi. Fotorepirasi, dijabarkan sebagai proses yang tidak efisien dalam metabolism C. Ketika komposisi kimia biji kedelai terbentuk, biaya untuk fotosintat untuk biji kedelai adalah 2,2 g/g biji (Whigham, 1983). Tanaman serealia normal rata-rata 1,3-1,4 dan kacang-kacangan yang lain kira-kira 1,5 g/g biji. Biaya fotosintesis untuk biji kedelai sama dengan tanaman minyak yang lain seperti bunga matahari, kapas, kacang tanah dan sesama. 

Menurut Sharma (1993), tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Subdivisio       : Angiospermae
Class                : Dicotyledoneae
Ordo                : Polypetales
Famili              : Leguminosae
Genus              : Glycine
Spesies            : Glycine max (L.)
          
Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar – akar cabang banyak terdapat bintil – bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004). 

Waktu tanaman kedelai masih sangat muda, atau setelah fase menjadi kecambah dan saat keping biji belum jatuh, batang dapat dibedakan menjadi dua. Bagian batang di bawah keping biji yang belum lepas disebut hipokotil, sedangkan bagian di atas keping biji disebut epikotil. Batang kedelai tersebut berwarna ungu atau hijau (Andrianto dan Indarto, 2004). 

Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi biji. Umumnya, daerah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelaiyang mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata antara 190-320 buah/m² (Irwan, 2006). 

Bunga kedelai disebut bunga kupu-kupu dan mempunyai dua mahkota dan dua kelopak bunga. Warna bunga putih bersih atau ungu muda. Bunga tumbuh pada ketiak daun dan berkembang dari bawah lalu menyembul ke atas. Pada setiap ketiak daun umumnya terdapat 3-15 kuntum bunga, namun, sebagian besar bunga rontok, hanya beberapa bunga yang dapat membentuk polong (Andrianto dan Indarto, 2004). 

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili legum lainnya, yaitu corolla (mahkota bunga) terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman and Sleper, 1995). 

Gambar polong kedelai

Polong kedelai muda berwarna hijau. Warna polong matang beragam antara kuning hingga kuning kelabu, coklat atau hitam. Jumlah polong tiap tanaman dan ukuran biji ditentukan setiap secara genetik, namun jumlah nyata polong dan ukuran nyata biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan semasa proses pengisian biji (Hidajat, 1985 dalam Somaatmadja, dkk, 1985). Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13g/100 biji), dan besar (> 13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur (Irwan, 2006). 

Gambar Kedelai Hitam

Kedelai varietas Anjasmoro memiliki warna kulit biji kuning, warna bunganya ungu, umur berbunga 35.7 – 92.4 hari, warna polong masak cokelat muda, tinggi tanaman 64-68 cm dan polongnya tidak mudah pecah. Sementara pada varietas Detam, memiliki karateristik warna kulit biji hitam, warna bunga ungu, umur masak 82 hari, tinggi tanaman 58 cm, warna kulit polong coklat tua, peka terhadap kekeringan dan potensi hasil 3,45 (t/ha). Untuk lebih jelasnya, deskripsi mengenai varietas Anjasmoro dan Detam dapat dilihat pada Lampiran. 

Syarat Tumbuh 
Melihat kondisi iklim di negara kita, maka kedelai umumnya ditanam pada kemarau), yakni setelah panen (pada musim hujan). Banyaknya musim hujan sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam menyediakan nitrogen namun ketergantungan ini dapat diatasi, asalkan selama 30 – 40 hari suhu didalam dan dipermukaan pada musim panas sekitar 35 – 390C, dengan kelembaban sekitar 60 – 70% (Andrianto dan Indarto, 2004). Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20-25ºC. Suhu 12-20ºC adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu lebih tinggi dari 30ºC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesa (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). 

Kedelai menghendaki air yang cukup pada masa pertumbuhannya, terutama pada saat pengisian biji. Curah hujan yang optimal untuk budidaya kedelai adalah 100 - 200 mm/bulan, sedangkan tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan (Departemen Pertanian, 1996). 

Tanaman ini umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8 – 7, namun pada tanah dengan pH 4,5 kedelai masih dapat tumbuh baik, yaitu menambah kapur 2,4 ton per ha (Andrianto dan Indarto, 2004). 

Tanaman kedele dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atad andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik (Anonim, 2008). 

Pemupukan adalah metode untuk mengetahui unsur yang menjadi faktor pembatas dalam pembentukan kandungan antosianin benih. Cara yang dilakukan adalah dengan membuat kombinasi antara pemupukan N, P, dan K dengan menghilangkan salah satu unsur dari ketiga unsur tersebut sehingga didapatkan perlakuan yang memberikan hasil terendah. Perlakuan yang terdiri atas dua unsur yang memberikan hasil terendah memberikan indikasi bahwa unsur yang hilang merupakan faktor pembatas pembentukan kandungan antosianin benih. 

Adanya pengaruh pemupukan pada tanaman kacang kedelai menyebabkan pertumbuhan dan hasil tanaman menjadi meningkat. Meningkatnya hasil ini disebabakan oleh unsur hara yang cukup tersedia. Jika tanaman pokok tidak diberi tindakan pemupukan yang tepat maka hasil produksi tanaman kedelai akan menurun dan akan sangat merugikan pembudidaya. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik atau pupuk anorganik (Adisarwanto dan Wudianto, 1999). 

Pemupukan baik jenis, dosis, dan waktu pemberian sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi rosela merah. Unsur nitrogen, fosfat, dan kalium pada pertumbuhan awal sampai akhir terus diperlukan bagi rosela merah. Pemberian pupuk NPK majemuk mempermudah dalam mendeteksi peningkatan produksi rosella merah. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif, sedang fosfat berperan dalam perkembangan akar tanaman, dan kalium umumnya berkaitan dengan kualitas, berupa tebal atau tipisnya kelopak bunga (Mahadevan et al., 2009). 

Menurut Buckman dan Brady (1960) unsur nitrogen, fosfor dan kalium mempengaruhi fase vegetatif dan generatif tanaman, Meskipun tanaman kacang·kacangan dapat memfiksasi nitrogen bebas dari udara melalui bakteri Rhizobium sp. tetapi pemberian nitrogen pada tanaman kedelai ternyata dapat meningkatkan bobot biji, banyaknya polong isi dan tinggi tanaman (Tangkuman, Sunarlim dan Gunawan, 1976), kemudian Gunawijaya (1977) menambahkan bahwa waktu dan proporsi pemberian nitrogen mempengaruhi bobot bahan kering dan pembentukan bintil akar tanaman kedelai, namun demikian pemberian nitrogen mempengaruhi bobot bahan kering dan pembetukan bintil akar tanaman kedelai, namun demikian pemberian nitrogen yang berlebihan akan menghambat fiksasi nitrogen dari udara oleh Rhizobium sp. (Sunarwidi, 19731). 

METODOLOGI PERCOBAAN 

Waktu dan Tempat 
Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Benih IPB, di Lewuikopo mulai bulan Februari – Juni 2012. 

Bahan dan Alat 
  • Benih kedelai varietas Ajasmoro dan Detam 
  • Pupuk Urea, SP-36, dan KCl 
  • Cangkul, tugal dan tali tanam 
Metode Pelaksanaan 
Penyiapan lahan 
Lahan diolah sempurna dan diratakan. Buat saluran setiap 5 – 6 m dengan kedalaman 20 – 25 cm dan lebar 30 cm, yang berfungsi untuk mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai saluran irigasi pada saat tidak ada hujan. 

Penggunaan benih bermutu 
Kebutuhan benih 45 – 50 kg/ha. 

Penanaman 
  • Benih ditanam dengan cara tugal pada kedalaman 2 – 3 cm 
  • Jarak tanam yang digunakan 40 x 15 cm , ditanam 2 - 3 biji/lubang. 
Pemupukan 
Takaran anjuran 50 kg Urea, 50 - 75 kg SP-36 dan 100 – 150 kg KCl/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam. 

Penggunaan mulsa jerami padi 
  • Penggunaan mulsa jerami penting dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma, penguapan air, dan menekan serangan lalat bibit 
  • Pemberian sebanyak 2,5 t/ha, dihamparkan merata dengan ketebalan < 10 cm 
  • Jika gulma tidak menjadi masalah dan lahan bukan endemik lalat bibit pembakaran jerami dibenarkan, cara ini bisa menyerempakkan pertumbuhan awal kedelai. 
Pengairan 
Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif yaitu pada 15 – 21 hari setelah tanam (HST), saat berbunga (25 - 35 HST), dan saat pengisian polong (55 – 70 HST). Dengan demikian tanaman tersebut perlu diari apabila curah hujan tidak mencukupi. 

Pengendalian hama 
  • Pengendalian hama dilakukan berdasarkan pemantauan populasi hama. Jika populasi hama tinggi atau kerusakan daun 15 % dan kerusakan polong 2,5%, tanaman perlu disemprot dengan insektisida yang efektif 
  • Pengendalian secara kultur teknis antara lain penggunaan mulsa jerami, pengolahan tanah, penggunaan varietas tahan, pergiliran tanaman dan tanam serentak dalam satu hamparan, serta penggunaan tanaman perangkap seperti jagung dan kacang hijau yang ditanam pada pematang sawah. 
Pengendalian penyakit 
  • Dilakukan sesuai kondisi serangan dilapangan. 
  • Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun (Phakosphora pachyrhizi), dan penyakit yang disebabkan oleh virus. 
  • Pengendalian karat daun: varietas tahan, fungisida: Dithane, Benlate, Anvil, Bayleton 
  • Pencegahan: benih sehat, rotasi tanaman, sanitasi lahan, eradikasi tanaman sakit 
  • Pengendalian virus dilakukan dengan mengendalikan vektornya yaitu serangga hama kutu dengan insektisida Decis. Waktu pengendalian adalah pada saat tanaman berumur 40, 50 dan 60 hari atau menyemprot berdasarkan pengamatan populasi hama/vektornya. 
Roquing 
  • Roguing dilakukan 3x 
  • Roguing I : 2 MST à warna hipokotil 
  • Roguing II : Awal berbunga à warna bunga, warna batang, bentuk percabangan, bulu pada batang, waktu berbunga 
  • Roguing III : Menjelang panen à warna dan bentuk polong 
  • Jika dijumpai ciri yang berbeda, tanaman dicabut dan dimusnahkan 
  • Tanaman yang masak tidak merata dan warna polongnya berbeda tidak dipanen sebagai benih 
Panen dan Pasca Panen 
  • Panen dilakukan pada saat biji mencapai fase masak atau yang ditandai dengan 95 % polong telah berwarna coklat atau kehitaman dan sebagian besar daun pada tanaman sudah rontok. 
  • Panen dilakukan dengan cara memotong pangkal batang dengan menggunakan sabit, sedapat mungkin pada saat embun sudah hilang. Hindari panen dengan cara mencabut. 
  • Brangkasan kedelai hasil panen langsung dihamparkan dibawah sinar matahari dengan ketebalan 25 cm selama 2 – 3 hari (tegantung cuaca) menggunakan alas. Pengeringan dilakukan hingga kadar air mencapai 14 % 
  • Hindari menumpuk brangkasan basah lebih dari 2 hari sebab akan menjadikan biji kedelai berjamur dan mutunya akan rendah 
Perontokan 
  1. Brangkasan kedelai yang telah kering secepatnya dirontok, baik secara manual maupun mekanis dengan menggunakan threser. 
  2. Perontokan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari banyaknya biji yang retak. 
  3. Pembersihan biji menggunakan tampi atau secara mekanis menggunakan blower. 
Pengeringan 
  • Pengeringan biji dilakukan dengan sinar matahari menggunakan alas terpal, dan dilakukan pembalikan setiap 2 – 3 jam agar kering secara merata. 
  • Untuk keperluan benih, biji kedelai perlu di keringkan hingga kadar air 9 – 10%, kemudian disimpan dalam kantong plastik ukuran 10 – 20 kg dengan ketebalan 0,2 mm dan dalam kondisi kedap udara. 
PENGAMATAN 
  • Pengamatan dilakukan berdasarkan deskripsi varietas 
  • Pengamatan dilakukan terhadap : 
  • Daya tumbuh : diamati pada umur tanaman 7 HST 
  • Persentase roquing setiap fase, 
  • Tinggi tanaman setiap 2 minggu, 
  • Jumlah cabang/tanaman 
  • Jumlah polong/tanaman (minimal 3 tanaman) 
  • Jumlah biji/polong 
  • Produksi benih. 
HASIL DAN PEMBAHASAN 

Produksi benih merupakan suatu kegiatan pokok dalam pengadaan benih yang berperan penting sebagai kegiatan pokok yang paling awal dilakukan untuk keberlanjutan suatu pertanaman. Tingkat mutu benih yang dihasilkan dalam produksi benih sangat menentukan terhadap tingkat mutu benih yang akan dihasilkan dalam pengadaan benih. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam priduksi benih ialah prinsip agronomis dan prinsip genetik. Pada praktikum ini dilakukan produksi benih kedelai Anjasmoro dan Detam 1. Dalam melakukan produksi benih, dilakukan pengamatan pertanaman pada fase vegetatif dan generatif yaitu pada 2 MST, 4 MST dan 6 MST (Minggu Setelah Tanam). Sebelum ditanam benih kedelai telah diberikan perlakuan perendaman menggunakan air, ATS 4, AJ 14 dan B 24.


Tabel 1.  Komponen Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada 2 MST, 4 MST dan  6MST

Varietas
Perlakuan
2 MST
4 MST
6 MST
TT (cm)
∑ Daun
∑ Cabang
TT (cm)
∑ Daun
∑ Cabang
TT (cm)
∑ Daun
∑ Cabang
Detam 1
Air
11.04
2
0
19.85
5
0
39.80
11
4
AJ 14
10.92
2
0
21.45
6
0
44.20
11
3
ATS 4
11.84
2
0
20.45
6
0
39.80
12
3
B 24
21.00
6
0
21.00
6
0
44.35
11
3
Anjasmoro
Air
12.49
2
0
20.69
6
0
45.60
13
4
AJ 14
12.83
2
0
25.20
6
0
43.00
10
3
ATS 4
12.12
2
0
22.70
5
0
41.24
11
3
B 24
13.00
3
0
24.35
6
0
41.65
10
3









Tabel 1 menunujukkan pengamatan terhadap komponen pertumbuhan tanaman kedelai pada 2 MST, 4 MST dan 6 MST meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang. Perlakuan perendaman memberikan pengaruh yang bervariasi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan cabang. Pada kedelai hitam varietas Detam 1, 2 MST menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan B24 menghasilkan pertanaman yang paling baik dibandingkan perlakuan yang lain berdasarkan tolok ukur tinggi tanaman dan jumlah daun. Pada 2 MST tanaman kedelai belum menghasilkan cabang. Sedangkan jumlah daun telah mencapai 2-3 buah. Selanjutnya pada 4 MST menunjukkan perlakuan AJ 14 dan B 24 menghasilkan pertanaman yang baik, jumlah daun mencapai 5-6. Pada akhir pengamatan fase vegetatif yaitu pada 6 MST menunjukkan bahwa perlakuan perendaman menggunakan AJ 14 dan B 24 mampu menghasilkan pertanaman yang baik dibandingkan dengan perlakuan air dan ATS 4 yaitu dengan tinggi tanaman mencapai 44.35 cm dan 44.20 cm. Jumlah daun yang dihasilkan mencapai 11 dan jumlah cabang 3. 

Pada kedelai kuning varietas Anjasmoro terlihat pada 2 MST, 4 MST dan 6 MST menunjukkan hampir seluruh perlakuan memberikan hasil pertanaman yang seragam dengan tinggi tanaman > 40 cm, jumlah daun > 10 dan jumlah cabang > 3. Berdasarkan komponen pertumbuhan tanaman kedelai, pertumbuhan tanaman kedelai kuning lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada kedelai hitam. 

Selain komponen pertumbuhan tanaman kedelai pada fase vegetatif, komponen hasil juga merupakan parameter penting yang menentukan keberhasilan dalam kegiatan produksi benih kedelai. Komponen hasil pada tanaman kedelai meliputi bobot kering biji (gram) dan jumlah polong ter tanaman. Komponen hasil pada tanaman kedelai disajikan pada tabel 2.
Tabel 2.  Komponen Hasil pada Tanaman Kedelai
Varietas
Perlakuan
Bobot (gram)
∑ Polong/tanaman
Detam 1
Air
13.42
33
AJ 14
36.36
22
ATS 4
51.43
32
B 24
39.29
21
Anjasmoro
Air
109.75
65
AJ 14
171.33
84
ATS 4
71.99
65
B 24
127.16
77

Berdasarkan tabel 2 pada varietas Detam 1 menunjukkan bahwa perlakuan air mampu menghasilkan jumlah polong terbanyak yaitu rata-rata pertanaman menghasilkan 30 polong/tanaman, sedangkan jumlah polong terendah dihasilkan oleh perlakuan B 24. Bobot kering biji kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan ATS 4 yaitu 51.43 gram dengan jumlah polong rata-rata 32 polong/tanaman. Sedangkan bobot kering biji terendah dihasilkan oleh perlakuan air, padahal rata-rata jumlah polong pada perlakuan air paling tinggi. Hal ini mengindikasikan benih yang dihasilkan dari perlakuan air berukuran kecil dan di duga banyak polong yang kosong. Pada perlakuan B 24 dan AJ 14 menunjukkan bobot kering biji lebih tinggi dibandingkan perlakuan air padahal rata-rata jumlah polong pada perlakuan air lebih tinggi. Diduga benih dengan perlakuan B 24 dan AJ 14 berukuran lebih besar dan tidak ada polong yang hampa. 

Berdasarkan tabel 2 pada varietas Anjasmoro menunjukkan bahwa perlakuan AJ 14 mampu menghasilkan jumlah polong terbanyak yaitu rata-rata pertanaman menghasilkan 84 polong/tanaman, sedangkan jumlah polong terendah dihasilkan oleh perlakuan ATS 4 dan air dengan rata-rata jumlah polong 65 polong/tanaman. Sedangkan pada perlakuan B 24 juga mampu menghasilkan produksi polong lebih baik dibandingkan pada perlakuan air dan ATS 4 yaitu rata-rata jumlah polong sebesar 77 polong/tanaman. Bobot kering biji kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan AJ 14 yaitu 171.33 gram. Sedangkan bobot kering biji terendah dihasilkan oleh perlakuan ATS 4 yaitu sebesar 71.99 gram. Bobot kering biji kedelai pada perlakuan air dan B 24 tergolong tinggi yaitu sebesar 109.75 dan 127.16 gram. Padahal rata-rata jumlah polong pada perlakuan air tergolong rendah, diduga polong yang dihasilkan pada perlakuan air bernas semua, tidak ada polong hampa dan ukuran biji besar. Berdasarkan komponen hasil tanaman kedelai yang diamati kedelai kuning dengan varietas Anjasmoro mampu menghasilkan rata-rata jumlah polong/tanaman dan bobot kering biji lebih besar dibandingkan kedelai hitam dengan varietas Detam 1. 

Untuk mengetahui tingkat viabilitas benih yang dihasilkan dilakukan pengujian terhadap indeks vigor benih. Indeks vigor merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dalam pengujian viabilitas. Nilai indeks vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih tinggi. Benih yang vigor mampu tumbuh dengan baik pada kondisi lapang. Selain itu benih vigor mampu mengahasilkan produksi pertanaman yang optimal, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang sesuai.


Tabel 3. Indeks Vigor dan Kadar Air benih Kedelai
Varietas
Perlakuan
IV (%)
KA(%)
Detam 1
Air
2.00
15.85
AJ 14
18.67
15.76
ATS 4
46.67
11.72
B 42
37.33
11.53
Anjasmoro
Air
65.33
11.48
AJ 14
62.67
9.16
ATS 4
61.33
7.21
B 42
60.00
10.61

Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa pada varietas Detam 1 perlakuan ATS 4 menghasilkan nilai indeks vigor tertinggi yaitu sebesar 46.67%, Sedangkan indeks vigor terendah dihasilkan oleh perlakuan air. Benih yang diberi perlakuan ATS 4 akan memiliki vigor yang tinggi dibandingkan perlakuan lain. Pada kedelai kuning varietas Anjasmoro perlakuan air mampu menghasilkan indeks vigor tertinggi yaitu sebesar 65.33%. Rata-rata indeks vigor pada semua perlakuan hampir sama yaitu ≥ 60%. Berdasarkan tolok ukur indeks vigor benih kedelai kuning (Anjasmoro) menghasilkan nilai indeks vigor lebih tinggi dibandingkan pada kedelai hitam (Detam 1). Hal ini mengindikasikan bahwa benih kedelai kuning memiliki viabilitas lebih baik dibandingkan kedelai hitam. 

Kadar air benih diukur setelah benih dibersihkan dan dijemur. Kadar air benih bervariasi pada setiap perlakuan. Pada varietas Detam 1 kadar air yang optimum adalah pada perlakuan ATS 4 dan B 24 yaitu sebesar 11.72% dan 11.53%. Pada kadar air tersebut benih dapat simpan. Sedangkan pada perlakuan Air dan AJ14 kadar air benih masih cukup tinggi yaitu sebesar 15.85% dan 15.76%. Sehingga benih dengan perlakuan air dan AJ14 harus dikeringkan lagi agar bisa disimpan. Pada varietas Anjasmoro kadar air pada semua perlakuan sudah optimum. Pada kadar air tersebut benih kedelai Anjasmoro bisa disimpan. Kadar air yang optimum untuk penyimpanan dapat memperpanjang masa simpan benih kedelai. Kadar air benih yang tinggi dapat menurunkan daya simpan benih hingga dua kali lipatnya. Selain itu kadar air benih yang tinggi dapat memicu terjadinya serangan mikroorganisme selama penyimpanan benih. Serangan mikroorganisme inilah yang dapat memundurkan kualitas dan daya simpan benih bahkan dapat menyebabkan kematian pada benih. 

KESIMPULAN DAN SARAN 

Kesimpulan 
  1. Varietas Detam dengan perlakuan B 24 menunjukkan hasil pertanaman terbaik pada pengamatan 2, 4 dan 6 MST sedangkan Varietas Anjasmoro dengan semua perlakuan (Air, AJ14, ATS4 dan B24) memberikan hasil pertanaman yang seragam. 
  2. Kedelai kuning dengan varietas Anjasmoro mampu menghasilkan rata-rata jumlah polong/tanaman dan bobot kering biji lebih besar dibandingkan kedelai hitam dengan varietas Detam 1. 
  3. Pertumbuhan dan viabilitas tanaman kedelai kuning lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada kedelai hitam. 
Saran 
Adapun saran untuk praktikum selanjutnya adalah selain memberikan perlakuan teknologi budidaya, juga dapat diberikan perlakuan jarak tanam dan dosis pemupukan yang berbeda dalam suatu komoditi sehingga dapat diketahui teknis budidaya terbaik untuk menghasilkan produksi hasil yang optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. dan Riwanodja. 2002. Keragaan tanaman dan status hara NPKS pada kedelai di lahan sawah pada pola padi-kedelai-kedelai. Laporan Teknis Hasil Penelitian TA 2001. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. hlm.20-30.

Andrianto, T. T., dan N. Indarto, 2004. Budidaya Dan Analisis Usaha Tani Kedelai. Penerbit Absolut, Yogyakarta.

Anonim. 2008. Budidaya Kedelai di Lahan Kering. http://www.deptan.go.id/teknologi/tp/tkedele4.htm. diakses pada tanggal 5 Juni 2012

Badan Pusat Statistik (BPS). 2011. Berita Resmi Statistik Provinsi Bali No. 56/11/51/Th. V. diakses tanggal 29 Juni 2011.

Buckman, H.O. and N.C. Brady. 1960. The Nature and Proper ties of Soil. The Macmillan Company. Inc. New York.

Departemen Pertanian, 1996. Budidaya Tanaman palawija Pendukung Program akan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Jagung, Kedelai, Kacang Tanah, Sorgum, Ubi Kayu, Sagu, Talas. Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura. Hal: 11.

Gunawijaya, Eddy, A. 1977. Pengaruh waktu dan proporsi pemberian pupuk N terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Maslah Khusus, Dep. Agron. Faperta IPB hidak dipublikasikan).

Irwan, A. W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill). Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Kuntyastuti, H. 1998. Efisiensi pupuk K, S dan pupuk organik pada tanaman kedelai. Laporan Teknis Hasil Penelitian TA 1997/1998. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. 14 hlm.

Kuntyastuti, H. 2000. Pemanfaatan pupuk alternatif organik dan anorganik pada kedelai di lahan sawah dan lahan kering. Kumpulan Makalah Unggulan. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang. 14 hlm.

Mahadevan, N., Shivali, and P. Kamboj. 2009. Hibiscus sabdariffa Linn. an overview. Natural Product Radiance. 8(1): 77-83.

Poehlman, J. M. and D. A. Sleper, 1995. Beerding Field Crops. Pamina Publishing Corporation, New Delhi.
Rubatzky V.E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip Produksi dan Gizi. Jilid 2. Terjemahan Catur Herison. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Hal : 262-263.

Sharma, O. P., 1993. Plant Taxonimy. Tata McGraw Hill Poblishing CompanyLimited, New Delhi.

Sunarwidi. 1973. Pengaruh lokas; dengan ketinggian yang berbeda terhadap adaptas; beberapa carietas introduksi baru tanaman kedelai. Tesis Fakultas Pertanian IPB hidak dipublikasikan).

Suntoro, Syekhfani, E. Handayanto dan Soemarno. 2001. Penggunaan Bahan Pangkasan Krinyu (Chromolaena odorata) untuk Meningkatkan Ketersediaan P, K, Ca, dan Mg pada Oxic Dystrudepth di Jumapolo, Karanganyar, Jawa Tengah. Agrivita. XXIII (1):20-26.

Tangkuman, F .N. 5unarlin dan W. Gunawan. 1976. Pemupukan NP pada kedelai. Seminar 29 Des 1976. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor.

Whigham, DK., 1983. Soybean. Symposium on Potential Productivity of Field Crops Under Different Environments. IRRI Los Banos : 205-226.

Lampiran
Deskripsi Varietas Anjasmoro

Dilepas tahun                          : 22 Oktober 2001
SK Mentan                             : 537/Kpts/TP.240/10/2001
Nomor Galur                          : Mansuria 395-49-4
Asal                                         : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria
Daya Hasil                              : 2.03 - 2.25 t/ha
Warna Hipokotil                     : Ungu
Warna Epikotil                        : Ungu
Warna Daun                            : Hijau
Warna Bulu                             : Putih
Warna Bunga                          : Ungu
Warna Kulit Biji                      : Kuning
Warna Polonh Masak              : Cokelat Muda
Warna Hilum                           : Kuning Kecokelatan
Bentuk Daun                           : Hilum
Ukuran Daun                          : Lebar
Tipe Tumbuh                           : Determinit
Umur Berbunga                      : 35.7 – 92.4 hari
Umur Polong Masak               : 82.5 – 92.5 hari
Tinggi Tanaman                      : 64 – 68 cm
Percabangan                           : 2.9 – 5.6 cabang
Jumlah Buku Batang Utama     : 12.9 – 14.8
Bobot 100 Biji                        : 14.8 – 15.3 g
Kandungan Protein                 : 41.8 -42.1%
Kandungan Lemak                 : 17.2 – 18.6%
Kerebahan                               : Tahan rebah
Ketahanan Thdp Penyakit      : Moderat Terhadap karat Daun
Sifat-sifat Lain                        : Polong Tidak Mudah Pecah

  
Deskripsi Varietas Detam

Dilepas tahun                          : 2008
Nomor galur                           : 9837/K-D-8-185
Asal                                        : Seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan Kawi
Sifat kualitatif
Tipe tumbuh                            : Determinit
Warna hipokotil                      : Ungu
Warna epikotil                         : Hijau
Warna bunga                           : Ungu
Warna daun                             : Hijau tua
Warna bulu                              : Coklat muda
Warna kulit polong                 : Coklat tua
Warna kulit biji                       : Hitam
Warna hilum                            : Putih
Warna kotiledon                     : Kuning
Bentuk daun                           : Agak bulat
Bentuk biji                              : Agak bulat
Kecerahan kulit biji                 : Mengkilap
Sifat kuantitatif
Umur bunga (hari)                   : 35 hari
Umur masak (hari)                  : 82 hari
Tinggi tanaman (cm)               : 58 cm
Berat 100 biji (g)                     : 14,84
Potensi hasil (t/ha)                   : 3,45
Hasil biji (t/ha)                        : 2,51
Kandungan nutrisi
Protein (% bk)                         : 45,36
Lemak (% bk)                         : 33,06
Ketahanan terhadap
Ulat grayak                             : Peka
Pengisap polong                      : Agak tahan
Kekeringan                              : Peka

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN