PENGARUH NAUNGAN TERHADAP UPAYA PENGEMBANGAN TANAMAN CABAI PADA LAHAN PESISIR PANTAI

PENDAHULUAN 

Latar Belakang 
Cabe (Capsicum Annum varlongum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia karena merupakan salah satu jenis sayuran buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Cabe merupakan tanaman perdu dari famili terong‐terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. 

Gambar Tanaman Cabai

Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni Cabe besar, cabe keriting, cabe rawit dan paprika. Secara umum cabe memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin diantaranya kalori, protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1 dan vitamin C. Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabe juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat‐obatan atau jamu. Buah cabe ini selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai kapasitas menaikkan pendapatan petani. Disamping itu tanaman ini juga berfungsi sebagai bahan baku industri, yang memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerja. 
Kebutuhan cabai merah dari tahun ke tahun semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, namun produksi cabai masih belum mencukupi. Menurut data BPS (2011), secara umum di Indonesia luas panen dan produktivitas tanaman cabe pada tahun 2009 adalah 233,904 Ha dan 5,89 Ton/Ha namun, mengalami penurunan produktivitas 5,6 Ton/Ha dengan luas panen 237,105 Ha pada tahun 2010. Peningkatan produksi masih dimungkinkan dengan jalan perbaikan teknik pengelolaan tanaman dan pemanfaatan lahan yang belum optimal. Masih banyaknya lahan-lahan marjinal dan lahan pesisir pantai yang belum dioptimalkan penggunaannya untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura hingga tanaman perkebunan. 
Lahan pantai adalah merupakan salah satu lahan yang kurang menguntungkan bagi pengembangan usaha budidaya pertanian, karena adanya beberapa faktor pembatas seperti tekstur tanah, kandungan bahan organik, porositas, intensitas sinar matahari yang besar, suhu udara dan suhu tanah yang tinggi, kelembaban udara rendah, dan kecepatan angin tinggi. Tanah pasiran mempunyai berat volume yang sangat tinggi dan porositas total rendah, keadaan pori-pori meluas dan tersebar sehingga menyebabkan daya pelolosan airnya besar, drainase lancar dan aerasinya baik. 
Daerah pesisir pantai dapat diupayakan meningkatkan kesuburan tanahnya melalui pemberian bahan organik yang sesuai dengan memperhatikan pula faktor iklim disekitar daerah tersebut. Meningkatnya suhu menjadi faktor penting yang diperhatikan dalam pengembangan tanaman sehingga diperlukan rekayasa untuk mempertahankan hidup tanaman dengan memberikan naungan agar kelembaban dapat terjaga serta mengurangi penguapan yang berlebih baik dari tanah maupun tanaman. Melalui rekayasa lingkungan ini diharapkan akan dapat menjawab permasalah yang dihadapi oleh petani pantai, sekaligus sebagai bentuk usaha ektensifikasi dan intensifikasi pertanian guna mencapai ketahanan. 

TINJAUAN PUSTAKA 

Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) 
Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman hingga 90 cm. umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya. 
Bentuk buah cabai berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil tapi pedas, cabai paprika yang berbentuk seperti buah apel dan bentuk cabai hias lain yang banyak ragamnya. Cabai berakar tunggang, terdiri atas akar utama dan akar lateral yang mengeluarkan serabut dan mampu menembus ke dalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm.dalam dunia tumbuh-tumbuhan, cabai termasuk ke dalam kelas dicotyledoneae dan family solanaceae. Tanaman lain yang sekerabat dengan cabai adalah kentang (Solanum tuberosum L), terung (Solanum melongena L) dan tomat (Solanum lcopersicum). 
Tanaman cabai cocok hidup di daerah dengan kelembapan 70-80 % terutama saat pembentukan bunga dan buah. Kelembapan yang tinggi atau lebih dari 80 % memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim yang kering atau kelembapannya kurang dari 70 % membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembentukan buah. 

Pengembangan Tanaman Cabai dan Kendalanya 
Usahatani tanaman cabai relatif kurang berkembang apalagi dari data statistik menujukkan penurunan produktivitas 0,29 Ton/Ha dari tahun 2009-2010. Memburuknya sifat fisik tanah diduga menjadi penyebab penurunan produktivitas lahan. Sementara itu, lahan-lahan pertanian di beberapa tempat telah dialihgunakan untuk perindustrian, permukiman, dan jaringan transportasi, sehingga lahan-lahan produktif untuk pertanian semakin berkurang. Apabila lahan subur telah beralih fungsi untuk kebutuhan lain, maka pilihan lain adalah menggarap lahan-lahan marginal dengan berbagai permasalahan cekaman lingkungan seperti suhu, salinitas dan naungan. 
Adaptasi terhadap kondisi naungan berat dapat dicapai apabila tanaman memiliki mekanisme penangkapan dan penggunaan cahaya secara efisien. Mekanisme tersebut dapat melalui penghindaran dengan cara meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya dan toleran dengan cara menurunkan titik kompensasi cahaya dan laju respirasi (Levitt, 1980). Selanjutnya, Hale dan Orchut (1987) menjelaskan bahwa kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman intensitas cahaya rendah pada umumnya tergantung pada kemampuannya melanjutkan fotosintesis dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Kemampuan tersebut diperoleh melalui peningkatan luas daun sebagai cara mengurangi penggunaan metabolit serta mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan yang direfleksikan. 
Dari gambaran tersebut dapat dijelaskan bahwa pengembangan padi gogo dihadapkan pada berbagai kendala yang sangat kompleks sehingga, diperlukan varietas yang berdaya hasil tinggi dengan sifat toleran terhadap faktor biofisik dengan memanfaatkan area di bawah tegakan dan daerah pesisir. 

Mekanisme Adaptasi Tanaman Cabai terhadap Naungan. 
Defisit cahaya pada tanaman cabai yang tergolong tanaman perlu cahaya berakibat fatal yaitu terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi kepada tereduksinya laju fotosintesis dan turunnya sintesis karbohidrat sehingga secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas yang rendah di bawah naungan. 
Pada kebanyakan tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan ialah tergantung kepada kemampuannya dalam melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya. Hale dan Orchut (1987) menejelaskan bahwa adaptasi terhadap naungan pada dasarnya dapat melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direflesikan. 
Adaptasi anatomi dan morfologi tanaman. Dari sudut ini, karateristik tanaman yang beraklimatisasi terhadap intensitas cahaya rendah telah dijelaskan oleh Anderson (1986) dan Evans (1988). Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal terbuka yang disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil. Intensitas cahaya juga mempengaruhi bentuk dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil. Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan jumlah cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas daun. Selain itu, anatomi daun seperti ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000). 
Intensitas cahaya rendah menyebabkan kerapatan trikoma berkurang. Kondisi ini sangat menguntungkan tanaman karena jumlah cahaya yang akan direfleksikan oleh adanya trikoma akan menjadi sedikit. Dengan demikian, semakin sedikit jumlah trikoma akan semakin baik bagi tanaman karena akan semakin efisien dalam menangkap cahaya. Data ini menunjukkan bahwa pengurangan trikoma merupakan salah satu mekanisme yang dibentuk tanaman untuk mengefisienkan penangkapan cahaya. 
Perubahan Kandungan klorofil daun. Pada keadaan normal, aparatus fotosintetik termasuk klorofil mengalami proses kerusakan, degradasi dan perbaikan. Proses perbaikan ini bergantung pada cahaya, sehingga bila tanaman dinaungi kemampuan ini akan menjadi terbatas. Kekuatan melawan degradasi ini sangat penting bagi adaptasi terhadap naungan, yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas perluas daun dan dengan peningkatan jumlah klorofil pada kloroplas. 
Hasil pengukuran intensitas kehijauan daun menggunakan Klorofil meter (FJK Chlorophyll Tester dan SPAD-502) menunjukkan bahwa daun yang menerima intesitas cahaya rendah mengalami peningkatan kehijauan. Warna hijau pada daun terikat erat dengan kandungan klorofil sehingga dapat diduga bahwa peningkatan intensitas kehijauan merupakan gambaran adanya peningkatan kandungan klorofil. Dugaan ini diperkuat oleh adanya korelasi yang kuat antara intensitas kehijauan dengan kandungan klorofil. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa meningkatnya intensitas kehijauan merupakan mekanisme yang dibangun tanaman agar dapat menangkap dan menggunakan cahaya secara efisien (Soepandie et al, 2006). 
Perubahan Fisiologi dan biokimia. Naungan menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia, salah satu diantaranya perubahan kandungan N daun, kandungan rubisco dan aktivitasnya. Rubisco adalah enzim yang memegang peranan penting dalam fotosintesis yaitu yang mengikat CO2 dan RuBP dalam siklus Calvin yang menghasilkan 3-PGA. Intensitas cahaya mempengaruhi aktivitas rubisco dimana naungan menyebabkan rendahnya aktivitas rubisco. 
Intensitas cahaya rendah pada saat pembungaan menyebabkan penurunan karbohidrat, protein, auksin, prolin, dan sitokinin namun, kandungan giberelin dan N terlarut pada malai meningkat. Sterilitas yang tinggi dalam kondisi cahaya rendah disebabkan gangguan metabolisme N dan akumulasi N terlarut dipanikel yang menyebabkan gangguan dalam pengisian buah. 

Kondisi Daerah Pesisir Pantai 
Pada daerah pesisir, Intensitas radiasi pada siang hari adalah lebih besar apabila dibandingkan dengan intensitas radiasi matahari pada pagi hari maupun pada sore hari. Hal ini disebabkan sudut datang sinar matahari yang semakin besar ( > 90 º), dan rata-rata keadaan atmosfir bumi pada siang hari adalah cerah sehingga intensitas radiasi matahari lebih efektif untuk diserap oleh daun tanaman, dan pada siang hari sinar matahari yang datang adalah tegak lurus dengan permukaan daun tanaman. Albedo permukaan lahan rata-rata naungan lebih tinggi dibandingkan dengan albedo permukaan lahan rata-rata tanpa naungan. Hal ini dikarenakan dengan pemakaian naungan banyak sinar yang diserap oleh permukaan tanah sehingga albedo yang diterima oleh areal lahan dengan naungan lebih tinggi. Albedo merupakan bagian energi matahari yang dipantulkan/direfleksikan oleh suatu permukaan yang nilainya tergantung dari modifikasi pengolahan tanah, jenis tanaman, luas kanopi, dan mulsa (lapisan penutup tanah). 
Temperatur udara dengan variasi ketinggian 100 cm memiliki temperatur udara yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan temperatur udara pada ketinggian 50 cm. Temperatur udara pada areal lahan dengan naungan lebih tinggi dibanding dengan areal lahan tanpa naungan. Tingginya temperatur udara dalam naungan disebabkan karena dalam naungan kerapatan udara yang ada dalam naungan lebih tinggi. Di samping itu energi radiasi matahari relatif tinggi, sehingga dengan kerapatan udara yang tinggi menyebabkan partikel - partikel udara yang ada banyak menampung serapan energi radiasi matahari, akibatnya suhu menjadi tinggi dalam lahan dengan naungan dibanding lahan tanpa naungan. Suhu udara siang hari pada ketinggian 100 cm mempunyai temperatur udara lebih rendah dibanding dengan temperatur udara pada ketinggian 50 cm. Temperatur udara pada sing hari cenderung meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah energi matahari yang diterima oleh bumi. Temperatur udara pada sing hari di areal lahan dengan naungan lebih tingggi dibanding dengan areal lahan tanpa naungan. 
Kelembaban udara pada pagi hari dalam naungan lebih tinggi daripada kelembaban udara dalam areal lahan tanpa naungan. Hal ini disebabkan karena kerapatan udara yang ada relatif lebih besar sehingga kandungan uap air yang ada juga besar, maka kelembaban relatifnya relatif lebih tinggi. Pada pagi hari energi radiasi matahari yang diterima masih relatif kecil, sehingga temperaturnya juga relatif rendah. Dengan demikian untuk melepaskan partikel-partikel air yang di udara maupun di permukaan tanah cukup sulit. Pada kondisi tersebut tekanan air akan jenuh uap air, sehingga kelembaban udara pada pagi hari relatif besar. Kelembaban udara pada areal lahan dengan naungan lebih tinggi daripada areal lahan tanpa naungan. 
Kelembaban udara rata-rata pada siang hari menunjukkan bahwa terjadi penurunan kelembaban udara pada semua perlakuan dengan berbagai variasi ketinggian. Kelembaban udara pada siang hari relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan kelembaban udara pagi hari dan sore hari. Hal ini disebabkan intensitas radiasi matahari siang hari yang relatif besar yang mengenai secara langsung pada tanaman menyebabkan kandungan air berkurang sebagai akibat evaporasi uap air yang semakin kecil menyebabkan tekanan uap semakin kecil sehingga kelembaban udaranya menjadi kecil. 
Kelembaban udara pada sore hari kembali meningkat dibandingkan pada siang hari, kelembaban udara relatif besar pada ketinggian 50 cm. Pada variasi ketinggian, kelembaban udara relatif lebih besar di dekat permukaan tanah. Hal ini  dapat terjadi karena sumber kelembaban adalah permukaan bumi, maka sebagian besar uap air akan berkumpul di lapisan paling bawah. Semakin tinggi dari permukaan tanah, karena unsur temperaturnya lebih tinggi, maka jumlah uap air yang ada semakin sedikit, tekanan uap yang terjadi juga semakin kecil, sehingga kelembaban udaranya relatif lebih rendah. 

RUMUSAN MASALAH 
Usahatani tanaman pangan dan hortikultura semusim pada lahan kering dan marjinal, baik tegalan/kebun maupun ladang/huma, di luar Jawa umumnya belum optimal, terlihat dari rendahnya nilai indeks pertanaman (IP) dan rendahnya produksi per hektamya. Usahatani tanaman pangan dan hortikultura (sayuran, buah dan tanaman hias semusim), yang memanfaatkan lahan dengan lereng >15%, dengan bentuk wilayah berbukit dan bergunung, tanpa menerapkan usaha konservasi tanah dan air, sehingga tingkat erosi yang terjadi cukup besar, menurunkan potensi sumberdaya lahan dan air, serta degradasi lingkungan di masa depan. 
Pengembangan tanaman cabai dengan memanfaatan lahan pesisir pantai yang memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga tanaman cabai membutuhkan naungan guna menurunkan temperatur udaranya mengingat temperatur udara pada siang hari cenderung meningkat seiring dengan semakin banyaknya jumlah energi matahari yang diterima oleh bumi. Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu, kekurangan cahaya dapat menimbulkan gejala etiolasi dimana batang akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunnya berukuran kecil, tipis dan bewarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi dikarenakan tidak adanya cahaya sehingga dapat memaksimalkan fungsi auksin untuk pemanjangan sel-sel tumbuhan. Sebaliknya, tumbuhan yang tumbuh di tempat terang menyebabkan tumbuhan tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relative pendek, daun berkembang baik lebih lebar, lebih hijau, tampak lebih segar dan batang kecambah lebih kokoh. 
Berdasarkan latar belakang dan beberapa penjelasan di atas maka perumusan masalah mengenai pengaruh naungan terhadap upaya pengembangan tanaman cabai di lahan pesisir pantai adalah : 
  • Apakah faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman cabai pada lahan pesisir pantai. 
  • Upaya apakah yang dapat dilakukan untuk mengembangkan tanaman cabai pada lahan pesisir pantai. 
  • Bagaimana tingkat adaptasi tanaman cabai pada naungan di lahan pesisir pantai. 

Tujuan Penulisan 
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian naungan terhadap pengembangan tanaman cabai pada area lahan pesisir pantai. 

Manfaat Penulisan 
Untuk menjadi bahan informasi dalam pengembangan tanaman cabai dengan mengetahui tingkat adaptasi pada cekaman naungan pada lahan pesisir pantai. 

PENGEMBANGAN TANAMAN CABAI 

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. 
Pada umumnya, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu berasal dari faktor luar seperti Air dan Mineral berpengaruh pada pertumbuhan tajuk 2 akar. Diferensiasi salah satu unsur hara atau lebih akan menghambat atau menyebabkan pertumbuhan tak normal, Kelembaban, Suhu di antaranya mempengaruhi kerja enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk tiap jenis tumbuhan dan Cahaya mempengaruhi fotosintesis. Secara umum merupakan faktor penghambat. Selain itu, dapat juga berasal dari faktor internal, Intraseluler; gen sebagai pembawa sifat atau lebih dikenal sebagai faktor hereditas dan faktor Interseluler; hormon. 
Cahaya merupakan faktor utama sebagai sumber energi dalam fotosintesis untuk menghasilkan energi. Kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Kekurangan cahaya pada saat perkecambahan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunya berukuran lebih kecil, tipis, dan berwarna pucat. 
Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka sebaliknya ada beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. Ada pula tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang berbeda sepanjang periode hidupnya. Pada waktu masih muda memerlukan cahaya dengan intensitas rendah dan menjelang sapihan mulai memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi (Soekotjo,1976 dalam Faridah, 1995). 
Banyak spesies memerlukan naungan pada awal pertumbuhannya, walaupun dengan bertambahnya umur naungan dapat dikurangi secara bertahap. Beberapa spesies yang berbeda mungkin tidak memerlukan naungan dan yang lain mungkin memerlukan naungan mulai awal pertumbuhannya. Pengaturan naungan sangat penting untuk menghasilkan semai-semai yang berkualitas. Naungan berhubungan erat dengan temperatur dan evaporasi. Oleh karena adanya naungan, evaporasi dari semai dapat dikurangi. Beberapa spesies lain menunjukkan perilaku yang berbeda. Beberapa spesies dapat hidup dengan mudah dalam intensitas cahaya yang tinggi tetapi beberapa spesies tidak (Suhardi et al, 1995). 
Dibandingkan dengan lama penyinaran dan jenis cahaya, intensitas cahaya merupakan faktor yang paling berperan terhadap kecepatan berjalannya fotosintesis. Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sampai intensitas 10.000 lux, grafik kecepatan fotosintesis bergerak linear positif. Data penelitian tersebut adalah untuk tanaman dewasa, sedangkan untuk tanaman muda (tingkat semai-sapihan) belum diperoleh data. Selain itu, penelitian mengenai kekhususan sifat akan kebutuhan cahaya pada jenis-jenis tanaman tertentu juga belum dikerjakan. Pengurangan intensitas sinar sampai 60% (pada sceenhouse) berpengaruh positif nyata terhadap pertumbuhan awal tinggi dan diameter semai kapur. 
Tanaman cabai pada lahan pesisir pantai memiliki banyak hambatan namun, upaya memperbaiki kesuburan terhadap tanah pasir dapat dilakukan dengan penambahan bahan organik, sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Bahan organik berguna mengikat butir-butir tanah untuk memperbaiki agregasi dan struktur tanah, meningkatkan porositas tanah, kapasitas penyimpanan air, mempertinggi hara dan kapasitas pertukaran kation. Bahan Organik merupakan bahan penting dalam menentukan tingkat kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia, maupun biologi tanah. 
Faktor iklim sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan tanaman, untuk menyiasati persoalan iklim diperlukan rekayasa lingkungan, dan dalam jangka pendek iklim mikro memiliki hubungan yang saling mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman. Anasir iklim yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman meliputi : radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah, kecepatan angin, dan curah hujan. Untuk menciptakan iklim mikro dapat ditempuh dengan cara rekayasa lingkungan melalui pemasangan naungan tertutup yang terbuat dari plastik atau bahan lainnya seperti kasa yang diletakkan menyelubungi suatu lahan tanaman dengan ketinggian tertentu sehingga diperoleh suatu lingkungan iklim mikro basah dan hangat serta bebas dari keadaan stress yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. 
Faktor lain yang mempunyai pengaruh penting terhadap pertumbuhan tanaman adalah pengairan. Pada prinsipnya irigasi bertujuan untuk membagi air dan membuang air kelebihan dari lahan pertanian. Dalam irigasi sprinkler, air disiramkan ke permukaan tanah dan tanaman dengan cara disemprotkan menyerupai hujan, air hanya akan membasahi tanah tidak sampai menggenangi. Banyaknya air yang diperlukan irigasi sprinkler tidak sama seperti irigasi permukaan. 
Keanekaragaman hayati pertanian merupakan salah satu aspek yang penting dari keanekaragaman hayati, karena menjadi basis bagi ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan (Wood dan Lenne, 1999), sedangkan ekosistem yang memiliki potensi untuk kegiatan pertanian, memungkinkan terjadinya pertumbuhan tanaman yang adaptif terhadap cekaman biofisik berbeda, misalnya genaggan air, keasaman tanah, naungan, kekeringan dan sebagainya (Basyir, 1999 dan Caiger, 1986). 

Upaya pengembangan tanaman cabai pada lahan pesisir pantai. 
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudaryono dan Mawardi I (2007), mengenai pengaruh naungan dan irigasi terhadap produksi tanaman cabai pada lahan berpasir di pantai Glagah Yogyakarta, memberikan perlakuan naungan, irigasi curah dan pemberian mulsa.
Dari hasil pengamatan selama penelitian, tanaman cabai yang ditumbuhkan dibawah naungan tertutup ternyata mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi (40,93 cm) dibanding dengan tanaman cabai yang tidak dilindungi dengan naungan (36,06 cm). Hal ini dimungkinkan karena tanaman cabai tumbuh di bawah naungan dengan iklim mikro (suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, intensitas radiasi matahari) sesuai dengan kondisi persyaratan tumbuh tanaman. Dilihat dari efek penyiraman, ternyata petak yang tidak diselimuti mulsa, disiram 1 kali sehari dan petak yang diberi mulsa dengan pengairan 3 kali sehari (pagi, siang dan sore), pertumbuhan yang paling tertinggi (vegetatif) walaupun belum tentu menjamin akan diperoleh produksi hasil yang tinggi. 
Sementara jumlah daunnya menunjukkan jumlah total rata-rata daun cabai pada berbagai perlakuan percobaan. Tanaman cabai yang tumbuh dibawah naungan, tanpa mulsa dan diairi 1 kali dalam sehari dan perlakuan tanaman dengan naungan, mulsa dengan pengairan 1 kali sehari akan diperoleh jumlah daun yang paling banyak.
Meskipun perbedaan produksi diantara 2 perlakukan tersebut tidak signifikan, tetapi dari sisi energi balance perlakuan (N1 M1) dengan penyiraman 2 kali sudah pasti lebih besar (boros). Maka untuk pilihan strategis dianjuran perlakuan (N1 M1) dengan penyiraman 1 kali lebih dianjurkan, karena secara ekonomis pengeluaran untuk biaya produksi lebih rendah. Hal ini mengingat bahwa di daerah penelitian irigasi tidak diperoleh dengan gratis, air yang digunakan untuk menyiram adalah berasal dari air tanah yang dipompa dengan menggunakan pompa listrik.

Adaptasi tanaman cabai pada pemberian naungan di lahan pesisir. 
Sejumlah Angiospermae efisien dalam melakukan fotosintesis pada intensitas cahaya rendah daripada intensitas cahaya tinggi, sedangkan banyak Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi. Perbandingan antara kedua kelompok tanarnan tersebut pada intensitas cahaya rendah dan tinggi seringkali dapat memberikan tekanan-tekanan pada kapasitas fotosintesis terutama pada penimbunan makanan. 
Tourney dan Korstia (1974) dalam Simarangkir (2000) mengemukakan pertumbuhan diameter tanaman berhubungan erat dengan laju fotosintesis akan sebanding dengan jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima dan respirasi. Akan tetapi pada titik jenuh cahaya, tanaman tidak mampu menambah hasil fotosintesis walaupun jumlah cahaya bertambah. Selain itu produk fotosintesis sebanding dengan total luas daun aktif yang dapat melakukan fotosintesis. Pernyataan Daniel, et al. (1992) bahwa terhambatnya pertumbuhan diameter tanaman karena produk fotosintesisnya serta spektrum cahaya matahari yang kurang merangsang aktivitas hormon dalam proses pembentukan sel meristematik kearah diameter batang, terutama pada intensitas cahaya yang rendah. 
Marjenah (2001) yang mengadakan penelitian untuk jenis Shorea pauciflora dan Shorea selanica mengemukakan, pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman dipengaruhi oleh cahaya; pertumbuhan tinggi lebih cepat pada tempat ternaung daripada tempat terbuka. Sebaliknya, pertumbuhan diameter lebih cepat pada tempat terbuka dari pada tempat ternaung sehingga tanaman yang ditanam pada tempat terbuka cendrung pendek dan kekar. Sudut percabangan tanaman lebih besar di tempat ternaung daripada di tempat terbuka. 
Menurut Soekotjo (1976) pertumbuhan diameter batang tergantung pada kelembaban nisbi, permukaan tajuk dan sistem perakaran juga dipengaruhi iklim dan kondisi tanah. Tingginya suhu udara akan meningkatkan laju transpirasi, hal ini antara lain dapat ditandai dengan turunnya kelembaban udara relatif. Apabila hal seperti ini cukup lama berlangsung maka, dapat menyebabkan keseimbangan air tanaman terganggu dan dapat menurunkan pertumbuhan tanaman termasuk diameter tanaman. 
Pada penelitian tanaman Shorea pauciflora dan Shorea selanica yang ditanam pada bedengan dengan naungan sarlon mempunyai luas daun yang lebih besar daripada yang ditanam di bedengan tanpa naungan, hal ini membuktikan bahwa telah terjadi perubahan morfologi pada tanaman sebagai akibat dari perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ducrey (1992) bahwa morfologi jenis memberikan respon terhadap intensitas cahaya juga terhadap naungan. Naungan memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Daun mempunyai permukaan yang lebih besar di dalam naungan daripada jika berada pada tempat terbuka. Fitter dan Hay (1992) mengemukakan bahwa jumlah luas daun menjadi penentu utama kecepatan pertumbuhan. Keadaan seperti ini dapat dilihat pada hasil penelitian dimana daun-daun yang mempunyai jumlah luas daun yang lebih besar mempunyai pertumbuhan yang besar pula (Marjenah, 2001). 
Jumlah daun tanaman lebih banyak di tempat ternaung daripada di tempat terbuka. Jenis yang diteliti memberikan respon terhadap perbedaan intensitas cahaya. Naungan memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Tanaman yang ditanam ditempat terbuka mempunyai daun yang lebih tebal daripada di tempat ternaung. Marjenah (2001) mengemukakan Jumlah daun tanaman lebih banyak di tempat ternaung daripada di tempat terbuka. Ditempat terbuka mempunyai kandungan klorofil lebih rendah dari pada tempat ternaung. Naungan memberikan efek yang nyata terhadap luas daun. Daun mempunyai permukaan yang lebih besar di dalam naungan daripada di tempat terbuka. Daniel et al (1992) bahwa daundaun yang berasal dari posisi terbuka dan ternaung, atau dari tumbuhan toleran dan intoleran, mempunyai morfologi yang sangat bervariasi. Daun yang terbuka, lebih kecil, lebih tebal dan lebih menyerupai kulit daripada daun ternaung pada umur dan jenis yang sama. 
Mayer dan Anderson (1952) dalam Simarangkir (2000) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh dengan intensitas cahaya nol persen akan mengakibatkan pengaruh yang berlawanan, yaitu suhu rendah, kelembaban tinggi, evaporasi dan transportasi yang rendah. Tanaman cukup mengambil air, tetapi proses fotosintensis tidak dapat berlangsung tanpa cahaya matahari. Sedangkan Soekotjo (1976) berpendapat bahwa pengaruh cahaya terhadap pembesaran sel dan diferensiasi sel berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, ukuran daun serta batang. Pada umumnya cahaya yang diperlukan oleh setiap jenis tanaman berbeda-beda. 

PENUTUP 
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan mengenai pengaruh naungan terhadap upaya pengembangan tanaman cabai pada area lahan pesisir pantai, maka dapat disimpulkan bahwa : 
  1. Setiap tanaman mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya matahari sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka sebaliknya ada beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh/bernaungan. 
  2. Tanaman cabai yang ditumbuhkan dibawah naungan tertutup akan diperoleh anasir iklim mikro lebih baik dan melakukan penyiraman serta pemakaian mulsa. 
  3. Tanaman yang tumbuh dengan intensitas cahaya nol persen akan mengakibatkan pengaruh yang rendah namun, pengaruh cahaya terhadap pembesaran sel dan diferensiasi sel berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, ukuran daun serta batang dan pada umumnya cahaya yang diperlukan oleh setiap jenis tanaman berbeda-beda.
Daftar Pustaka 

Anonim, 2000, Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman, http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor pendamping/Praweda/Biologi/ 0055%20Bio%202-3b.htm, diakses pada tanggal 1 November 2011. 

Anonim, 2011, Budidaya Tanaman Cabe, migroplus.com/brosur/Budidaya%20 Tanaman%20%20Cabe.pdf, diakses pada tanggal 1 November 2011. 

Anonim, 2011, Cabai, http://id.wikipedia.org/wiki/Cabai, diakses pada tanggal 1 November 2011. 

Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 

Djukri, 2006, Karakter Tanaman dan Produksi Umbi Talas Sebagai Tanaman Sela Di Bawah Tegakan Karet, Biodiversitas, vol.7 nomor 3, Hal : 256-259. 


Irwanto, 2006, Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea Sp Di Persemaian, Sekolah Pascasarjana Ugm Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian Program Studi Ilmu Kehutanan, Yogyakarta. 

Marjenah, 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian Terhadap Pertumbuhan dan Respon Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan ”Rimba Kalimantan” Vol. 6. Nomor. 2. Samarinda. Kalimantan Timur. 

Prabowo AP, 2007, Budidaya Cabai, http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007 /10/budidaya-cabai.html, diakses pada tanggal 1 November 2011. 

Redaksi Agromedia, 2008, Panduan Lengkap Budidaya Dan Bisnis Cabai, PT Agromedia Pustaka, Jakarta. 

Santoso M., Haryantini BA, 2009, Aplikasi Mikoriza, Pupuk Fosfat dan Zat Pengatur Tumbuh pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum Annum) Di Tanah Andisol, Agritek Vol. 17 No. 6 . 

Simarangkir B.D.A.S, 2000. Analisis Riap Dryobalanopslanceolata Burck pada Lebar Jalur yang Berbeda di Hutan Koleksi Universitas Mulawarman Lempake. Frontir Nomor 32. Kalimantan Timur. 

Soepandie D., 2006., Persfektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan Di Lahan Marjinal; Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisologi Tanaman , Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. 

Sudaryono dan Mawardi Ikhwanuddin, 2007, Pengaruh Irigasi Dan Naungan Terhadap Produksi Tanaman Cabe (Capsicum Annum) Pada Lahan Berpasir Di Pantai Glagah, Yogyakarta , J. Hidrosfir Indonesia Vol.3 No.1 Hal. 41-49, Jakarta. 

Supijatno, Trikoesoemaningtyas, Soepandie D., Lontoh A.P., Idris K, 2006, Fisiologi dan Pemuliaan Padi Gogo Untuk Toleransi Ganda Terhadap Kondisi Biofisik Lahan Kering Di Bawah Naungan, Lembaga Penelitian Dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Bogor. 

Trikoesoemaningtyas, 2008, Uji Daya Hasil Galur-Galur Kedelai Toleran Naungan Hasil Seleksi Marka Morfologi dan Molekuler, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Ipb Bekerjasama Dengan Sekretariat Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux