METODE PEMULIAAN TANAMAN JAGUNG (MENYERBUK SILANG)


A. Pendahuluan

Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun. Sekitar 80% dari areal pertanaman jagung di Indonesia ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari bebas (komposit) dan hibrida masing-masing 56% dan 24%, sedang sisanya 20% varietas lokal (Pingali, 2001). Berdasarkan data Nugraha et al. (2002), jagung varietas unggul yang ditanam petani di Indonesia telah mencapai 75% (48% besari bebas dan 27% hibrida). Dari data tersebut, nampak bahwa sebagian besar petani jagung masih menggunakan benih jagung bersari bebas. Hal ini dilakukan oleh petani dengan luas lahan terbatas dan pada daerah marjinal (kurang subur) karena harga benih jagung bersari bebas yang lebih murah daripada harga benih hibrida, atau karena benih hibrida sukar diperoleh terutama pada daerah-daerah terpencil.

Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan perbaikan populasi akan berdampak pada peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani jagung karena daerah produksi jagung di Indonesia sangat beragam sifat agroklimatnya yang masing-masing membutuhkan varietas yang sesuai. Varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan (penyakit, hama dan kekeringan) merupakan komponen penting stabilitas hasil.

Penanaman satu jenis varietas dalam skala luas dan secara terus menerus menyebabkan penurunan hasil. Program pemuliaan diarahkan untuk menghasilkan varietas yang beradaptasi spesifik untuk iklim dan lahan tertentu. Di samping itu, pergiliran varietas perlu dilakukan untuk melestarikan efektifitas ketahanan varietas terhadap hama/penyakit tertentu.

Varietas jagung yang dihasilkan dari perbaikan populasi perlu diuji di daerah-daerah pertanaman jagung yang mempunyai agroklimat yang berbeda untuk mengetahui tanggapannya pada berbagai lingkungan. Adanya interaksi genotipe dengan lingkungan akan memperkecil kemajuan seleksi (Hallauer dan Miranda, 1981). Untuk memperkecil pengaruh interaksi ini, evaluasi genotipe perlu dilakukan pada dua lingkungan atau lebih.

Program pemuliaan tanaman mencakup tiga tahap, yaitu : (a) pembentukan populasi dasar, (b) perbaikan berulang populasi dasar, dan (c) pembuatan galur untuk induk pembuatan hibrida, sintetik dari populasi dasar yang telah diperbaiki.

B. Konstitusi Genetik Tanaman Menyerbuk Silang

Konstitusi genetik tanaman menyerbuk silang berada dalam keadaan heterosigot dan heterogenus, sebab terjadi persilangan antara anggota populasi, sehingga populasi merupakan pool hibrida. Pada populasi terjadi kumpulan gen, yang merupakan total informasi genetik yang dimiliki oleh anggota populasi dari suatu organisme yang berproduksi secara seksual. Kumpulan gen ini akan terjadi rekombinasi antar gamet, masing-masing gamet mempunyai peluang yang sama untuk bersatu dengan gamet yang lainnya. Persilangan demikian disebut kawin acak (random mating). Dalam Individu tanaman populasi menyerbuk silang ini terdapat kemungkinan adanya suatu lokus yang homosigot tetapi pada lokus lainnya heterosigot. Hal ini terjadi karena jumlah rekombinasi gen hampir tidak terbatas sehingga tiap-tiap individu tanaman dalam suatu populasi memiliki genotipe yang berbeda. Pembentukan rekombinasi gen ini akan sama dari suatu generasi ke generasi berikutnya sebagaimana kaidah Hardy – Weinberg yang dikenal dengan prinsip ”Keseimbangan Hardy – Weinberg” sebagai berikut: ”Frekuensi gen-gen dalam suatu populasi kawin acak yang jumlah anggotanya tidak terhingga akan tetap konstan dari generasi ke generasi”. Keseimbangan ini dapat berubah apabila terdapat seleksi, tidak terjadi kawin acak, migrasi, ada mutasi dan jumlah tanaman sedikit.

Penyerbukan sendiri atau silang dalam pada tanaman menyerbuk silang akan mengakibatkan terjadinya segregasi pada lokus yang heterosigot, frekuensi genotipe yang homosigot bertambah dan genotipe heterosigot berkurang, hal ini akan menyebabkan penurunan vigor dan produktivitas tanaman, atau disebut juga depresi silang dalam. Homosigositas paling cepat didapat dengan melalui silang diri (selfing).


Tanaman jagung adalah tanaman yang menyerbuk silang, terjadi persilangan antara tanaman, terjadinya silangdiri sangat kecil dengan persentase <5 -="" 0.="" 0="" 10="" 1="" 2="" 2pq="" 59049.="" 6="" 9="" a="" aa.="" aa="" acak="" ada="" adalah="" akan="" allel="" antara="" apabila="" asal="" belum="" berasal="" berkurang.="" berkurang="" bertambah="" besar="" besarnya="" dalam.="" dalam="" dan="" dapat="" dari="" demikian="" dengan="" diatas="" dikatakan="" dipastikan="" diperoleh="" diri="" disebut="" dua="" f="" frekuensi="" gen-gen="" gen="" genotipe="" genotipenya="" hasil="" heterozigot="" homozigot.="" homzigot="" ialah="" inbreedingnya="0,5.</span" ini="" jadi="" jagung="" jika="" juga="" jumlah="" kali="" katakanlah="" kawin="" kedua="" kemungkinan="" keturunan="" keturunannya="" koefisien="" lokus="" maka="" mating="" memberikan="" memperbesar="" mengakibatkan="" mengalami="" mengandung="" menjadi="" multiplikasi="" p2="" p="q" pada="" padahal="" peluang="" perbedaan="" populasi.="" populasi="" pula="" q2.="" random="" ribuan="" sama.="" sama="" sangat="" satu="" sebaran="" sedang="" segregasi="" sehingga="" sempurna="" sendiri="" setelah="" setengahnya="" silang="" silangdalam="" silangdiri="" suatu="" sudah="" tanaman="" terdapat="" terfiksasi="" terjadi="" terjadinya="" tersebut="" tetapi="" tidak="" tinggal="" umumnya="" yang="">

Gambar 1 memperlihatkan bahwa persentase homosigositas dari 4 generasi silangdiri (selfing) hampir sama dengan 10 generasi silang saudara tiri (half sib). Progeni tanaman yang diserbuk sendiri ditandai dengan simbol S1, sedangkan S2 adalah progeni S1 yang diserbuk sendiri, dan seterusnya. Simbol x kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan biji hasil penyerbukan sendiri. Pada gambar 1. dapat terlihat bahwa melalui penyerbukan sendiri, pada generasi 8 telah tercapai keadaan homosigositas 100 persen (dengan peluang 99,6%), yang berarti telah terbentuk galur murni. Namun ada kalanya terjadi apa yang disebut segregasi lambat, sehingga karakter yang ditentukan oleh gen resesif baru nampak pada generasi lanjut. Hal ini terlihat pada penurunan hasil biji dengan silang diri yang masih terus berlangsung walaupun sudah mencapai generasi lanjut. Pada hasil biji, penurunan hasil terus berlanjut dengan silang diri terus menerus. Pada generasi 6 - 10 penurunan hasil 53% dan pada generasi 25 - 30 penurunan mencapai 79% (Hallauer dan Miranda, 1987). Galur-galur murni tersebut pada umumnya telah stabil dalam karakter morfologi dan fisiologi, sehingga tidak akan terjadi lagi kehilangan vigor, dengan demikian dapat dikatakan genotipenya dapat dipertahankan sampai waktu yang tidak terbatas.
Gambar 1. Persentase homosigositas pada generasi berurutan melalui penyerbukan sendiri dan perkawinan sedarah (Sumber: Poehlman dan Sleper (1995).


Efek dari silang dalam (inbreeding) pada tanaman yaitu:
  1. Timbul keragaman fenotipe, penampilan tanaman kurang baik dibandingkan tanaman asalnya seperti hasil yang lebih rendah, tanaman lebih pendek, defisiensi klorofil yang nampak dengan timbulnya noda-noda pada daun sampai pada keseluruhan tanaman. Sifat lain yang jarang terjadi yaitu timbulnya endosperm yang tidak berguna dan resistensi terhadap beberapa penyakit seperti karat, hawar dan bercak daun Helminthosporium dan sebagainya. Adanya keragaman sangat berguna untuk memilih tanaman yang dikehendaki. 
  2. Silang dalam beberapa generasi akan mengakibatkan adanya perbedaan antara galur, dan antara tanaman dalam galur makin seragam.
  3. Ciri utama akibat silang dalam adalah berkurangnya vigor tanaman yang diikuti dengan pengurangan hasil, dan ini berhubungan erat dengan pengurangan tinggi tanaman, panjang tongkol, dan beberapa karakter lain. Pengurangan hasil akan berlangsung terus meskipun pengurangan ukuran tanaman sudah tidak nampak.
  4. Adanya perbaikan dalam populasi dan perbaikan galur (recycle breeding) penampilan galur semakin baik, dapat diperoleh galur yang hasilnya dapat mencapai 2 - 4 t ha-1. Tanaman tegap, daun hijau, toleran rebah, tahan hama dan penyakit.
C. Sumber Genetik

Plasmanutfah merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman tanaman, sehingga ada peluang untuk memperbaiki karakter suatu populasi dan untuk membentuk varietas jagung. Indonesia miskin plasmanutfah jagung sehingga dalam pemuliaan jagung perlu menjalin kerjasama internasional untuk memperluas plasmanutfah kita. Tanpa adanya plasmanutfah yang mengandung gen-gen baik, pemuliaan tanaman tidak dapat maju. Untuk memperbesar keragaman genetik perlu adanya introduksi varietas/galur dari luar negeri dan koleksi dari pusat-pusat produksi di dalam negeri. Koleksi ini harus tetap dilestarikan dan dilakukan karakterisasi sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan dalam program pemuliaan. CIMMYT (Mexico) merupakan sumber utama plasma nutfah dengan potensi hasil yang tinggi dan tahan terhadap beberapa penyakit daun.

Dari koleksi plasma nutfah yang merupakan sumber gen karakter tertentu, dikembangkan pool gen (gen pool) yang merupakan campuran/komposit dari varietas-varietas bersari bebas, sintetik, komposit, dan hibirida. Pool gen ini mengandung gen-gen yang diinginkan yang mungkin frekuensinya masih rendah. Varietas atau hibrida hasil suatu program dapat dimasukkan ke dalam pool yang telah ada (Subandi et al., 1988). Sebagai bahan untuk pembentukan varietas sintetik diperlukan galur-galur inbrida yang memiliki daya gabung baik sedangkan untuk varietas komposit diperlukan galur yang berdaya gabung umum yang baik dan atau varietas yang memiliki variabilitas genetik yang luas. 
D. Pembentukan dan Perbaikan Populasi Dasar

Pembentukan populasi dasar didahului dengan pemilihan plasma nutfah untuk menentukan potensi perbaikan genetik secara maksimum sesuai dengan yang diharapkan dari program pemuliaan, sedangkan cara atau prosedur pemuliaan yang dipakai menentukan berapa dari potensi maksimum ini bisa dicapai. Populasi dasar jagung yang digunakan di Balittan Malang pada seleksi untuk hasil tinggi yaitu MC.B, MC.C, dan MC.D; seleksi untuk ketahanan terhadap penyakit busuk pelepah yaitu Arjuna, Rama dan Pop.28; seleksi untuk umur genjah yaitu MC.A, MC.F, ACER, dan Pop.31; dan seleksi untuk toleran terhadap kekeringan yaitu Pool-2 dan Malang Komposit-9.

Untuk mendapatkan populasi superior, perbaikan populasi dilakukan secara kontinyu melalui perbaikan dalam populasi (Intra population improvement) dan perbaikan antar poopulasi (interpopulation improvement). Seleksi dalam populasi bertujuan memperbaiki populasi secara langsung, sedangkan seleksi antar populasi bertujuan memperbaiki persilangan antar populasi atau memperbaiki galur hibrida yang berasal dari dua populasi terpilih secara resiprok. Prinsip dasar dalam perbaikan populasi, yaitu meningkatkan frekuensi gen baik (desirable genes) sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk karakter yang ditentukan. Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan dalam perbaikan populasi, yang juga melibatkan seleksi generasi silang diri (selfing) akan membantu meningkatkan toleransi terhadap inbreeding dan meningkatkan kapasitas populasi untuk menghasilkan galur-galur yang lebih vigor dan unggul. Beberapa peneliti telah melaporkan kemajuan seleksi pada jagung menggunakan seleksi berulang bolak balik (resiprocal recurrent selection). Dari seleksi berulang bolak balik ini Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan tiga varietas unggul jagung bersari bebas dan delapan hibirida.

E. Pembentukan Inbrida

Inbrida calon hibrida memiliki tingkat homozigositas tinggi. Inbrida jagung biasanya diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) tetapi bisa juga diperoleh melalui persilangan antar saudara. Dalam pembentukan inbrida perlu dipertimbangkan antara kemajuan seleksi dengan pencapaian homozigositas. Persilangan antar saudara dalam pembentukan inbrida akan memperlambat fiksasi alel yang merusak dan memberi kesempatan seleksi lebih luas. Keuntungan sendiri untuk membuat inbrida yang relatif homozigot dapat dilihat dari laju inbriding, yaitu bahwa untuk memperoleh tingkat inbriding yang sama dengan satu generasi penyerbukan sendiri diperlukan tiga generasi persilangan sekandung (fullsib) atau enam generasi persilangan saudara tiri (halfsib).

Inbrida dapat dibentuk melalui varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain. Pembuatan inbrida dari varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya berupa seleksi tanaman dan tongkol selama selfing. Seleksi dilakukan berdasarkan bentuk tanaman yang baik dan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama. Pembentukan inbrida dari inbrida lain dibuat dengan jalan menyilangkan dua inbrida dan disebut seleksi kumulatif. Seleksi selama pembentukan galur berikutnya lebih terbatas, yaitu dalam batas-batas genotip tanaman S0 yang diserbukkan sendiri (Moentono, 1988). Seleksi selama pembentukan galur sangat efektif dalam memperbaiki sifat-sifat galur inbrida, dan berfungsi memusnahkan galur-galur yang sulit diperbanyak serta menghambat pembentukan benih.

F. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas

Varietas komposit pada dasarnya merupakan campuran berbagai macam bahan pemuliaan yang telah diketahui potensi produksinya, umurnya, ketahanannya terhadap cekaman biotic dan abiotik serta sifat-sifat lainnya. Dalam pembentukannya, biji dari berbagai galur dan hibrida dicampur jadi satu dan ditanam beberapa generasi agar penyerbukan silang terjadi dengan baik. Setelah 4-5 generasi seleksi dapat dilakukan yakni setelah banyak kombinasi-kombinasi baru. Seleksi ini dilakukan untuk peningkatan sifat populasi tersebut yang disebabkan peningkatan frekwensi gen yang dikehendaki.

Oleh karena terdiri dari campuran galur, varietas bersari bebas dan hibrida, maka melalui kawin acak akan terjadi banyak kombinasi-kombinasi baru. Dengan demikian varietas ini dapat bertindak sebagai kumpulan gen (gene pool) yang amat bermanfaat bagi pemuliaan tanaman menyerbuk silang, khususnya jagung

G. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Hibrida

Varietas hibrida adalah merupakan generasi pertama hasil persilangan sepasang atau lebih tetua berupa galur inbrida, klon atau varietas bersari bebas yang memiliki sifat unggul. Namun yang lebih banyak adalah persilangan antara galur murni. Varietas hibrida dapat dibentuk baik pada tanaman menyerbuk sendiri, maupun tanaman menyerbuk silang. Tanaman jagung merupakan tanaman pertama yang menggunakan varietas hibrida secara komersial, yang telah berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1930an (Hallauer 1987).

Pada awalnya hibrida yang dilepas ialah hibrida silang puncak ganda, namun sekarang lebih banyak hibrida silang tunggal dan modifikasi silang tunggal yang dilepas. Hibrida silang tunggal mempunyai potensi hasil tinggi dan tanaman lebih seragam dari hibrida yang lain. Materi populasi dasar pembentukan galur inbrida dapat berupa varietas bersari bebas, varietas hibrida, varietas lokal, dan plasmanutfah introduksi.

H. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Khusus (speciality Corn)

Jagung khusus adalah jagung yang memiliki sifat-sifat khusus seperti jagung yang memiliki mutu protein tinggi (QPM = Quality Protein Maize), jagung yang berkadar tepung, minyak dan bioetanol tinggi, jagung manis, jagung pulut, jagung biomas, dan jagung umur genjah. Jagung dengan sifat khusus tersebut dapat dibentuk melalui program pemuliaan tanaman yang berulang dan terprogram. Metode pemuliaan silang balik dapat diterapkan untuk mengintrograsikan gen-gen donor dari jagung khusus yang yang berproduktivitas rendah ke jagung normal yang berproduktivitas tinggi. Dengan demikian, akan diperoleh jagung yang memiliki sifat khusus yang diinginkan dengan produktivitas tinggi.

Jagung mutu protein tinggi (QPM) merupakan jagung yang memiliki kandungan protein tinggi, khususnya lisin dan triptofan tinggi. Awal dari perbaikan genetik terhadap mutu protein dipicu oleh penemuan gen-gen opaque dan floury yang dilaporkan dapat mengubah kandungan lisin dan triptofan pada endosperma biji (Zuber, et al., 1975). Dari sejumlah gen yang telah berhasil diidentifikasi, hanya gen opaque-2 (o2) dan floury2 (fl2) yang sering dimanfaatkan dalam memperbaiki sifat endosperma jagung (Mertz et al., 1964; Nelson et al., 1965). Pada awalnya, CIMMYT menggunakan kedua gen tersebut, namun dalam perkembangan berikutnya lebih memfokuskan kepada pemanfaatan gen o2 (Vasal, 2000).

Jagung pulut (waxy corn) di beberapa daerah sering digunakan sebagai jagung rebus karena rasanya yang enak dan gurih. Hal ini disebabkan oleh kandungan amilopektin pada jagung pulut yang hampir mencapai 100%. Endosperm jagung biasa terdiri atas campuran 72% amilopektin dan 28 % amilosa (Jugenheimer, 1985), sedangkan menurut Bates et el. (1943) dalam: Alexander dan Creech (1977 ) kandungan endosperm jagung pulut hampir semuanya amilopektin. Pada jagung pulut terdapat gen resesif wx dalam keadaan homosigot (wxwx) yang mempengaruhi komposisi kimia pati sehingga menyebabkan rasa yang enak dan gurih.

Jagung pulut potensi hasilnya rendah hanya mencapai 2-2,5 ton/ha dan secara umum tidak tahan penyakit bulai. Sampai saat ini varietas pulut belum banyak mendapat perhatian, terutama dalam peningkatan potensi hasilnya padahal permintaan jagung pulut terus meningkat terutama untuk industri jagung marning. Untuk pembuatan jagung marning dibutuhkan biji jagung pulut yang ukurannya lebih besar karena kualitasnya lebih bagus, lebih baik dibanding dengan menggunakan biji kecil. Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengintrogresikan gen pulut ke jagung putih yang bijinya lebih besar, produktivitasnya lebih tinggi dan memiliki nilai biologis yang tinggi atau dengan membentuk jagung pulut hibrida yang berdaya hasil tinggi dan berbiji lebih besar.

Jagung manis (sweet corn) sudah umum terdapat di kota-kota besar. Jagung ini dikonsumsi dalam bentuk jagung muda, mempunyai rasa manis dan enak. Rasa manis disebabkan oleh kandungan gula yang tinggi, bahkan ada beberapa varietas yang dapat dibuat sirup. Jagung manis mempunyai biji-biji yang berisi endosperm manis, mengkilap dan tembus pandang ketika belum masak, dan bila kering berkerut.

Pada varietas jagung manis terdapat suatu gen resesif yang mencegah perubahan gula menjadi pati (Purseglove, 1992). Gen yang sudah umum digunakan adalah su2 (standard sugary) dan sh2 (shrunken). Gen su2 merupakan gen standar sedangkan gen sh2 menyebabkan rasa lebih manis dan dapat bertahan lebih lama disebut supersweet. Apabila kedua gen berada dalam satu genotype maka disebut sugary supersweet. Menurut Straughn (1907) dalam: Alexander dan Creech (1977) kandungan gula pada biji yang masak berbeda pada setiap kultivar jagung manis, tergantung pada derajat kerutannya. Kerutan yang dalam lebih banyak mengandung gula dibandingkan kerutan yang dangkal.

I. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung
Seleksi Massa (Mass Selection)
Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual yang mempunyai karakter-karakter yang diinginkan dan hasil biji tanaman terpilih dicampur untuk generasi berikutnya. Seleksi massa tanpa ada evaluasi famili. Prosedur seleksi massa tidak berbeda dengan seleksi massa untuk tanaman menyerbuk sendiri. Seleksi massa merupakan prosedur yang sederhana dan mudah, sudah dipraktekkan petani sejak dimulainya pembudidayaan tanaman. Seleksi massa kemungkinan dapat dijadikan dasar untuk domestikasi tanaman menyerbuk silang dan seleksi massa adalah dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan tanaman.

Musim I
Tanam populasi dasar dalam petak terisolasi yaitu tidak ada populasi lain yang berbunga bersamaan pada jarak tertentu sehingga tidak terjadi kontaminasi tepungsari. Gunakan kerapatan tanaman yang lebih rendah dari cara anjuran agar genotipe dapat menunjukkan potensi yang maksimum, terutama untuk seleksi hasil biji.

Pilih tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Pemilihan dapat dilakukan bertahap, yaitu sebelum berbunga, setelah berbunga dan akhirnya pada waktu panen hanya dipilih dari tanaman yang terpilih sebelumnya dan masih menunjukkan karakter yang diinginkan. Biji hasil tanaman terpilih dicampur menjadi satu untuk generasi berikutnya. Pencampuran dapat dilakukan dengan mengambil jumlah yang sama untuk masing-masing tanaman terpilih agar semua tanaman terpilih menyumbangkan frekuensi gamit yang sama.

Musim II
Prosedur pada musim I dilakukan kembali sampai beberapa musim, sampai populasi mempunyai karakter pada tingkat yang diinginkan. Seleksi massa efektif untuk karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi artinya tidak banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena pemilihan hanya berdasarkan satu individu pada satu lokasi dan satu musim.

Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada tanaman jagung dipilih berdasarkan tetua betina, karena asal tetua betinanya diketahui d engan pasti yaitu tanaman yang terpilih, sedang tetua jantan yaitu asal tepungsari yang menyerbuki tanaman terpilih tidak diketahui. Untuk karakter yang dapat dipilih sebelum berbunga, seleksi dapat dilakukan untuk kedua tetua, baik tetua jantan maupun tetua betina. Tanaman yang tidak terpilih dibuang sehingga penyerbukan terjadi antara tanaman terpilih atau dibuat persilangan buatan antara tanaman terpilih. Seleksi berdasarkan kedua tetua akan memberikan kemajuan seleksi yang lebih besar daripada seleksi berdasarkan satu tetua saja.

Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu tanaman, sehingga apabila lahannya mempunyai kesuburan yang tidak merata (heterogen) maka tanaman yang terpilih belum tentu karena pengaruh genetik, sehingga salah pilih. Untuk mengurangi faktor lingkungan ini Gardner et al. (1981) telah berhasil menaikkan hasil biji jagung varietas Hays-Golden dengan total respon kenaikan 23% dari populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di atas 10 tahun), dan respon tiap generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner dengan menggunakan seleksi massa terhadap hasil biji jagng tersebut, karena digunakannya beberapa tehnik untuk memperbaiki efisiensi seleksi individu tanaman, yakni dengan cara:
  • Seleksi dibatasi pada hasil saja, pengukuran yang lebih teliti pada biji-biji yang telah dikeringkan sampai kadar air konstan.
  • Lahan pertanaman berukuran 0.2 – 0.3 ha dipelihara dengan pemberian pupuk, irigasi dan pengendalian gulma yang seragam untuk memperkecil keragaman lingkungan. 
  • Lahan percobaan dibagi menjadi petak-petak yang lebih kecil dengan ukuran ± 4 x 5 m.  
  • Petak-petak seleksi terdiri dari 4 baris masing-masing 10 tanaman. 
  • Tekanan seleksi 10% dilakukan secara seragam pada 4000 – 5000 tanaman, yakni 4 tanaman unggul dipilih dari masing-masing petak kecil yang terdiri dari 40 tanaman.
Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)
Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada tanaman lain disebut head-to-row, yakni satu malai satu baris. Merupakan “halfsib selection” Bagan pemuliaan ini awalnya dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan, (1994) di Universitas Illinois untuk menyeleksi persentase kandungan minyak dan protein yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan seleksi ini merupakan modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan pengujian keturunan (progeny test) dari tanaman yang terseleksi, untuk membantu/memperlancar seleksi yang didasarkan atas keadaan fenotip individu tanaman.

Langkah-langkah pelaksanaan seleksi ear-to-row:
Musim I: Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan fenotipnya dari populasi yang beragam dan mengadakan persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya dipanen terpisah.
Musim II: Sebagian biji dari masing-masing tongkol ditanam dalam barisan-barisan keturunan yang terisolasi, dan sisanya disimpan. Seleksi setiap individu fenotip tanaman yang terbaik pada baris keturunan dengan membandingkan baris-baris keturunan.
Musim III: Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior dicampur untuk ditanam di tempat yang terisolasi dan terjadi perkawinan acak.

Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi fenotip-fenotip individu tanaman yang baik untuk diteruskan ke siklus berikutnya. Tanaman di dalam baris-baris keturunan adalah saudara tiri (half sibs), dengan demikian metode ini memasukkan pengujian tanpa ulangan dari keturunan-keturunan bersari bebas dari tanaman terpilih. Karena kita memilih satu tongkol satu baris, maka kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya inbreeding cukup besar. Karena satu tongkol menjadi satu baris yang dalam baris itu merupakan satu famili. Timbulnya inbreeding ini mengurangi kemajuan genetik pada proses seleksinya.

Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)
Musim 1
Tanam populasi dasar sekitar 3000 – 5000 tanaman. Pilih 300 – 400 tanaman yang mempunyai karakter yang dikehendaki dan buat silangdiri untuk menghasilkan galur S1. Panen terpisah tanaman hasil silangdiri yang masih mempunyai karakter yang diinginkan.

Musim 2
Biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap tongkol ditanam satu baris dengan ±25 tanaman. Seleksi secara fisual dilakukan antara famili dan dalam famili (baris) yang tanamannya tegap, tidak rebah, bebas hama penyakit dan sebagainya, dan pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol, pilih 1 - 3 tongkol hasil silangdiri tiap baris terpilih dan diperoleh biji S2.

Musim 3
Biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji dari tongkol hasil silangdiri (S2) satu tongkol satu baris dengan 15-25 tanaman. Seleksi diteruskan antara baris dan dalam baris. Pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol dan diperoleh biji S3.

Musim 4

Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri (S3) yang terpilih tanaman lagi seperti pada musim 3. Silangdiri dilakukan lagi sampai generasi keenam (S6) untuk memperoleh galur yang mendekati homozigot.

Pada pembuatan galur dapat dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan inokulasi/investasi buatan.

Seleksi Curah (Bulk Selection)

Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur biji dengan jumlah yang sama dari tongkol hasil silangdiri. Apabila dilakukan silang diri 300 tanaman ambil 4 biji dari tiap tongkol untuk ditanam lagi. Lakukan silangdiri lagi 300 tanaman yang dikehendaki dan ambil lagi 4 biji dari tiap tongkol dan pekerjaan ini dilakukan 4 generasi dan galur S4 ini dievaluasi daya gabungnya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi daya gabung pada S1 dan galur terpilih dilanjutkan silangdiri tetapi biji dari 1-3 tongkol dari hasil silangdiri masing-masing galur terpilih dicampur dan silangdiri dilanjutkan sampai mencapai homozigot. Seleksi curah dapat menghemat biaya dan dapat dilakukan dengan banyak populasi sekaligus.

Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection)

Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke generasi dengan diselingi oleh persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi agar terjadi rekombinasi. Sparague and Brimhall (1952) telah menggunakan prosedur seleksi ini dalam menaikkan kadar minyak yang tinggi pada varietas jagung ”Stiff Stalk Synthetic”. Langkah-langkah pelaksanaan seleksi fenotip berulang adalah:

Musim I : Tanam ±100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan sendiri (selfing) bijinya diuji kandungan minyaknya.

Musim II : Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak tertinggi ditanam satu tongkol satu baris dan saling silang (Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah yang sama dari tiap tongkol dicampur untuk diseleksi pada generasi berikutnya.

Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum 
(Recurrent Selection for General Combining Ability)
Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan anggapan bahwa daya gabung dapat ditentukan sejak dini. Prosedur seleksi sebagai berikut:

Musim I : Tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Lakukan persilangan sendiri (selfing) tanaman terpilih tersebut untuk memperoleh galur S1. Saat panen hanya dipilih tanaman-tanaman yang masih menunjukkan karakter yang diinginkan.

Musim II: Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat persilangan antara galur S1 dengan populasi asal. Populasi itu sendiri digunakan sebagai tetua penguji. Sisa benih S1 disimpan untuk digunakan dalam rekombinasi.

Musim III: Evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang diperoleh pada musim kedua. Evaluasi dalam rancangan acak kelompok atau rancangan latis umum (generalized lattice) dengan 2 – 4 ulangan pada 1 – 3 lokasi. Berdasarkan evaluasi ini pilih famili superior.

Musim IV: Rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan biji S1 hasil pada musim pertama dengan cara perbandingan jantan betina untuk membentuk populasi baru.

Musim V: Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4 dan buat persilangan sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua.

Seleksi Silang Balik (Backcross)

Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur yang sudah ada tetapi perlu ditambah karakter yang lain seperti ketahanan terhadap hama penyakit. Galur yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-karakternya tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak diintrogressikan dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan galur donor X, selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A akan diperoleh galur A’ yang karakternya sama dengan galur tetapi mengandung gen yang diinginkan yang berasal dari galur X. Dalam silang balik harus jelas karakter yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama proses seleksi. Pada tanaman F1 mengandung 50% gen-gen galur A, silang balik 1 (BC1) peluangnya 75%, bc2 meningkat menjadi 87,5%, bc3 peluangnya menjadi 93,75% dan bc4 meningkat peluangnya menjadi 96,875%. Namun harus diikuti daya gabungnya jangan sampai berubah dari galur pasangannya dalam pembuatan hibrida.

Gambar 2. Metode penyerbukan silang tanaman jagung



Daftar Pustaka

Alexander,D.E. dan Creech. 1977. Breeding special nutritional and industrial types. In Corn and Corn Improvement. The American Society of Agronomy Inc.

Hallauer, A. R. and J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative genetics in Maize Breeding. Iowa State Univ. Press, Ames.

Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanuddin dan Subandi. 2002. Perkembangan teknologi budidaya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al., (eds.) Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. P. 37-72.

Pingali, P. 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/2000. Mexico, D.F. : CIMMYT.

Subandi, M. Ibrahim, dan A. Blumenshein. 1988. Koordinasi Program Penelitian Nasional : JAGUNG. Puslitbangtan, Bogor.

Moentono, M.D. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida. Jagung. Pustlitbangtan, Bogor.

Zuber, M.S., W.H. Skrdla, and B.H. Choe. 1975. Survey of maize selections for endosperm lysine content. Crop Sci. 15: 93-94.

Vasal, S.K. 2000. The Quality Protein Maize story. Food and Nutrition Bulletin. 21 ( 4): 445-450.

Mertz ET., L.S. Bates, and O.E. Nelson. 1964. Mutant gene that changes protein composition and increases lysine content of maize endosperm. Science 145: 279-280.

Nelson, O.E., E.T. Mertz, and L.S. Bates. 1965. Second mutant gene affecting the amino acid pattern of maize endosperm proteins. Science. 150: 1469-1470.

Purseglove. 1992. Tropicals Crops, Monocotyledons. Longmann. London.

Gardner, E.J. and D.P. Snusta. 1981. Principles of Genetic. Six Edition. John Wiley and Sons. New York.

Dahlan, M.M., 1994. Pemuliaan tanaman. Diktat Bahan Kuliah Pemuliaan Tanaman. Fakultas pertanian. Universitas Putra Bangsa Surabaya. 95p. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

REPLIKASI, TRANSKRIPSI DAN TRANSLASI (SINTESIS PROTEIN)

Centotheca lappacea (Linnaeus) Desvaux

METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SENDIRI DALAM PEMULIAAN TANAMAN